Pembahasan KDRT menurut Islam : pemicu, sebab munculnya, serta solusi kekerasan dalam rumah tangga.
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
Undang-undang yang dibuat pemerintah negeri ini (no. 23 tahun 2004) mendefenisikan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1:1).
PEMICU KDRT
Menurut penelitian para ahli, KDRT itu memiliki banyak pemicu, di antaranya:
1. SEBAB AGAMA (DINIYAH)
▫️Tidak mendasar agama dalam memilih pasangan hidup.
▫️Seorang ayah terkadang lebih mengutamakan sisi dunia seorang lelaki yang datang melamar putrinya, tanpa menoleh sisi agama dan akhlaknya.
▫️Pasangan suami istri tidak paham tentang agama.
▫️Pasangan suami istri tidak menjalankan syariat Allah dalam kehidupan rumah tangga
▫️Suami tidak paham makna qowwamah (kepemimpinan) yang benar.
2. SEBAB KEJIWAAN
▫️ Trauma masa lalu
Bisa jadi seorang suami memiliki latar belakang keluarga yang broken home, tumbuh tanpa kasih sayang, hidup penuh tekanan dan mungkin pernah jadi obyek kekerasan.
Mungkin yang biasa dia saksikan adalah pukulan, tamparan, tendangan, yang dia dengar adalah caci maki, sumpah serapah.
Akhirnya tumbuhlah dia sebagai pribadi yang bermasalah. Di saat dia telah berumah tangga, kekerasan yang terekam di memorinya dilampiaskan kepada keluarganya.
Seyogyanya bagi ayah yang datang kepadanya seorang lelaki yang ingin melamar puterinya perlu mengetahui latar belakang lelaki yang melamar, apa dan bagaimana keluarganya, dan bagaimana kepribadian si lelaki (kembali kepada masalah agama dan akhlak tentunya), sebagai bentuk ikhtiar menjaga puterinya dari hal-hal yang tidak diinginkan bila nantinya berumah tangga.
▫️ Memiliki "keanehan"/ masalah kejiwaan
Cemburu yang berlebihan, tidak pada tempatnya, tanpa alasan yang masuk akal dan tanpa sebab, misalnya, membuat si suami selalu mengintai istrinya, memata-matai gerak gerik istrinya, penuh curiga, akhirnya menuduh, yang kadang berujung dengan mengancam, memukul dan melukai.
Ini semua bisa mengarah kepada dugaan bahwa si suami memiliki masalah kejiwaan.
Seseorang yang kurang dapat mengontrol emosinya, sedikit- sedikit marah, tidak dapat menguasai diri ketika marah, meluapkan emosi, meledak-ledak tanpa kendali, sampai-sampai dia tidak sadar dengan apa yang diperbuat dan apa yang diucapkannya. Juga bisa menunjukan dia ada masalah kejiwaan.
Ini sekedar contoh.
3. SEBAB EKONOMI
Tidak sabar dengan kemiskinan dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan keluarga.
Suami menjadi sempit dadanya dan bertambah stres manakala istri terlalu banyak tuntutan atau melemparkan celaan dan ejekan akan ketidakmampuan suami.
Apalagi membandingkannya dengan suami- suami orang lain.
Tidak kuat menanggung semua itu, meledaklah emosi si suami dan terjadilah apa yang terjadi.
SOLUSI KDRT
1. Mengagungkan Allah ta'ala dengan pengagungan yang sebenar- benarnya sehingga apa yang merupakan aturan-Nya dipatuhi.
Ini menuntutnya untuk belajar ilmu syar'i agar dapat mengenal-Nya dengan semestinya dan bertakwa kepada-Nya dengan sebenar- benar takwa.
2. Memilih pasangan hidup yang baik agama dan akhlaknya, baik pihak laki-laki maupun pihak wanita. Menjadikan agama dan akhlak sebagai prioritas utama, adapun selainnya menyusul di belakang.
3. Pasangan yang akan menikah harus mengetahui tentang berumah tangga itu seperti apa, apa tujuannya, mengetahui tentang hak dan kewajiban masing-masing, sehingga diperlukan pemahaman ilmu syar'i dari kedua belah pihak. "Belajarlah sebelum melangkah! beramal".
