Rahasia antara Hanafiah dan Maturidiah

SHARE:

mengenal maturudiyah dan hubungannya mazhab hanafiyah.

Rahasia antara Hanafiah dan Maturidiah

Rahasia antara Hanafiah dan Maturidiah


Di awal abad ke-3 Hijriah, Islam sudah sangat luas penyebarannya. Penaklukan demi penaklukan terus digencarkan, sampai fokus kita tertuju pada tokoh agama Islam yang bernama Abdullah bin Sa’id al Qathani al Bashri. 

Sosok Abdullah bin Sa’id ini amat dikenal pada masanya. Ada sebagian yang mengenalnya dengan sebutan Ibnu Kullab, ada juga yang memanggilnya dengan sebutan Kullabiyyah.

Sejujurnya ia sering kali menampakkan kecondongannya kepada Ahlus Sunnah, namun tak jarang ada sedikit pemahaman yang sama dengan kelompok sempalan Islam lainnya. Misalnya, ia berani dan terang terangan berkeyakinan bahwa kalamullah (ucapan/firman Allah) itu sudah ada dan melekat pada dzat (eksistensi) Allah tanpa adanya keinginan dan kehendak dari-Nya.

Uniknya ia terbilang cukup cerdas dan pandai untuk melahirkan karyanya melalui tulisan dan buku. Di antara buku-buku yang ia ciptakan sangat bermanfaat, misalnya : membantah pemahaman Jahmiah, membakar habis pemahaman Mu’tazilah. Namun ia tak menyadari bahwa dirinya juga memiliki beberapa kesamaan akidah dan keyakinan dengan Mu’tazilah. Allahul musta’an. 

Sebagai seorang yang terkemuka di masanya tentunya ia memiliki murid dan orang besar yang belajar di hadapannya. Di antara mereka adalah :

1. al Harits bin Asad al Muhasibi.

2. Dawud bin ‘Ali al Ashbahani. 

Kemudian disusul setelahnya oleh : 

1. Abul Hasan ‘Ali bin Isma’il al Asy’ari.

2. Abu Manshur Muhammad bin Muhammad al Maturidi as Samarqandi.

Nah, berikut saya simpulkan beberapa sebab tersebarnya keyakinan Maturidiyyah -hal sama saja seperti menjelaskan sebab tersebarnya pemahaman Asy’ariyah juga- antara lain : 

1. Sekian banyak ‘Ulama pada masa itu (yang terpengaruh paham Asy’ariyah Maturidyah) adalah mereka yang memiliki karya-karya ilmiah penting, dimana tidak mungkin seorang meninggalkan kitab-kitab tersebut. Sehingga ketidak tahuan mereka di awal menjadi alasan kuat untuk membela guru atau penulis berjasa ketika mengetahui pemahamannya salah. Nah di antara ‘Ulama-‘Ulama itu adalah para pengikut madzhab Hanafiah, mereka ikut serta dalam pengembangan paham Maturidiah melalui jalur fikih islam. Sehingga hal ini menyebabkan sejumlah besar penganut Madzhab Hanafiah kontemporer berkeyakinan Maturidiah. 

2. Kala itu penguasa Daulah ‘Utsmaniah mereka benar-benar membangun fikih dan teori ibadah harus sesuai dengan Madzhab Hanafiah, mereka juga mengesahkan secara undang-undang dasar bahwa paham yang benar adalah Maturidiah hingga dipraktikkan secara turun temurun. Daulah ‘Utsmaniah juga menjadikan tarekat Sufi/tasawwuf sebagai suluk atau metode kebatinan, mereka juga menegaskan pula bahwa reshuffle dalam daulahnya harus digantikan oleh yang bermadzhab Hanafiah Maturidiah, begitu pula pada guru-guru pendidikannya. 

