Thalabul Ilmi dilakukan di mana pun tempat. Termasuk juga di atas laut.
Mereka Yang Belajar di Atas Laut
Thalabul Ilmi dilakukan di mana pun tempat. Apalagi masing-masing daerah memiliki bentang alam dan hamparan yang berbeda.
Ada yang di tepi persawahan, ada yang di tengah perkebunan, ada yang di pusat kota, ada yang di pinggir desa, ada juga yang di atas ketinggian.
Desa Lolibu adalah desa nelayan. Berhadapan langsung dengan Teluk Lasongko; satu dari sekian banyak teluk di kabupaten Buton Tengah.
Tersebarlah di teluk itu, termasuk di perairan desa Lolibu, bagan-bagan dan keramba-keramba untuk budidaya hasil laut. Ikan karang, rajungan, lobster, dan aneka ikan dipelihara di sana. Benihnya? Didapat dari teluk itu juga.
Botol-botol minuman mineral bekas juga tertata rapi di permukaan teluk. Tandanya, di daerah itu dibudidayakan rumput laut. Botol-botol tersebut berfungsi sebagai pengambang dari jaring-jaring rumput laut.
Untuk sampai ke desa Lolibu dari kota Bau-Bau, ada 3 pilihan alat transportasi, yaitu kapal fery, speedboat, atau jarangka. Jarangka kadang disebut katinting, yaitu perahu berbodi kayu dengan mesin tempel. Ciri khasnya adalah sayap kanan kiri menggunakan bambu sebagai penyeimbang.
Tiba di pelabuhan Wamengkoli, perjalanan dilanjutkan dengan kendaraan darat melewati jalan berkelok, naik turun, kurang lebih 37 km sampai di Lolibu.
Kontur Pulau Muna yang khas akan menemani perjalanan, seperti ; bukit-bukit batu berkapur, kebun jambu mete, dan view laut biru hijau ketika melintasi jalur pantainya.
Dakwah Sunnah di desa Lolibu sudah lama dirintis. Di akhir tahun 80-an dilanjutkan awal 90-an, Sunnah telah dikenal oleh penduduk Lolibu.
Awalnya juga tidak lepas dari gesekan dan benturan dengan masyarakat yang menolak dakwah karena dianggap bertentangan dengan norma-norma adat.
Kekerasan dan intimidasi secara fisik dialami oleh beberapa penduduk yang sudah berkomitmen dengan Sunnah. Tidak jarang, sejumlah pemuda dengan balok-balok kayu menunggu jamaah yang melaksanakan salat berjamaah untuk diganggu.
Hal tersebutlah tidaklah aneh. Bukan sesuatu yang baru. Sebab, setiap dakwah Tauhid, dakwah Sunnah, pasti ada pihak-pihak yang memusuhi.
Nabi Muhammad ï·º ketika didampingi istrinya Khadijah menemui Waraqah bin Naufal, untuk menceritakan peristiwa di gua Hira, Waraqah mengatakan, " Andaikan aku masih muda dan kuat. Duhai andai aku masih hidup saat masyarakatmu mengusirmu ".
Nabi Muhammad ï·º bertanya, " Apakah mereka benar-benar akan mengusirku? ".
Kata Waraqah:
Ù†َعَÙ…ْ، Ù„َÙ…ْ ÙŠَØ£ْتِ رَجُÙ„ٌ Ù‚َØ·ُّ بمِØ«ْÙ„ِ ما جِئْتَ به إلَّا عُودِÙŠَ
" Iya. Tidak ada satu orang pun yang membawa seperti yang engkau bawa melainkan ia pasti dimusuhi " HR Bukhari no.3
Oleh karenanya, untuk berhasil dalam dakwah, teladanilah para nabi! Contohlah kesabaran Nabi Muhammad ï·º! Sebab, kesabaran adalah pangkal keberhasilan.
Dakwah Sunnah di Lolibu pernah melalui masa-masa sulit. Kini sudah 30 tahun lebih berlalu. Alhamdulillah dakwah Sunnah sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Bahkan, banyak ustadz dan pendakwah Sunnah di kepulauan Buton berasal dari Lolibu.
Masjid Nurul Huda, masjid desa yang dulu sulit digunakan, sekarang dimakmurkan dengan taklim dan daurah. Itu semua semata-mata karunia dari Allah Ta'ala.
Nah, ada yang unik di desa Lolibu. Lokasi belajar santri santriwati usia dasar dibangun di atas laut, kurang lebih 30 meter dari tepi pantai. Karena jalurnya hanya satu, maka dibuatlah secara bergiliran antara santri putra dan putri. Setengah hari-setengah hari.
Alhamdulillah. Bacaan Al Qur'an, kalimat Tauhid, doa dzikir, dan salawat salam untuk Nabi digaungkan bergabung suara riak gelombang air teluk Lasongko.
Suara anak-anak di berbagai penjuru bumi dalam halaqah ilmu sebagai generasi penerus Dakwah Sunnah menegaskan bahwa masa depan Islam adalah tanggungjawab bersama. Termasuk mereka yang semangat belajar di atas laut. Baarakallahu fiihim
Selasa 14 Mei 2024.
http://t.me/anakmudadansalaf
KOMENTAR