4. Memahami makna qawwamah dengan benar dan istri pun harus mengetahui posisi suami sebagai qawwam.
5. Memberikan uzur atas kesalahan yang dilakukan istri dan introspeksi diri. Ada perkataan bagus yang disandarkan kepada Fudhail bin 'lyadh, "Aku bermaksiat kepada Allah ta'ala maka aku mengetahui pengaruh hal itu pada sikap/perangai (yang tidak semestinya dan tidak biasanya dari) keledaiku, pembantuku dan istriku, bahkan tikus di rumahku." (Al-Bidayah wan Nihayah, al-Hafizh Ibnu Katsir)
6. Melupakan masa lalu yang kelam dengan menerima takdir Allah ta'ala dan berbaik sangka kepada-Nya. Hendaknya si suami berpikir apakah dia akan mewariskan kelamnya hidup kepada anak-anaknya sebagaimana yang dulu dialaminya. Apakah dia akan menyengsarakan istrinya sebagaimana ibunya dahulu disengsarakan. Hendaknya dia mengganti suramnya masa lalunya dengan memberikan kebahagiaan kepada anak dan istrinya, agar mereka tidak merasakan susah sebagaimana susah dirinya dahulu.
7. Jika salah seorang dari suami atau istri memiliki masalah kejiwaan, hendaknya dengan penuh iman, keyakinan dan kesabaran diterapi dengan ayat-ayat al-Qur'an, karena pada al-Qur'an ada obat bagi penyakit kalbu dan penyakit badan.
Sebagaimana Allah تعالى berfirman:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Dan Kami turunkan dari al-Qur'an apa yang merupakan obat (kesembuhan) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Q.S. al-Isra: 82)
قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا هُدًى وَشِفَاءُ
Artinya: Katakanlah (wahai Muhammad), 'Al-Qur'an itu bagi orang-orang yang beriman merupakan petunjuk dan obat (kesembuhan).' (Q.S. Fushshilat: 44)
Hendaknya pula melazimi zikir-zikir yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan diruqyah dengan bacaan-bacaan ruqyah yang syar'i, selain itu menempuh pengobatan Nabawiyah yang diberkahi.
Bila di sana ada dokter ahli jiwa yang lurus agamanya, seorang dokter muslim yang terpercaya lagi amanah, maka tidak apa-apa mendatanginya untuk berkonsultasi.
8. Menumpulkan tajamnya kemarahan dengan memohon perlindungan dari Allah (isti'adzah) dari gangguan syaitan, berwudhu. Jika saat emosi dia sedang berdiri, maka duduklah, yakni berpindah posisi.
9. Ketika muncul prasangka tanpa bukti dan keraguan yang tidak pada tempatnya terhadap istri, hendaknya suami mengingat sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam :
(( إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ))
Artinya: Hati-hati kalian dari prasangka (yang buruk) karena prasangka (yang buruk) itu adalah ucapan yang paling dusta. (Muttafaqun 'alaih)
10. Jangan tenggelam dalam tuntutan kehidupan dunia, ingin mengejar orang-orang dalam dunia mereka agar bisa setara dengan mereka. Pada akhirnya mungkin akan tertimpa stress dan depresi mana kala dunia yang dikejar tidak jua diperoleh. Akhirnya memancing munculnya sikap-sikap yang tidak terpuji. Anak dan istri jadi sasaran kekesalan.
Hendaknya menyadari hakekat kehidupan dunia. Dengan begitu dia tidak akan berambisi terhadap dunia dan bisa bersabar ketika susah, bersyukur ketika beroleh nikmat dan qana'ah terhadap apa yang Allah berikan.
Hendaknya dia pakai waktunya untuk taat kepada Rabbnya dan mendekat kepada-Nya
Pekerjaan dunianya dia niatkan untuk meraih pahala dan wasilah untuk beribadah kepada Allah.
Dia sempatkan waktu untuk duduk-duduk bersama anak istrinya untuk merekatkan hubungan. Bercanda dan bergurau bersama mereka, memasukkan kebahagiaan di hati mereka dengan niat beroleh ridha Allah ta'ala.
11. Lebih giat dalam berusaha agar bisa menutupi kebutuhan keluarganya. Mencari dan menempuh sebab-sebab dimudahkannya rezeki, menjauhi maksiat dan dosa, banyak bertaubat dan beristighfar, banyak melakukan ketaatan, tawakal dan banyak berdoa kepada Allah
Allah ta'ala berfirman:
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Artinya: Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah jadikan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak dia sangka. Dan siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya. (Q.S. ath-Thalaq: 2-3)
12. Ridha dengan takdir Allah ketika mengalami kerugian harta atau musibah yang lainnya. Karena kerugian tersebut bukanlah akhir dari segalanya. Sehingga tidak sepantasnya seseorang depresi karenanya lalu bertindak tanduk yang tidak terpuji.
13. Istri harus pandai membawa diri agar tidak memancing emosi suaminya. Mana kala suaminya marah, istri jangan melawan. jangan bersuara keras dan membantah. Sabarlah dan diamlah hingga emosi suami mereda.
Diringkas dari buku "Menggapai Sakinah di Jalan Sunnah" halaman 351-358, penulis Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah حفظها الله.
http://t.me/nisaaassunnah
KOMENTAR