3. Di masa kedaulatan besar ‘Utsmaniah mereka menemukan penerbitan buku dan kitab, sehingga  kitab-kitab dasar Maturidiah menjadi yang pertama kali dicetak dan selalu didahulukan. Sebagaimana yang diceritakan dalam kitab : Syarhul Maqashid Fii ‘Ilmil Kalam 2 / 311.

4. Madzhab Maturidiah tersebar ke beberapa penjuru negeri disebabkan kemiripannya dengan madzhab Asy’ariah. Madzhab Asy’ariyah lebih dahulu menyebar ke penjuru negeri sebelum Maturidiah. Bisa kita simpulkan, bahwa kemiripannya ada pada kebiasaan mentakwil (penyelewengan makna) nash dan dalil, juga pada banyak poin poin akidah. 

5. Para ilmuwan fikih Hanafi di masa dahulu secara terang terangan menisbatkan (menyandarkan) diri kepada madzhab Maturidiah, dan ahli fikih Maliki juga Syafi’i menisbatkan diri pada madzhab asy Asy’ariah. Sehingga dari poin ini sangat jelas mengenai mengapa bisa seorang ahli fikih Hanafi berpemahaman Maturidiah dan Ulama fikih Maliki juga Syafi’i memilih untuk berpaham Asy’ariah. Jelas! Karena pendahulu mereka yang memilih demikian. Sehingga taklid tidak bisa lagi terelakkan, mereka bersikeras bahwa apa yang dikata guru, pendahulu, dan nenek moyangnya itulah yang benar meski dirasa di antaranya tidak masuk akal. Taklidisme itu mematikan!

6. Di zaman penyebaran Asy’ariyah dan Maturidah, ada pernyataan yang amat populer, yaitu : Ahlus Sunnah adalah mereka yang bersama Asy’ariah, Maturidah, dan Ahlul Hadits. Siapa yang tidak bersama dari salah satunya maka bukan Ahlus Sunnah.

7. Keterasingan agama di masa itu memicu penyebaran dua kelompok tadi. Menjamurnya dua pemikiran tersebut di tengah-tengah masyarakat disebabkan juga oleh sedikitnya orang yang paham mengenai agama Islam dengan baik. Sedikitnya orang yang mengetahui hakikat daripada Ahlus Sunnah itu sendiri, kurangnya pemahaman mengenai ayat dan dalil yang mestinya diterima dan diimani sebagaimana datangnya dari Allah, hal ini berkonsekwensi; tidak bolehnya mentahrif, menta’thil, mentakyif, dan mentamtsil. Ahlus sunnah selalu berkeyakinan harus mentafwidh (mempasrahkan) bagaimananya sifat Allah itu, tentunya juga dengan makna yang sesuai dengan dzat Allah.

8. Di masa itu sedikit Ulama Ahlus Sunnah yang mau menjelaskan dengan benar tentang al Haq beserta rentetan dalilnya, mereka juga tidak banyak yang mau membantah kebatilan dan pengikutnya.

9. Siapa saja yang berdiri tegak dalam membela kebenaran serta menyikat habis para pengikut kebatilan sudah pasti akan diganggu dengan banyak cara. Ada diantara mereka yang dipenjara, ada juga yang diusir dari kampung halaman, ada pula yang sampai dibunuh dan dihilangkan jejaknya. Bahkan ada di antara mufti (pemberi fatwa) dari fanatikus madzhab yang kemudian memberikan fatwa; bolehnya membunuh siapa yang menentang Maturidiah dan Asy’ariah. Sehingga banyak di antara Ulama Ahlus Sunnah yang memilih untuk diam demi mencari keamanan. Wallahul musta’an.

10. Dahulu ada banyak Universitas, Yayasan, Sekolahan yang menjadikan pemahaman dasarnya adalah Asy’ariah dan Maturidiah. Padahal tempat-tempat tersebut adalah bagian daripada negara Islam. contohnya; Universitas al Azhar di Mesir, Universitas az Zaitunah di Tunisia, dan masih banyak lagi sekolahan-sekolahan yang mereka berasas dengan pemahaman Maturidiah dan Asy’ariah, antara lain : di Makkah, di Madinah, di Damaskus, di Hadramaut, di Indonesia, di Yaman bagian Zabiid. Dan lainnya dari negara-negara Islam.

