Abu Ubaidah, setelah membaca surat itu sadar, bahwa tujuan Amirul Mukminin hanya satu, berusaha mengeluarkannya dari Syam.
Surat Ini Seperti Meyakinkanku Akan Kematiannya
"Salamun Alaik," Demikian Amirul Mukminin Umar bin Khattab memulai suratnya, "amma ba'du, sesungguhnya aku memiliki satu kepentingan bersamamu. Maka aku memintamu dengan sangat, bila surat ini telah sampai kepadamu, jangan pernah engkau meletakkan surat ini dari tanganmu hingga kau menemuiku."
Abu Ubaidah, setelah membaca surat itu sadar, bahwa tujuan Amirul Mukminin hanya satu, berusaha mengeluarkannya dari Syam. Menghindarkannya dari Tha'un Amawas.
Thaun Amawas. Sebuah wabah pes mematikan yang bermula muncul dari daerah Amawas. Perkampungan yang terletak antara Ramlah dengan Baitul Maqdis.
"Semoga Allah mengampuni Amirul Mukminin." Gumam Abu Ubaidah.
Dengan santun, Abu Ubaidah menulis surat balasannya:
"Wahai Amirul Mukminin, sungguh, aku telah mengetahui keperluan anda bersamaku. Dan sungguh, saya sedang berada di tengah pasukan muslimin, saya tak menemukan sedikit pun rasa ketidaksukaan pada diri saya terhadap mereka. Saya tak ingin lekas meninggalkan mereka hingga Allah yang memutuskan apa yang akan saya maupun mereka lalui.
Maka," lanjut Abu Ubaidah, "untuk saat ini tolong bebaskan saya dari keperluan anda wahai Amirul Mukminin. Biarkan aku membersamai pasukanku."
Di tengah wabah yang mencekam, Abu Ubaidah begitu kokoh, tegar, dan memiliki keyakinan yang tinggi.
Membaca surat Abu Ubaidah, Umar menangis.
Para tokoh yang hadir di hadapan Umar bertanya iba, "Wahai Amirul Mukminin, telah wafatkah Abu Ubaidah?"
"Belum," jawab Umar, "akan tetapi surat ini seperti meyakinkanku akan kematiannya."
Mengerti bahwa Abu Ubaidah takkan pergi keluar Syam, Umar kembali menulis arahannya:
"Salamun 'Alaik. Amma ba'du, sesungguhnya rakyatmu tinggal di dataran rendah, maka bawalah mereka ke dataran tinggi."
Sesampainya surat tersebut, Abu Ubaidah memanggil Abu Musa, kata beliau: "Sesungguhnya telah sampai kepadaku surat dari Amirul Mukminin. Perintahnya sudah jelas. Maka keluarlah, cari untuk kami sebuah tempat di dataran tinggi yang layak ditinggali. Pergi hingga aku menyusulmu bersama masyarakat yang lain.
Abu Musa pun kembali ke rumahnya, mempersiapkan segala keperluan untuk pencariannya, tak disangka, istri Abu Musa telah terkena wabah. Abu Musa segera kembali kepada Abu Ubaidah. Meminta udzur tak bisa pergi meninggalkan istrinya sementara waktu. "Demi Allah, keluargaku baru saja mendapat kejadian besar." Kata Abu Musa.
"Jangan-jangan istrimu juga sudah terkena wabah?" Abu Ubaidah merasa cemas.
"Iya." Jawab Abu Musa.
Abu Ubaidah pun meminta disiapkan unta tunggangannya. Beliau akan berangkat sendiri, menuntun kaum muslimin menuju dataran tinggi Syam.
Unta tunggangan itu kini berada di hadapan Abu Ubaidah.
Tiba-tiba, saat beliau menginjakkan kakinya di sanggurdi unta tadi, Abu Ubaidah sadar, dirinya telah terkena wabah pula. Akan tetapi, beliau tetap melanjutkan perjalanannya. Sampai akhirnya Abu Ubaidah menuntun kaum muslimin menuju Al-Jabiyah.
Sebelumnya, Abu Ubaidah berkhotbah di hadapan masyarakat: "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya wabah ini adalah kasih sayang dari Rabb kalian, doa nabi kalian, pun wabah ini adalah kematian orang-orang salih sebelum kalian.
Sesungguhnya Abu Ubaidah telah meminta kepada Allah untuk memberikan sedikit bagian dari kebaikan ini untuk Abu Ubaidah."
Dari jemari, sakit itu terus menjalar ke tubuh Abu Ubaidah, hingga di Fihl, sekitar Beisan, Abu Ubaidah wafat.
Sesuai janji Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-,
وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ
"Abu Ubaidah bin Al-Jarrah ( kelak ) berada di surga"
(Shahih Ibnu Majah: 7002)
Abu Ubaidah pun menepatinya di tahun 18 H. Di usianya yang ke 58 tahun. Ubannya pun telah diwarnai kemerahan. Di tanah jihadnya, di tengah masyarakatnya, Abu Ubaidah menghembuskan nafas terakhir.
•Al-Bidayah Wan-Nihayah: 7/187-188
•Siyar A'lamin Nubala: 1/5-23
#Salaf #Wafayat
Join Telegram: https://t.me/LisanulQolam
KOMENTAR