Julukan Laqab Para Ulama Beserta Artinya
Julukan Unik Para Ulama
Kenal dengan Imam Ibnu Daqiqil 'Ied?
Beliau bernama
Muhammad bin Ali bin Wahb bin Muthi'. Taqiyyuddin. Ibnu Daqiqil 'ied.
Lahir pada 25 Sya'ban 625 H. Bertepatan pada 31 Juni 1122 M. Wafat pada 21 Shafar 702 H. Bertepatan pada 05 Oktober 1197 M.
Dikenal dengan julukan Ibnu Daqiqil Ied (cucu/pendamba tepung lebaran).
Unik. Mengapa dijuluki demikian. Mari kita bahas.
Jadi kakek beliau; Muthi' rahimahullah setiap lebaran seringkali menggunakan sorban yang sangat putih. Akhirnya teman-temanya menjulukinya dengan daqiqul 'ied (Si tepung lebaran). Karena sorban putihnya mirip dengan putihnya tepung yang diolah untuk santapan hari raya.
Ketika sang kakek melahirkan putra; Ali, selaku ayah dari imam Ibnu Daqiqil 'ied, maka orang-orang pun menjulukinya dengan putra si tepung lebaran.
Nah, ternyata julukan ini tidak hanya melekat pada ayah dan kakek beliau saja. Ketika beliau dilahirkan orang-orang kembali menjuluki beliau dengan cucu si tepung lebaran.
Masya Allah julukan yang bertahan di tiga generasi.
Riwayat lain membawa kisah yang lebih unik.
Jadi, beliau dijuluki dengan Ibnu Daqiqil 'Ied karena pernah pada suatu lebaran beliau ditunjuk menjadi imam dan khatib shalat 'ied.
Nah, sebelum berangkat istri beliau berpesan agar membeli daqiq (tepung) sepulang shalat 'ied. Untuk makanan lebaran. Qadarullah saat itu beliau tidak punya uang untuk membelinya.
Saat akan berangkat, sang istri kembali mengingatkan,
لا تنس دقيق العيد
"Mas, jangan lupa beli tepung lebaran".
Beliaupun keluar dengan mengingat-ngingat pesan istrinya. Pikirannya galau karena tidak ada uang untuk membeli tepung, sementara pesan istrinya juga terus terngiang-ngiang.
"Mas, jangan lupa beli tepung lebaran".
Hingga ketika beliau khutbah 'ied, malah keceplosan mengatakan,
لا تنس دقيق العيد
"Jangan lupa beli tepung lebaran".
Sejak saat itu beliau dikenal dengan julukan tersebut.
Ibnu Daqiqil 'Ied.
Pembaca.
Beliau bukan sembarang orang. Menguasai banyak bidang ilmu. Faqih dalam madzhab maliki dan syafii. Ditunjuk sebagai Qadhi Qudhah (hakimnya para hakim).
Beliau juga ahli ushul. Bahkan Syaikh Ibnu Utsaimin mengumpulkan kaedah-kaedah ushul yang diwariskan oleh Imam Ibnu Daqiqil 'Ied di awal masa belajarnya.
Cukuplah As-Subki menyebutkan kredebilitas beliau,
"Tidak kami dapati seorangpun dari guru kami yang meragukan, bahwa beliau termasuk mujaddid (pembaharu) abad ke-7".
Ibnu Daqiqil 'Ied (cucu/pendamba tepung lebaran).
Pembaca yang budiman.
Julukan menjadi hal biasa di tengah kaum salaf. Banyak sekali para ulama kita yang memiliki julukan-julukan unik. Bahkan lebih dikenal daripada namanya.
Semisal Imam Masruq (yang pernah diculik). Karena sewaktu kecil ia pernah diculik, dan ditemukan kembali. Termasuk deretan tabiin yang berguru dari sekian shahabat besar.
Sibawaih (pemilik aroma apel). Konon beliau suka membawa apel, supaya tercium harum. Ulama nahwu yang sangat masyhur.
Al Mutanabbi (si pengaku nabi). Pernah mengklaim sebagai nabi. Kemudian bertaubat dan menjadi penyair tersohor.
Al Maqburi (si tetangga kuburan). Bernama Sa'id, ulama besar. Tabiin terkenal. Dijuluki demikian karena rumah beliau bersebelahan dengan kuburan kota Madinah.
Warsy (si bule). Beliau berkulit sangat putih. Hingga dijuluki oleh gurunya; Imam Nafi' dengan Warsy. Menjadi salah seorang ulama qiraat.
Bacaan dengan riwayat beliau hingga sekarang banyak digunakan. Terlebih di Mesir, Libya, dan sekitarnya.
Al A'masy (pemilik mata yang berair). Ulama hadis besar bernama Sulaiman bin Mihran.
Ibnu Rahawaih (putra yang lahir dijalan). Konon ayah beliau dilahirkan di jalan. Bernama Ishaq. Siapa yang tidak kenal dengan beliau. Teman akrab Imam Ahmad.
Sahnun (burung cerdik). Karena beliau terkenal pintar dalam menyelesaikan persoalan rumit dalam agama.
Bundar (si penjaga). Beliau sangat menjaga hadis-hadisnya. Merupakan guru dari seluruh penyusun kutubussittah.
Ibnul Jauzi (anak si pemilik kelapa). Karena kakek beliau satu-satunya orang yang memiliki pohon kelapa di Maushil. Ulama besar yang pasti kita kenal.
Pembaca yang budiman.
Julukan-julukan tersebut bukan sebagai celaan bagi mereka. Namun, menjadi sebutan yang melekat dan tersebar. Bahkan, mereka masyhur dengan julukan tersebut.
Ketika kita menyebut mereka dengannya. Maka itu bukan celaan yang menjatuhkan kehormatan mereka. Ini semua berdasarkan gubahan seorang penyair,
القدح ليس بغيبة في ستة
متظلم ومعرف ومحذر
ومجاهر فسقا ومستفت ومن
طلب الاعانة في إزالة منكر.
Sebutan (celaan) yang tidak termasuk ghibah itu pada 6 hal,
1. Pelaku kedzaliman.
2. Dikenal dengan satu julukan.
3. Orang yang ditahdzir.
4. Yang terang-terangan berbuat kefasikan.
5. Orang yang mencari sebuah fatwa.
6. Pihak yang meminta tolong untuk menghilangkan suatu kemungkaran.
Nah, pada 6 hal diatas kita diperbolehkan menyebutkan tentang mereka. Melaporkannya, atau menyebarkannya. Dan bukan termasuk ghibah yang dilarang.
Termasuk padanya adalah
Mu'arrif (yang dikenal dengan suatu julukan).
Gubahan syair diatas merupakan kesimpulan dari ayat dan hadis tentang masalah ini.
Semoga bermanfaat.
https://t.me/Teladanumat
KOMENTAR