Untuk poin ke sepuluh ini, saya ingin tegaskan bahwa Makkah dan Madinah di masa itu memang banyak  penyebaran paham sesat dan dikuasai oleh orang-orang tersebut, sampai tibalah masa kejayaan Tauhid yang benar oleh Aimmatu ad Dakwah. Siapakah Aimmatu ad Dakwah ini? Mereka adalah para dai dan pejuang tauhid yang benar, dimulai sejak jaman Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan Alu Su’ud sampai dengan jaman Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahumullah. 

Dengan begitu hasil daripada perjuangannya bisa kita saksikan sendiri keseragaman dalam akidah dan keyakinan yang diajarkan pada setiap halakah-halakah ilmu, sekolahan, Universitas dan seterusnya yang ada di Makkah dan Madinah. 

Segala puji bagi Allah semata.

Kurang lebih sepuluh poin ini bisa menjadi kesimpulan bagaimana keyakinan sesat semacam itu bisa tersebar. 

Berikutnya kita akan mengetahui apakah benar Ulama fikih Hanafiah Maturidiah secara praktik dan keyakinan sesuai dengan Abu Hanifah selaku imam dan panutannya.

Abu Hanifah an Nu’man bin Tsabit status beliau sama seperti Ulama-Ulama Sunnah lainnya, Ulama Sunnah yang tidak saling berbeda pendapat dalam masalah akidah dan keyakinan. Akan tetapi Abu Hanifah dalam permasalahan iman beliau tidak sejalan dengan Ulama-Ulama Ahlus sunnah lainnya. Beliau beranggapan bahwa :

“Ketaatan yang dilakukan oleh seorang bukanlah bagian daripada implementasi keimanan, menurut beliau keimanan itu adalah membenarkan syari’at, iman itu adalah setuju dengan aturan agama.”

Keyakinan semacam ini tidak sesuai dengan jalan Salaf, tidak selaras dengan apa yang disepakati oleh Ulama Ahlus sunnah! Iman adalah : segala bentuk ucapan dan amal ketaatan. 

Namun ada yang perlu digaris bawahi soal perselisihan Abu Hanifah ini, dimana kesalahan Abu Hanifah tidak seperti Murji’ah Jahmiah yang mengatakan : 

“Keimanan itu sekedar membenarkan syari’at, orang yang meninggalkan kewajiban dan seluruh amalan agama tidak akan berdampak pada keyakinannya.”

Abu Hanifah dan lainnya dari jajaran ilmuwan fikih di kota Kuufah terjatuh pada permasalahan ini, dan kesalahan ini bagian daripada “Irja” sehingga Ulama-Ulama Sunnah yang datang setelahnya menamai mereka dengan sebutan : Irjaul Fuqoha atau Murjiatul Fuqaha. Meskipun beliau beliau ini menyelisihi undang undang dasar manhaj Salaf tidak serta merta dikatakan bagian dari musuh dakwah, kesalahannya dianggap sangat lebih mending daripada bid’ahnya kelompok Murjiah, bahkan ada sebagian Ulama yang menganggap bahwa perselisihan antara Abu Hanifah dengan Ulama Salaf ini disebabkan oleh pemahaman lafaz yang berbeda.

Nah, kembali kepada para pengikut Hanafiah Maturidah. Meskipun orang orang ini bersikukuh menjelaskan bahwa mereka adalah pengikut Abu Hanifah dalam bab-bab furu’ (cabang permasalahan agama) nyatanya kita juga mendapati ketidak jujurannya dalam meneladani Imam Abu Hanifah, terutama dalam persoalan akidah dan itu banyak, justru mereka mencocoki kesalahan Abu Hanifah.

