Terus terang saya lebih simpatik pada ulama-ulama Syi'ah, ketimbang tokoh-tokoh Wahabi" kata seorang ustadz muda
Antara Asy'ariyah dan Syi'ah
Pertama, karena "Syiah itu tradisi filsafatnya sangat kaya"
Kedua, karena "orang syiah tidak suka mengkafir-kafirkan, atau menyesat-nyesatkan pihak lain dengan cara vulgar".
Kita jawab pada pernyataan yang pertama,
Wa billahi at-taufiq
Pertama, betul kalau dikatakan Syiah tradisi filsafatnya sangat kaya apalagi Syiah di era akhir Daulah Abasyiyah setelah berkuasanya Bani Buwaih (334-447H) yang di zaman itu tersebar luas berbagai macam pemahaman Syiah, seperti Syiah qaramitah -dan ini banyak jumlahnya-, Syiah Rafidhoh, juga sekte lainnya seperti Mu'tazilah, dan Para Filsuf. (Majmu' Fatawa, 4/22)
Dan zaman itu pula tersebar pemahaman Mu'tazilah -para pemuja akal yang berlandaskan ilmu filsafat- dalam tubuh Syiah Rafidhoh, sehingga Syiah Rafidhoh pada pemahaman asma dan sifat sama seperti Mu'tazilah. (Al-Fatawa Al-Kubro 6/356).
Dari fakta sejarah ini menunjukkan bahwa Syiah sebelum tahun itu tidak memiliki tradisi filsafat yang kaya.
Kedua, perlu kita ketahui bersama bahwa filsafat dalam islam adalah sesuatu yang tidak diperlukan bahkan berbahaya untuk dipelajari karena dalam ilmu filsafat terutama dalam ilmu "filsafat islam" mereka menyandarkan permasalahan akidah, terutama tentang sifat-sifat Allah azza wa jalla, penyimpangan keyakinan tentang hari kiamat dan hal-hal gaib lainnya kepada akal. Yang mengakibatkan apapun yang tidak bisa dijangkau oleh akal manusia akan mereka tolak walaupun itu dikatakan dengan jelas dan gamblang maknanya dalam Al-Quran dan Sunnah Shahihah.
Secara terperinci bantahan terhadap syubhat-syubhat orang-orang filsafat bisa merujuk pada kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- karena beliau hidup di zaman para filsuf ber-KTP islam dan sekte lainnya seperti Mu'tazilah, Jahmiyah, Asy'ariyah, Maturidiyah, Syiah dan yang semisalnya juga merebak di zaman beliau.
Juga karena Prof. DR. Muhammad Khalil Harras (Profesor Akidah Filsafat Univ. Al-Azhar Kairo) mengatakan, "Keinginan yang kuat untuk membantah syubhat-syubhat filsafat itulah yang mendorong beliau (Ibnu Taimiyyah) mempelajari filsafat secara mendalam, sehingga memungkinkan untuk membantahnya secara ilmiyah dan jauh dari sikap serampangan". (Ibnu Taimiyyah As-Salafy, Hal.41)
Diantara karya tulis beliau yang membantah syubhat-syubhat filsafat; Dar ut ta'arudh aql wa naql (menolak adanya kontradiksi antara akal dan naql/wahyu), Ar-Roddu ala al-Mantiqiyin, Minhajussunnah an-Nabawiyah, At-Tis'iniyah dan jawaban-jawaban yang terhimpun dalam kitab Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyyah yang dikumpulkan oleh Syaikh Ibnu Qosim -rahimahullah-.
Jika ditelisik, Ibnu Taimiyyah justru lebih menguasai ilmu mantik dan filsafat dibandingkan dengan Thaba' Thabai, Mulla Shadra, Muthahhari, Abdul Jabbar ar-Rifai, dan bahkan lebih dari Baqir Shadr yang dikatakan sebagai ahli filsafat yang jenius, seandainya beliau ini mau bersikap adil dalam mengkritik dan tidak fanatik.
Alasan kedua yang beliau katakan, "orang Syiah tidak suka mengkafir-kafirkan, atau menyesat-nyesatkan pihak lain dengan cara vulgar."
Maka, kita jawab langsung dari sumber rujukannya.
Berkata seorang pembesar Syiah Yusuf al-Bahrani (w. 1186H) dalam kitabnya al-Hadaiq an-Nadhiroh (14/163):
«والتحقيق المستفاد من أخبار أهل البيت عليهم السلام، كما أوضحناه بما لا مزيد عليه في كتاب "الشهاب الثاقب" أن جميع المخالفين العارفين بالإمامة والمنكرين القول بها، كلهم نصاب وكفار ومشركون ليس لهم في الإسلام ولا في أحكامه حظ ولا نصيب ... ».
"Pendapat yang terpilih dari kesimpulan yang dinukilkan para Ahli Bait, sebagaimana yang telah kami katakan dengan jelas dalam kitab "asy-syihab ats-tsaqib" bahwa seluruh orang yang menyelisihi madzhab Imamiyah baik dia mencintai Ahli Bait atau yang mengingkari keyakinan Imamiyah, mereka seluruhnya adalah para pembenci ahli bait, mereka adalah orang-orang kafir dan musyrik yang tidak memiliki sedikitpun bagian dari hukum islam dan keislaman."
Berkata Muhammad Baqir al-Majlisi (w. 1111H) -sumber rujukan Syiah Rafidhah- dalam kitabnya Biharul Anwar (23/389):
«اعلم أن إطلاق لفظ الشرك والكفر على من لم يعتقد إمامة أمير المؤمنين والأئمة من ولده عليهم السلام، وفضل عليهم غيرهم، يدل على أنهم كفار مخلدون في النار»
"Ketahuilah bahwa penyebutan lafadz syirik dan kufur secara mutlak terhadap orang yang tidak meyakini keimaman Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib), dan para imam (yang dua belas) dari anak keturunannya, dan tidak meyakini keutamaan mereka atas yang lainnya, itu menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang kafir yang kekal di neraka." Kurang vulgar apa lagi?
FYI, Muhammad Baqir al-Majlisi ini juga merupakan cendikiawan Syiah, pemikir besar dan filsuf Syiah Imamiyah yang disegani dan dihormati oleh kaumnya, Apakah ini buah dari -yang katanya- memiliki tradisi filsafat yang sangat kaya?
Tidak heran mengapa ustadz muda yang berakidah Asy'ariyah ini lebih memilih Syiah, ya karena pondasi dan dasar keyakinan Asy'ariyyah sama dengan Syiah Rafidhah dan Mu'tazilah.
Walaupun mereka terkesan saling membantah dan berlepas diri, ingatlah apa yang dikatakan oleh Imam Marwan ath-Thaathari -rahimahullah-
ثلاثة لا يؤتمنون: الصوفي والقصاص ومبتدع يرد على أهل الأهواء.
"Tiga macam orang yang tidak dapat dipercaya; orang sufi, tukang dongeng dan pelaku kebid'ahan yang membantah pelaku kebid'ahan lainnya." (Tartibul Madarik Lil Qadhi 'Iyadh, 1/243)
🖋Ustadz Abu Sufyan Habib, Lc (Pengajar Mahad Nurul Ilmi Al Atsary)
Majalengka, 2 Rajab 1446H/2 Januari 2025
https://t.me/bukukustore/1480
KOMENTAR