Berikut ini saya berikan beberapa contoh tidak jujurnya mereka dalam meneladani imamnya, Abu Hanifah an Nu’man bin Tsabit : 

 1. Abu Hanifah meyakini bahwa Allah memiliki wajah dan tangan, sifat marah, sifat ridha dan lainnya dari berbagai jenis sifat-sifat Allah yang sesuai dengan keagungan-Nya. Beliau juga menegaskan bahwa mentakwilnya (menyelewengkan maknanya) sama saja menolak sifat tersebut. 

Nashnya ada pada beberapa sumber yang akan saya sebutkan : 

al Fikhu al Akbar : 27, Syarah al ‘Akidah ath Thahawiyah ibnu Abi al ‘Izz : 1 / 264, Syarah al Fikhu al Akbar milik al Maghnisawi : 56, Syarah al Fikhu al Akbar milik Mulla ‘Ali al Qarii : 66. Bisa dicek dan diliihat pada sumber-sumber tersebut.

Sedangkan Maturidiah menyelisihi Imamnya, tidak sesuai dengan jalan pemahaman Imamnya, mereka justru bersebrangan dengan Imamnya dalam asas dasar akidah, mereka hanya berbangga karena menisbatkan diri kepada Abu Hanifah saat berbicara fikih, namun bersembunyi di balik jeruji Mu’tazilah pada bab akidah dan keyakinan. Mereka menafikan, menolak sifat-sifat Allah yang tersebut di atas, mereka juga mentahrif (distorsi) ayat-ayat serta hadits Nabi ï·º. Allahul musta’an.

2. Abu Hanifah menegaskan bahwa Nabi Musa ‘alaihis salam mendengar kalam Allah, beliau katakan : “Nabi Musa benar mendengar kalam Allah dalam surat an Nisa ayat 164, dan Allah benar benar berfirman kepada Musa. Ucapan Allah saat itu sebagaimana yang dikatakan dalam asy Syura ayat 11 yaitu : tidak ada yang menyerupai-Nya satupun, dan Dia adalah Dzat yang mendengar dan melihat.”

Sumber nashnya ada pada :

al Fikhu al Akbar : 22, Syarah al ‘Akidah ath Thahawiyah ibnu Abi al ‘Izz : 1 / 187, Syarah al Fikhu al Akbar milik al Maghnisawi : 54, Syarah al Fikhu al Akbar milik Mulla ‘Ali al Qarii : 53. 

Ucapan Abu Hanifah ini berbeda dengan apa yang dijelaskan oleh pemimpin Maturidiah, Abu Manshur al Maturidi as Samarqandi, ia mengatakan dalam tafsirnya 3 / 420 pada surat an Nisa ayat 164 :

“Di sana ada perbedaan pendapat, sebagian mengatakan bahwa Allah tidak berbicara namun menciptakan sebuah ucapan dan suara kemudian diberikan kepada siapa yang dikehendaki untuk mendengarnya.

Ada juga yang berpendapat, Allah tidak berbicara akan tetapi menulis sebuah buku kepada Musa sehingga mereka berdua berdialog menggunakan kitab tersebut. Dan itulah makna dari firman Allah : Dan Allah mengajak berbicara Musa dengan suatu obrolan. 

Bukan makna dari ayat tersebut adalah Allah mengajak bicara Musa, aku sendiri tidak mengetahui bagaimana prosesnya, kami hanya mengetahui bahwa Allah mencipatakan sebuah suara yang belum ada sebelumnya, kemudian ia memperdengarkannya kepada Musa sesuai kehendak-Nya, bahkan bisa kepada siapa saja.

Karena perlu kalian ketahui bahwa kalam Allah yang memiliki sifat azali (keabadian) tidak mungkin tersusun dari beberapa huruf, tidak mungkin dirangkai oleh satuan huruf-huruf Hijaiah, tidak pula memiliki suara, singkatnya tidak ada satupun ungkapan makhluk yang sanggup mensifati ucapan-Nya. Adapun ucapan seorang : ini adalah firman Allah, ketahuilah bahwa ini hanya majaz dan muwafakah (menyesuaikan), seperti firman-Nya : Supaya dia mendengar kalamullah (at Taubah ayat 6). 

Tak satu pun makhluk Allah yang sanggup mendengar ucapan Allah yang disifati dengan keabadian azalian, hanya sebatas majaz dan muwafakah.”

Selesai ucapan Abu Manshur al Maturidi as Samarqandi. 

3. Abu Hanifah secara jelas dan tegas menetapkan istiwa (bersemayam) nya Allah di atas ‘Arsy dan itu berada di atas langit. Murid beliau yang bernama Abu Muthi’ al Balkhi mengatakan :

“Aku bertanya kepada Abu Hanifah tentang seseorang yang mengatakan : aku masih belum mengerti di mana Rabbku, apakah Dia bersemayam di atas langit ataukah di bumi! Maka Abu Hanifah menjawab : Sungguh dia telah kafir! Karena Allah berfirman dalam surat Taha ayat 5 : Dzat yang maha penyayang bersemayam di atas ‘Arsy. Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit ke tujuh.

Wahai Syaikh tapi dia mengatakan : Memang Allah bersemayam di atas ‘Arsy-Nya, namun aku tidak mengetahui apakah ‘Arsy-Nya ada di bumi ataukah di langit. Maka Abu Hanifah menjawab : Kalau begitu, dia telah mengingkari keberadaan Allah di atas ‘Arsy dan sungguh dia kafir!”

Lihat sumber berikut :

Syarah al Fikhu al Akbar milik as Samarqandi : 25, Syarah al ‘Akidah ath Thahawiyah ibnu Abi al ‘Izz : 1 / 381. 

Nah, begitulah kurang lebihnya penghianatan Maturidiah Hanafiah atas Imam mereka Abu Hanifah.

Saya jadi teringat ucapan Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al ‘Abbad al Badr pada pelajaran pertama Syarah Muwatha’ Imam Malik, kata beliau:

“mereka ini tidak konsekwen saat mengikuti suatu madzhab tidak jujur dalam mengikuti Imam suatu madzhab. Orang-orang tersebut mengatakan kami ini Syafi’iah, tapi akidahnya tidak seperti Imam Syafi’i. Kami ini Malikiah, namun akidahnya tidak seperti Imam Malik bin Anas. Kami ini Hanafiah, namun keyakinannya justru Maturidiah. Dan kami bermadzhab Hanbali namun tidak seperti Imam Ahmad bin Hanbal.”

Begitulah yang beliau sayangkan dari para pengikut madzhab. 

Bagaimana dengan Hanafiah Maturidiah?

Sungguh! Apa yang diucapkan oleh Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad barusan sangat mewakili jawaban kita mengapa ada hubungan antara Ulama Hanafiah dengan Maturidiah, karena mereka tidak jujur dalam mengikuti Imamnya, tidak konsekwen pada suatu pendirian hanya karena hawa nafsu dan taklidisme.

Allahul musta’an.

Satu hal lagi, bila naskah ini dirasa kurang memuaskan dan kurang jreeet dalam menjabarkan kondisi Imam Abu Hanifah, pengikutnya, dan Maturidiah maka saya sarankan membaca kitab yang berjudul: 

1. Nasyru as Shahifah fii Dzikri as Sahih min Aqwal Aimmati al Jarhi wa at Ta’dil fii Abi Hanifah. Karya Syaikh Abu Abdirrahman Muqbil bin Hadi al Waadi’i, jumlah halamannya sekitar 397-400 halaman, memuat 21 bab dari pembukaan hingga penutupan.

2. Kasyfu al Atsaari asy Syarifah fii Manaqib al Imam Abi Hanifah. Karya Imam Abu Muhammad al Haritsi. Dalam dua jilid, jilid pertama dalam 624 halaman dan jlidi kedua dalam 649 halaman. 

Selamat menikmati pilihan Anda. Semoga Allah memberikan kita taufik dan hidayah.

Menikmati suasana hati yang nyaman, Surakarta.

08 Syawwal 1445 / 16 April 2024 

join us : https://t.me/DermaCerita || ✍️ Al-Akh Hisyam al-Junaidi hafizahullah

KOMENTAR

BLOGGER
Nama

Adab-Akhlak,234,Akhirat,22,Akhwat,108,Anak Muda dan Salaf,238,Anti Teroris,2,Aqidah,279,Arab Saudi,12,Asma wa Shifat,2,Audio,44,Audio Singkat,8,Bantahan,103,Bid'ah,59,Biografi,86,Cerita,64,Cinta,10,Dakwah,47,Doa Dzikir,67,Ebook,15,Fadhilah,71,Faedah Ringkas,17,Fatwa Ringkas,4,Fiqih,344,Ghaib,17,Hadits,169,Haji-Umroh,16,Hari Jumat,31,Hari Raya,5,Ibadah,43,Info,80,Inspiratif,39,IT,10,Janaiz,7,Kata Mutiara,128,Keluarga,237,Khawarij,21,Khutbah,4,Kisah,289,Kitab,6,Kontemporer,155,Manhaj,177,Muamalah,46,Nabi,20,Nasehat,633,Poster,7,Puasa,53,Qurban,18,Ramadhan,51,Rekaman,2,Remaja,155,Renungan,95,Ringkasan,100,Sahabat,69,Sehat,25,Sejarah,53,Serial,3,Shalat,157,Syiah,25,Syirik,15,Tafsir,49,Tanya Jawab,594,Tauhid,54,Tazkiyatun Nafs,108,Teman,20,Thaharah,21,Thalabul Ilmi,149,Tweet Ulama,6,Ulama,88,Ustadz Menjawab,9,Video,20,Zakat,12,
ltr
item
Atsar ID | Arsip Fawaid Salafy: Rahasia antara Hanafiah dan Maturidiah
Rahasia antara Hanafiah dan Maturidiah
mengenal maturudiyah dan hubungannya mazhab hanafiyah.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNtx4M-kfW_65ta-_YgLGdF4MFrqgYMY0TrUHuoYDH9fbV8CE8VV-PTLYtriBP9T_v-1MwMQVozZAyU9ik8zW1EnnMg9nMi939QBZUsEAlSEdisEGDcZIyjOlP-ijXnvQX6toMR5-0s2lkZYhbclTKb9H4f8L5jyHZpN8D1lxrok0ayxFbXaP_H4iIJYaV/s16000/rahasia.png
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNtx4M-kfW_65ta-_YgLGdF4MFrqgYMY0TrUHuoYDH9fbV8CE8VV-PTLYtriBP9T_v-1MwMQVozZAyU9ik8zW1EnnMg9nMi939QBZUsEAlSEdisEGDcZIyjOlP-ijXnvQX6toMR5-0s2lkZYhbclTKb9H4f8L5jyHZpN8D1lxrok0ayxFbXaP_H4iIJYaV/s72-c/rahasia.png
Atsar ID | Arsip Fawaid Salafy
https://www.atsar.id/2024/05/rahasia-antara-hanafiah-dan-maturidiah.html
https://www.atsar.id/
https://www.atsar.id/
https://www.atsar.id/2024/05/rahasia-antara-hanafiah-dan-maturidiah.html
true
5378972177409243253
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts LIHAT SEMUA POST Selengkapnya Balas Batal Balas Hapus Oleh Beranda HALAMAN POSTS Lihat Semua BACA LAGI YUK LABEL ARSIP SEARCH ALL POSTS Al afwu, artikel tidak ditemukan Kembali ke Beranda Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Min Sen Sel Rab Kam Jum Sab Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des baru saja 1 menit yang lalu $$1$$ minutes ago 1 jam yang ago $$1$$ hours ago Kemarin $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago lebih dari 5 pekan yang lalu Pengikut Ikut THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy