Pembahasan Lengkap Fikih Ketika Musim Dingin (Hujan) dalam Pandangan Islam
MUSIM DINGIN (HUJAN) DALAM PANDANGAN ISLAM
Oleh : Ustadz Abu 'Abdirrahman Muhammad Rifqi hafizhahullah
Sesungguhnya perputaran waktu dan berubahnya keadaan (siklus cuaca) dari panas ke dingin dan dari musim kemarau ke musim hujan, di dalamnya mengandung hikmah Allah dan menunjukkan akan kekuasaan Allah serta rububiyah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah Ta'ala berfirman:
يُقَلِّبُ ٱللَّهُ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِّأُو۟لِى ٱلْأَبْصَٰرِ
"Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan." [QS. an-Nur ayat 44]
Demikianlah musim-musim dalam setahun yang Allah pergilirkan waktunya kepada kita di dalamnya terkandung pelajaran yang terjabarkan dalam bentuk hukum-hukum dan berbagai permasalahan.
Maka seyogyanya bagi setiap muslim untuk mempelajari tentang hukum-hukum dan berbagai permasalahan yang terkait dalam hal ini serta mengamalkannya agar dalam menghadapi kondisi yang demikian selalu dalam ketaatan kepada Allah.
Dalam kesempatan ini kita akan mengangkat pembahasan terkait kondisi cuaca yang saat ini kita berada di dalamnya yaitu musim dingin (hujan).
Tidaklah disebutkan kalimat 'musim dingin' dalam al-Qur'an melainkan hanya disebutkan 1 kali saja yaitu pada surat Quraisy.
Al-Imam Malik rahimahullah berkata:
الشتاء نصف السنة، والصيف نصفها
"Musim dingin (hujan) adalah setengah tahun dan musim panas (kemarau) adalah setengah berikutnya."
Riwayat ini dinukil oleh al-Imam al-Qurthubi rahimahullah dalam kitab tafsirnya pada jilid ke 20. Demikian pula riwayat ini dinukil oleh al-Imam Abu Bakr Ibnul 'Arabi rahimahullah - salah seorang ahli fikih Madzhab Maliki - dalam kitabnya 'Ahkamul Qur'an' pada jilid ke 4.
Terkait ucapan beliau:
الشتاء نصف السنة، والصيف نصفها
"Musim dingin adalah setengah tahun dan musim panas adalah setengah berikutnya."
Al-Imam Abu Bakr Ibnul 'Arabi rahimahullah memberikan komentar:
والذي قال مالك أصح لأجل قسمة الله الزمان قسمين ولم يجعل لهما ثالثا
"Dan apa yang diucapkan oleh Malik adalah paling benar dikarenakan Allah membagi waktu menjadi 2 bagian dan tidak menjadikan yang ke 3."
Turunnya hujan pada musim dingin terkadang membawa rahmat dan terkadang membawa adzab sebagaimana yang terjadi di alam.
Disebutkan dalam 'ash-Shahihain' dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
وكان إذا رأى غيما أو ريحا عرف في وجهه فقالت يا رسول الله إن الناس إذا رأوا الغيم فرحوا رجاء أن يكون فيه المطر وأراك إذا رأيته عرفت في وجهك الكراهة فقال يا عائشة ما يؤمنى أن يكون فيه عذاب؟ عذب قوم بالريح وقد رأى قوم العذاب فقالوا (هذا عارض ممطرنا) [الأ حقاف.٢٤]
"Aisyah berkata, "Ketika Rasulullah melihat awan atau angin, maka terlihat diwajahnya. Lalu Aisyah berkata, "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya orang-orang apabila melihat awan hitam, mereka bergembira seraya mengharap agar awan tersebut mengandung hujan, tetapi saya melihat jika engkau melihat awan hitam, tampak di wajahmu rasa tidak tenang." Lalu Nabi berkata, "Wahai Aisyah!, yang saya khawatirkan adalah turunnya adzab. Ada kaum yang disiksa dengan angin, sungguh segolongan kaum telah melihat siksa lalu mereka berkata, (Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami)" (Al Ahqaaf : 24)." [HR. al-Bukhari no. 65 dan Muslim no. 9]
Demikian pula diriwayatkan oleh al-Imam Muslim dari sahabat 'Aisyah radhiyallaahu 'anha berkata:
كان رسول الله إذا كان يوم الريح والغيم عرف ذلك في وجهه، وأقبل وأدبر، فإذا مطرت شر به، وذهب عنه ذلك، ويقول إذا رأى المطر: رحمة
"Dahulu Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam apabila cuaca berangin kencang dan berawan (hitam) maka hal itu terlihat jelas (rasa ketidaktenangan) pada rona wajah beliau. Beliau bolak-balik keluar masuk rumah. Apabila ternyata turun hujan maka beliau pun gembira dengannya dan beliau pun jadi pergi (meninggalkan rumah). Kemudian beliau mengatakan, "Apabila melihat hujan maka itu adalah rahmat." [HR. Muslim no. 899]
Al-Imam an-Nawawi menjelaskan hadits ini:
"Bahwasanya ketakutan Rasulullah shalallahu alahi wa salam merupakan kekhawatiran bahwasanya cuaca tersebut merupakan adzab yang akan ditimpakan kepada pelaku maksiat."
Dan kegembiraan beliau menunjukkan telah hilang kekhawatiran yang demikian.
Adapun hukum-hukum dan permasalahan yang terkait hal ini adalah sebagai berikut:
1. Air hujan hukumnya adalah suci dan mensucikan.
Dalilnya Firman Allah Ta'ala:
وَأَنزَلْنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً طَهُورًا
"Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih." [QS. al-Furqon ayat 48]
Maka air hujan hukumnya adalah suci dan mensucikan sehingga boleh digunakan untuk berwudhu dan mandi.
2. Berwudhu dalam kondisi cuaca dingin keutamaannya adalah sebagai penghapus dosa-dosa dan sebagai salah satu sebab diangkatnya derajat.
Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ثلاث كفارات: انتظار الصلاة بعد الصلاة، وإسباغ الوضوء في السبرات، ونقل الأقدام إلى الجماعات
"Ada 3 amalan sebagai penghapus dosa-dosa:
1. Menunggu datangnya salat berikutnya setelah dia melaksanakan salat (di masjid).
2. Tetap menyempurnakan wudhu di saat kondisi cuaca yang sangat dingin.
3. Melangkahkan kaki untuk salat berjamaah (di masjid).
[Hadits ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan selainnya, disebutkan dalam kitab 'Shahih al-Jami' ash-Shaghir' dan 'as-Silsilah al-Ahadits-ash-Shahihah' no. 1802]
Sebagaimana disebutkan oleh al-Munawi dalam syarahnya:
السبرات هي شدة البرد. السبرات جمع سبرة. والسبرة هي شدة البرد.
"As-Sabarat adalah kondisi cuaca yang sangat dingin. As-Sabarat adalah bentuk jamak dari kata 'as-Sabrah'. As-Sabrah adalah kondisi cuaca yang sangat dingin."
Al-Imam al-Qurthubi juga mengatakan dalam kitabnya 'al-Mufhim' jilid yang ke 3:
إسباغ الوضوء في المكاره، أي تكميله وإيعابه مع شدة البرد وألم الجسم ونحوه.
"Isbaghul wudhu dalam kondisi sulit maksudnya adalah menyempurnakannya dalam kondisi cuaca yang sangat dingin, sakit dan lainnya."
Al-Hafizh an-Nawawi dalam 'Syarh Muslim' membawakan ucapan al-Qadhi 'Iyadh:
إسباغ الوضوء تمامه، والمكاره تكون بشدة البرد وألم الجسم ونحوه.
"Isbaghul wudhu adalah menyempurnakannya, dan kondisi yang sulit adalah cuaca yang sangat dingin, sakit dan lainnya."
Kesimpulan: wudhu dalam kondisi cuaca yang sangat dingin pada musim dingin (hujan) akan menghapuskan dosa-dosa.
Sebagian manusia mereka bermudah-mudahan dalam perkara bersuci di musim dingin dalam kondisi cuaca yang sangat dingin. Yaitu mereka kurang dalam menyempurnakan wudhunya dikarenakan mengenakan pakaian yang berlapis-lapis untuk menahan hawa dingin.
Contoh:
Sebagian mereka kurang mengangkat atau menyingsingkan lengan bajunya ketika membasuh tangan sehingga air wudhu pun tidak sampai ke siku. Sehingga wudhunya pun menjadi batal dan lain sebagainya.
Termasuk pula dalam hal ini adalah kurang sempurna dalam istinja (cebok) setelah buang hajat dikarenakan cuaca yang sangat dingin.
Maka ini semua adalah kesalahan yang wajib diperingatkan darinya. Menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk benar-benar memperhatikannya terkhusus dalam permasalahan buang hajat. Karena barangsiapa yang kurang sempurna dalam membersihkan diri tatkala buang hajat, merupakan salah satu penyebab dari adzab kubur. Tatkala Rasulullah shalallaahu alaihi wa sallam melewati 2 kubur beliau berkata:
إنهما ليعذبان، وما يعذبان في كبير، أما أحدهما فكان لا يستتر
"Sesungguhnya keduanya sedang diadzab. Dan tidaklah keduanya diadzab disebabkan oleh suatu perkara yang sulit (besar). Adapun salah satu darinya dia tidak membersihkan diri ketika buang hajat." [HR. al-Bukhari no. 218]
Seyogyanya bagi seorang muslim untuk bersemangat dalam berwudhu dan bersabar tatkala menghadapi kondisi cuaca yang sangat dingin serta hendaklah tetap menyempurnakan wudhunya dalam kondisi yang demikian sebagaimana yang diperintahkan agar bisa meraih keutamaan yang sangat agung ini.
3. Apabila turun hujan, jalanan pun menjadi basah serta tanah pun bercampur dengan air (lumpur), maka hendaklah diketahui bahwasanya tanah pada jalanan hukum asalnya adalah suci dan tidak diwajibkan untuk menyiram baju kotor yang terkena lumpur tersebut.
Sebagaimana disebutkan dalam kitab 'Mushannaf' karya 'Abdurrazaq dari beberapa tabi'in. Bahwasanya tatkala hujan kaki-kaki mereka tercelup dalam kubangan lumpur. Kemudian tatkala masuk ke dalam masjid mereka pun langsung melaksanakan salat. ["Mushannaf 'Abdur Razaq", no 93 dan 96]
4. Tatkala turun hujan, diperbolehkan untuk meninggalkan salat berjamaah di masjid bagi laki-laki. Sebagaimana diketahui bahwasanya melaksanakan salat berjamaah di masjid hukumnya adalah wajib bagi laki-laki.
Maka hujan merupakan salah satu udzur untuk boleh meninggalkan salat berjamaah di masjid bagi laki-laki baik hujan lebat maupun hujan gerimis.
Berdasarkan hadits Usamah bin Umair radhiyallaahu 'anhu berkata:
كنا مع رسول الله زمن الحديبية، وأصابنا مطر، لم يبل أسافل نعالنا، فنادى منادي رسول الله: أن صلوا في رحالكم
"Dahulu kami pernah bersama Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam pada masa perjanjian al-Hudaibiyah. Ketika hujan turun membasahi kami namun tidak sampai membasahi bawah sandal-sandal kami (hujan gerimis). Maka salah seorang muadzin Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam menyerukan, "Salatlah di rumah-rumah kalian"." [HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah]
Ibnu Hibban rahimahullah membuat sebuah bab dalam kitab 'Shahih'nya:
ذكر البيان بأن حكم المطر القليل وإن لم يكن مؤذيا حكم الكثير المؤذي منه
"Bab penjelasan tentang hukum hujan gerimis walaupun tidak menyusahkan seperti hujan lebat yang menyusahkan (untuk ke masjid)."
Al-Imam al-Qurthubi mengatakan dalam kitabnya "al-Mufhim" jilid ke 3 setelah beliau menyebutkan hadits-hadits tentang keringanan salat:
وظاهرها جواز التخلف عن الجماعة للمشقة اللاحقة من المطر والريح والبرد، وما في معنى ذلك من المشاق المحرجة في الحضر والسفر
"Dan yang nampak dari hadits-hadits tersebut adalah bolehnya meninggalkan salat berjamaah tatkala ada kesulitan seperti hujan, angin kencang, hawa dingin dan perkara-perkara yang semakna dengannya dari kondisi kesulitan yang darurat baik ketika mukim maupun bepergian (safar)."
Disebutkan dalam riwayat al-Imam Muslim rahimahullah dari sahabat Jabir radhiyallaahu 'anhu berkata:
خرجنا مع رسول الله في سفر، فمطرنا، فقال: ليصل من شاء منكم في رحله
"Suatu hari kami keluar bersama Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan. Maka hujan pun turun membasahinya kami. Kemudian beliau bersabda, "Hendaklah melaksanakan salat barangsiapa yang mau diantara kalian untuk melaksanakan salat di rumahnya." [HR. Muslim no. 6890]
Maka nabi shalallaahu 'alaihi wa sallam memberikan keringanan kepada mereka untuk salat di rumah-rumah mereka dan tidak menghadiri salat berjamaah di masjid dengan sebab hujan.
Ibnu Hibban rahimahullah juga membuat bab dalam kitab "Shahih"nya:
ذكر البيان بأن الأمر بالصلاة في الرحال لمن وصفنا أمر إباحة لا أمر عزم
"Bab penjelasan tentang perintah untuk melaksanakan salat di rumah-rumah bagi orang yang kami sifatkan adalah perintah yang bentuknya pembolehan dan bukan berupa penetapan."
5. Beberapa tata cara lafazh (kalimat) adzan yang diucapkan tatkala turun hujan.
Berikut ini adalah tata cara mengucapkan beberapa lafazh adzan tatkala hujan yang bisa dipilih oleh seorang muadzin:
1. Seorang muadzin mengganti lafazh (kalimat) yang seharusnya "Hayya 'Ala Shalah" dengan lafazh (kalimat) "Shallu Fi Rihalikum" (salatlah di rumah-rumah kalian)
2. Atau setelah selesai adzan, muadzin mengucapkan:
"Shallu Fi Rihalikum" atau "Shallu Fi Buyutikum"
3. Atau setelah kalimat "Hai'alataini" yaitu "Hayya 'Ala Shalah" dan "Hayya 'Alal Falah", muadzin mengucapkan:
"Shallu Fi Rihalikum"
Disebutkan dalam "ash-Shahihaini" dari sahabat Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, suatu hari beliau mengatakan kepada muadzinnya tatkala hari hujan:
إذا قلت: أشهد أن محمدا رسول الله، فلا تقل: حي على الصلاة، قل: صلوا في بيوتكم
"Apabila engkau mengucapkan "Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah" maka janganlah engkau mengucapkan "Hayya 'Ala Shalah" akan tetapi ucapkan "Shallu Fi Buyutikum"."
Kemudian Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma berkata:
فعله من هو خيرا مني، يعني رسول الله
"Hal ini dilakukan oleh orang yang lebih baik dari aku." Maksudnya adalah Rasulullah shalallaahu 'alahi wa sallam. [HR. al-Bukhari no. 901 dan Muslim no. 699]
Disebutkan pula dalam "ash-Shahihaini" dari Nafi' berkata:
أذن ابن عمر في ليلة باردة بضجنان، ثم قال: صلوا في رحالكم، فأخبرنا أن رسول الله كان يأمر موْذنا يؤذن. ثم يقول على إثره: ألا صلوا في الرحال. في الليلة الباردة، أو المطيرة في السفر
"Ibnu Umar mengumandangkan adzan pada suatu malam yang dingin di Dhajnan kemudian beliau mengumandangkan: "Shallu Fi Rihalikum (shalatlah di rumah-rumah kalian", beliau memberitahukan kepada kami bahwasanya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dahulu memerintahkan muadzin untuk mengumandangkan adzan. Kemudian pada akhir adzan beliau mengucapkan:
"Ketahuilah, salatlah kalian di rumah-rumah, di malam yang dingin atau hujan dalam bepergian (safar)." [HR. al-Bukhari no. 632 dan Muslim no. 697]
6. Disyariatkan melakukan salat jamak ketika hujan, ketika ada keperluan mendesak dan sesuatu yang lain dengan catatan tidak dijadikan sebagai kebiasaan.
Apabila didapati ada keperluan yang mendesak atau rasa berat yang menimpa seorang muslim, maka disyariatkan baginya untuk menjamak salat sekalipun dalam kondisi mukim.
Menjamak salat merupakan bentuk keringanan untuk menghilangkan rasa berat.
Dengan mengambil rukhshah (keringanan), banyak membantu manusia yang notabene memiliki pekerjaan yang cukup vital menyangkut nyawa atau kondisi-kondisi yang cukup mendesak sehingga sangat butuh untuk menjamak salat seperti para dokter (tatkala operasi), petugas pemadam kebakaran dan selain mereka.
Disebutkan riwayat dalam "Shahih Muslim" dari sahabat Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma bahwasanya beliau mengatakan:
صلى رسول الله الظهر والعصر جميعا، والمغرب والعشاء جميعا، في غير خوف، ولا سفر.
"Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam melaksanakan salat Zuhur dan salat Asar dijamak, salat Maghrib dan salat Isya dijamak. Tanpa udzur karena rasa takut dan karena bepergian." [HR. Muslim no. 705]
Yaitu beliau melakukan salat jamak di sini dalam keadaan mukim (tidak bepergian).
Riwayat tersebut juga dishahihkan oleh al-Imam Ibnu 'Abdil Bar rahimahullah dalam kitabnya "al-Istidzkar" dan diriwayatkan pula oleh al-Imam Malik rahimahullah dalam kitabnya "al-Muwaththa".
Al-Imam Ibnu 'Abdil Bar rahimahullah memberikan komentar terhadap riwayat tersebut sebagai berikut:
أرى ذلك كان في مطر
"Aku memahami riwayat tersebut bahwasanya yang demikian ini dilakukan tatkala turun hujan."
Pendapat ini disepakati oleh al-Imam asy-Syafi'i dan selain beliau.
Kesimpulan:
Maka dari sini jelaslah bahwasanya alasan untuk disyariatkannya menjamak salat adalah dalam rangka untuk menghilangkan rasa berat dari umat ini.
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitabnya "Syarh Shahih Muslim" pada jilid ke 5 beliau mengatakan:
وذهب جماعة من الأئمة إلى جواز الجمع في الحضر للحاجة لمن لا يتخذه عادة
"Sekian banyak para ulama berpendapat tentang bolehnya menjamak salat dalam keadaan mukim karena ada keperluan tertentu bagi seseorang dan tidak dijadikan sebagai kebiasaan."
Ini merupakan pendapat Ibnu Sirin rahimahullah, Asyhab rahimahullah - salah seorang murid al-Imam Malik rahimahullah dan sejumlah ulama ahli hadits.
Pendapat ini dipilih oleh Ibnul Mundzir rahimahullah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah mengatakan dalam kitabnya "al-Fath" pada jilid ke 2, "Yang demikian ini juga pendapat al-Imam az-Zarqani rahimahullah dalam syarh (penjelasan)nya terhadap kitab "al-Muwaththa" pada jilid pertama."
Al-Imam al-Khattabi rahimahullah, mengatakan dalam kitabnya "Ma'alimus Sunan" pada jilid pertama, hal. 246:
"Yang demikian ini juga pendapat Malik, Syafi'i dan Ahmad."
Kesimpulan:
Tidak ada perbedaan antara masjid yang dekat dengan masjid yang jauh dalam hal bolehnya menjamak salat tatkala hujan.
Disebutkan oleh al-Imam asy-Syafi'i rahimahullah dalam kitabnya "al-Umm" pada jilid pertama, hal. 95:
"Dan tidak boleh menjamak salat di rumah atau mushalla (tempat salat selain masjid) karena adanya halangan (udzur) yang berupa hujan, dan kebolehan ini hanya dilakukan (secara berjamaah) di masjid saja. Dikarenakan keluar ke masjid dalam situasi seperti ini merupakan kondisi yang berat."
Kesimpulan:
Menjamak salat karena adanya halangan (udzur) yang berupa hujan, cuaca dingin, angin kencang dan sebagainya hanya bisa dilakukan secara berjamaah di masjid dikarenakan yang demikian ini merupakan udzur yang sifatnya umum.
Adapun udzur yang sifatnya pribadi seperti sakit, adanya gangguan dan lain sebagainya maka boleh baginya untuk menjamak salat di rumah dikarenakan udzur tersebut terkait dengan rasa berat yang menimpa pribadi orang yang salat itu saja, dan tidak terkait dengan turunnya hujan di musim dingin (hujan).
Wanita dalam perkara udzur ini kedudukannya sama dengan laki-laki dalam hal udzur rasa berat, sakit dan gangguan.
Sehingga disyariatkan bagi laki-laki dan wanita untuk menjamak salat dalam keadaan mukim apabila didapati rasa berat dan rasa sakit.
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إذا حضر أحدكم أمر يخشى فوته فليصل هذه الصلاة
"Apabila salah seorang diantara kalian mendapati suatu urusan yang dikhawatirkan akan mengakibatkan terluput waktu salat maka kerjakanlah salat ini." [HR. an-Nasa'i no. 597, dishahihkan oleh al-Albani dalam "ash-Shahihah" jilid 3 no. 358]
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إذا حضر أحدكم أمر يخشى فوته فليصل هذه الصلاة
"Apabila salah seorang diantara kalian mendapati suatu urusan yang dikhawatirkan akan mengakibatkan terluput waktu salat maka kerjakanlah salat ini." [HR. an-Nasa'i no. 597, dishahihkan oleh al-Albani dalam "ash-Shahihah" jilid 3 no. 358]
Maksud ucapan beliau: "Maka kerjakanlah salat ini" yaitu jamaklah salat tersebut.
7. Menjamak salat sunnah.
Apabila kaum muslimin membutuhkan salat berjamaah dalam menjamak salat zhuhur dan ashar, maghrib dan isya ketika hujan, maka salat sunnah boleh dilakukan secara jamak.
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan:
والصواب الذي قاله المحققون أنه يصلي سنة الظهر التي قبلها، ثم يصلي الظهر، ثم العصر، ثم سنة الظهر التي بعدها، ثم سنة العصر.
"Dan yang benar adalah apa yang dikatakan oleh para ulama ahli tahqiq (peneliti) yaitu dia melakukan salat sunnah zhuhur qabliyah kemudian salat zhuhur dan ashar (jamak). Setelah itu melakukan salat sunnah zhuhur ba'diyah kemudian melakukan salat sunnah ashar."
Ini merupakan pendapat yang dikuatkan oleh al-Imam an-Nawawi rahimahullah dan mencocoki dalil-dalil.
Ucapan beliau ini bisa dilihat pada kitab "Raudhatut Thalibin" jilid 1, hal. 402.
8. Tata cara adzan dan iqamat tatkala salat jamak.
Tatkala dibutuhkan untuk menjamak salat, dilakukan secara berjamaah di masjid. Dengan udzur hujan atau cuaca yang sangat dingin. Bagaimana cara adzan dan iqamat?
Tentang tata cara adzan dan iqamat tatkala salat jamak, ada 2 pendapat di kalangan para ulama.
Adapun pendapat yang paling kuat (rajih) dari 2 pendapat tersebut adalah pendapat jumhur ulama yang menyatakan bahwa adzan dilakukan cukup 1 kali (untuk semua salat), dan iqamat dilakukan setiap melakukan 1 salat.
Dalilnya:
Hadits Jabir radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim rahimahullah.
Sahabat Jabir radhiyallahu 'anhu berkata:
أن النبي صلى الصلاتين بعرفة بآذان واحد وإقامتين، وأتى المزدلفة فصلى بها المغرب والعشاء بآذان واحد وإقامتين
"Bahwasanya nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam melakukan salat jamak di 'Arafah dengan 1 kali adzan dan 2 kali iqamat. Kemudian beliau sampai di Muzdalifah, beliau melakukan salat jamak yaitu salat maghrib dan salat isya dengan 1 kali adzan dan 2 kali iqamat." [HR. Muslim no. 1218]
Al-Imam asy-Syafi'i rahimahullah berkata:
وفيه الدلالة على أن كل من جمع بين الصلاتين، في وقت الأولى منهما، وأذن للأولى، وفي الآخرة يقيم بلا آذان
"Dan dalam hadits ini menunjukkan bahwa setiap orang yang ingin melakukan salat jamak maka pada saat itu dilakukan adzan 1 kali pada awal salat dan setiap selesai salat mau menegakkan salat yang kedua maka dilakukan iqamat dengan tanpa adzan." [Al-Umm, jilid 1, hal. 106]
Kesimpulan:
Kalau seandainya manusia butuh untuk menjamak salat dengan udzur hujan dan cuaca yang sangat dingin, kemudian para jamaah masjid sepakat untuk melakukan salat jamak - misal mereka sepakat untuk melakukan salat jamak pada salat zhuhur dan ashar dengan jamak taqdim - maka kumandangkan adzan, kemudian kumandangkan iqamat untuk melakukan salat zhuhur. Dan setelah selesai melakukan salat zhuhur kumandanglah iqamat lagi untuk salat ashar.
Jadi dalam hal ini adzan 1 kali dan iqamat 2 kali.
9. Diantara permasalahan penting terkait masalah salat yang hendaknya diketahui oleh setiap muslim tatkala menghadapi musim dingin disaat kondisi cuaca yang sangat dingin adalah tentang menutup mulut dan menjulurkan pakaian ketika salat.
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam:
نهى عن السدل في الصلاة وأن يغطي الرجل فاه
"Melarang dari sikap "as-sadl" dalam salat dan menutup mulutnya." [HR. Abu Dawud no. 643 dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah]
Makna "تغطية الفم" adalah sikap menutup mulut atau hidung. Sikap yang demikian ini sering sekali dilakukan tatkala cuaca yang sangat dingin di musim dingin (hujan). Namun terkadang pula dilakukan pada musim panas (kemarau).
Adapun makna "السدل" menurut Ibnul Atsir dalam kitabnya "an-Nihayah" jilid ke 3:
هو أن يلتحف بثوبه من شدة البرد يلتحف بثوبه، و يدخل اليدين من داخل، ويركع ويسجد وهو كذلك، وهذا مضطرد في القميص وغيره من الثياب
"As-Sadl adalah mengumpulkan kain pakaian atau melipatnya atau menjadikannya sebagai selimut dikarenakan cuaca yang sangat dingin sampai melipat pakaiannya. Memasukkan kedua tangannya ke dalam. Dia ruku' dan sujud dalam keadaan seperti ini. Dan ini umum dilakukan pada pakaian gamis (jubah) dan pakaian lainnya."
Inilah makna "as-Sadl" sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:
نهى عن السدل في الصلاة وأن يغطي الرجل فاه
"Melarang dari sikap "as-sadl" dalam salat dan menutup mulutnya." [HR. Abu Dawud no. 643 dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah]
As-Sadl adalah mengumpulkan kain pakaian atau melipatnya atau menjadikannya sebagai selimut dikarenakan cuaca yang sangat dingin sampai melipat pakaiannya.
Memasukkan kedua tangannya ke dalam. Dia ruku' dan sujud dalam keadaan seperti ini. Dan ini umum dilakukan pada pakaian gamis (jubah) dan pakaian lainnya.
Demikian pula seperti penggunaan pakaian seperti jaket dan semacamnya yang dipakaikan pada bahu dengan tanpa memasukkan tangan pada lengannya.
Sikap "as-Sadl" dalam salat pada saat cuaca yang sangat dingin merupakan pengecualian. Dan hukum asalnya dilakukan dalam salat adalah terlarang akan tetapi menjadi rukhshah (keringanan) pada saat menghadapi cuaca yang sangat dingin.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam "Sunan"nya dengan sanad yang shahih dari sahabat Wail bin Hujr radhiyallahu 'anhu ketika menceritakan tentang tata cara salat nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, pada akhir hadits tersebut Wail bin Hujr radhiyallahu 'anhu berkata:
ثم جئت بعد ذلك في زمان فيه برد شديد فرأيت الناس عليهم جل الثياب تحرك أيديهم تحت الثياب
"Kemudian aku datang setelah itu pada saat musim dingin yang ekstrim. Maka aku melihat manusia memakai pakaian yang besar dan menyelipkan tangannya di bawah pakaian." [HR. Abu Dawud no. 727]
Kesimpulan:
Dahulu para sahabat melakukan "as-Sadl" dalam salat mereka dikarenakan cuaca yang sangat dingin dan ini merupakan pengecualian.
Demikian pula dengan perbuatan menutup mulut (dengan masker misalnya) di dalam salat. Perbuatan tersebut hukum asalnya adalah terlarang sebagaimana disebutkan dalam hadits sebelumnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah:
نهى عن السدل في الصلاة وأن يغطي الرجل فاه
"Melarang dari sikap "as-sadl" dalam salat dan menutup mulutnya." [HR. Abu Dawud no. 643 dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah]
Tatkala dalam kondisi cuaca yang sangat dingin perbuatan yang demikian ini diperbolehkan sebagai bentuk rukhsah (keringanan).
10. Dalam "bab al-masajid" terkait dengan musim dingin: didapati pada sebagian masjid terputusnya shaf yang disebabkan adanya pemasangan perangkat pemanas dalam masjid.
Disebabkan oleh cuaca yang sangat dingin terkadang jamaah salat berdiri di dekat perangkat pemanas. Perangkat pemanas di masjid biasanya dipasang diantara shaf-shaf untuk penghangat udara bagi orang-orang yang salat. Hukumnya adalah tidak boleh meletakkan perangkat tersebut diantara shaf-shaf dikarenakan akan memutus shaf-shaf tersebut.
Dan syariat kita melarang dari salat diantara 2 tiang di masjid dikarenakan akan memutus shaf-shaf.
Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah berkata:
ومثل ذلك في قطع الصف بالمدافىء التي توضع في بعض المساجد وضعا يترتب منه قطع الصف دون أن ينتبه لهذا المحذور إمام المسجد والمصلون
"Dan permisalan yang demikian dalam memutus shaf adalah adanya perangkat pemanas yang diletakkan pada sebagian masjid yang berakibat memutus shaf tanpa adanya perhatian terhadap larangan ini dari imam masjid dan jamaah." [as-Silsilah ash-Shahihah, jilid 1, hal. 592]
Jadi masalah memutus shaf dalam salat hendaklah menjadi perhatian di saat musim dingin terlebih tatkala cuaca yang sangat dingin. Tidak boleh meletakkan perangkat pemanas diantara shaf-shaf karena akan memutusnya.
Diantara permasalahan yang terjadi dalam masalah menjamak salat adalah terjadinya kekacauan dan keributan diantara manusia tatkala menjamak salat yang disebabkan oleh kebodohan mereka tentang masalah ini.
Para jamaah masjid saling berbeda pendapat tentang menjamak salat apakah diperbolehkan atau tidak diperbolehkan.
Maka harus diberikan peringatan bahwasannya masjid memiliki kehormatan dan nilai yang mulia sehingga tidak boleh meninggikan suara di dalamnya.
Di masjid telah ditunjuk seorang imam yang dia adalah pemimpin masjid tersebut yang memikul tanggung jawab dihadapan Allah.
Imam masjid adalah orang yang menetapkan jamak salat setelah para jamaah masjid bermusyawarah atau menyerahkan urusan tersebut kepada penanggung jawab masjid (imam).
Apabila imam menetapkan untuk melaksanakan salat jamak dikarenakan kondisi cuaca dingin maka wajib bagi jamaah untuk mengikutinya dengan tanpa membuat kegaduhan dan kekacauan di masjid.
Imam adalah penanggung jawab dalam masalah ini. Barangsiapa yang sepakat dengan keputusan imam maka hendaklah menjamak salat. Dan barangsiapa yang tidak sepakat dengan keputusan tersebut dia tetap mengikuti salat namun dengan niat salat sunnah atau meninggalkan masjid dengan tenang dan tanpa berbicara sepatah katapun.
11. Diantara hukum syar'i yang lain terkait dengan kondisi musim dingin adalah berpuasa pada musim dingin.
Disaat musim dingin dengan durasi siang yang pendek dan malam yang panjang, hendaklah seorang muslim memanfaatkan momen waktu siang yang cukup singkat ini untuk memperbanyak puasa (sunnah).
Nabi shalallahu alaihi wa salam sungguh telah menganjurkan untuk memperbanyak puasa (sunnah) disaat musim dingin dikarenakan singkatnya durasi waktu siang. Tentang keutamaan memperbanyak puasa di musim dingin telah disebutkan dalam sebuah hadits:
الصوم في الشتاء الغنيمة الباردة
"Berpuasa pada musim dingin merupakan harta berharga (ghanimah) di musim dingin" [HR. Ahmad dan selainnya, dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam "as-Silsilah as-Shahihah" no. 1922]
Al-Munawi rahimahullah menjelaskan hadits tersebut:
"الصوم في الشتاء الغنيمة الباردة"
أي: الغنيمة التي تحصل بغير مشقة، والعرب تستعمل البارد في شيء ذي راحة، والبرد ضد الحرارة؛ لأن الحرارة غالبة في بلادهم، فإذا وجدوا برداً عدُّوه راحة.
"Berpuasa pada musim dingin merupakan harta berharga (ghanimah) di musim dingin"
"Maksudnya adalah (puasa yang dilakukan pada musim dingin itu ibarat) harta berharga yang didapatkan dengan tanpa susah payah.
Orang arab menggunakan diksi 'البارد' (dingin) untuk sesuatu yang sifatnya ringan dan mudah. Dingin adalah lawan dari panas. Karena hawa panas merupakan keumuman yang melingkupi negeri-negeri arab. Maka apabila mereka mendapati hawa dingin maka musuhnya adalah panas." [Fathul Qadir]
Maka seyogyanya bagi seorang muslim untuk memanfaatkan momen musim dingin untuk memperbanyak puasa (terlebih sebentar lagi kita akan memasuki bulan Sya'ban dimana disunnahkan untuk memperbanyak puasa sunnah pada bulan tersebut) sebagai bekal menuju negeri akhirat.
Allah Ta'ala berfirman:
فإن خير الزاد التقوى
"Maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa." [QS. al-Baqarah ayat 197]
Termasuk dari wujud ketakwaan adalah amalan puasa. Dan amalan puasa keutamaannya sangat agung di sisi Rabb semesta alam.
12. Seorang muslim hendaknya mengetahui dan menghafal dzikir-dzikir tertentu yang terkait dengan peristiwa yang sering terjadi pada musim dingin seperti angin kencang, hujan, petir dll.
Doa tatkala melihat angin yang berhembus sangat kencang:
اللهم إني أسألك خيرها وخير مافيها، وخير ما أرسلت به، وأعوذبك من شرها، وشر ما فيها وشر ما أرسلت به
"Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu kebaikan angin ini dan kebaikan yang didalamnya serta kebaikan yang dihembuskan dengannya. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kejelekan angin ini, dan kejelekan yang didalamnya serta kejelekan yang dihembuskan dengannya." [HR. Ibnu Majah no. 1918]
Demikian pula doa tatkala turun hujan dan tatkala melihat awan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits 'Aisyah bahwasanya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila beliau melihat langit yang mendung maka beliau berkata:
اللهم إني أعوذبك من شرها
"Ya Allah, sesungguhnya aku meminta perlindungan kepada-Mu dari kejelekannya."
Apabila kemudian turun hujan, beliau berkata:
اللهم صيبا هنيئا
"Ya Allah, turunkanlah hujan yang baik kesudahannya." [HR. an-Nasa'i no. 1533]
Dalam riwayat lain disebutkan:
اللهم صيبا نافعا
"Ya Allah, turunkanlah hujan yang bermanfaat." [HR. al-Bukhari no. 1032]
Demikianlah hukum-hukum syar'i terkait musim dingin pada permasalahan bersuci, salat, puasa, adzan dan iqamat dan masjid serta dzikir-dzikir. Seyogyanya bagi setiap muslim untuk memperhatikan hukum-hukum tersebut.
13. Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari sahabat Anas radhiyallahu 'anhu:
أصابنا ونحن مع رسول الله مطر، قال: فحسر رسول الله ثوبه، حتى أصابه من المطر، فقلنا: يا رسول الله لم صنعت هذا؟ قال: لأنه حديث عهد بربه تعالى.
"Suatu hari kami tertimpa hujan dan saat itu kami sedang bersama Rasulullah. Anas berkata, "Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menyingkapkan bajunya hingga badannya terkena air hujan." Maka kami berkata, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan yang demikian?" Beliau menjawab, "Hujan baru saja diciptakan dari Rabbnya"." [HR. Muslim no. 898]
Maksudnya adalah hujan ini turun dari langit.
Ini adalah sunnah (menyingkapkan sebagian tubuh agar terkena air hujan) yang terluput dari kebanyakan manusia. Terlebih lagi di saat musim dingin tatkala turun hujan.
Tatkala turun hujan, seorang muslim hendaklah mengamalkan sunnah ini yaitu menyingkapkan sebagian tubuhnya agar terkena rintikan air hujan. Yaitu mulai dari bagian kedua bahu hingga kedua tangannya agar basah dengan rintikan air hujan yang turun dari langit sebagaimana yang diperbuat oleh nabi dalam hadits ini yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim rahimahullah dalam kitab "Shahih"nya.
14. Pada musim dingin apabila hujan lebat terus menerus biasanya mengakibatkan banjir dan air bah di sebagian wilayah dan di sebagian daerah terjadi tanah longsor.
Hal itu (qaddarullah wa maa sya'a fa'al) sering mengakibatkan jatuhnya korban jiwa manusia dengan tenggelamnya mereka terseret banjir dan juga kerugian harta benda dengan rusaknya rumah-rumah dan hancurnya jalan-jalan. Dalam pandangan Islam, apabila korban yang meninggal karena tenggelam tersebut dari kalangan orang yang baik akhlaknya dan lurus agamanya maka diharapkan dia meninggal dalam keadaan syahid.
Yang demikian ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab shahih keduanya dari sahabat Abu Hurairah bahwasanya nabi bersabda:
الشهداء خمسة...
"Orang-orang yang mati syahid ada 5..." [HR. Muslim no. 1914]
Dan disebutkan bahwa diantaranya adalah orang yang tenggelam.
Orang yang mati tenggelam dalam keadaan sebagai muslim yang lurus agamanya dan baik akhlaknya maka dia diharapkan meninggal dalam keadaan syahid.
15. Satu hal yang perlu untuk mendapat peringatan terkait kondisi musim dingin adalah apa yang terdapat pada sebagian rumah berupa pemasangan instrumen pemanas atau penghangat ruangan dengan bentuknya yang bermacam-macam seperti api dan lain sebagainya.
Pemanas atau penghangat tersebut tetap dibiarkan menyala dalam keadaan para penghuni rumah telah tidur.
Yang demikian ini cukup membahayakan karena bisa menimbulkan kebakaran atau minimal menyebabkan sesak nafas di dalam kamar atau ruangan akibat uap atau asap yang dikeluarkan oleh instrumen tersebut.
Oleh karena itulah nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk memadamkan api ketika tidur.
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فإذا نمتم فأطفئوها عنكم
"Apabila kalian tidur maka padamkanlah api dari kalian." [HR. al-Bukhari no. 6294 dan Muslim no. 2016]
Dalam riwayat lain beliau bersabda:
ولا تتركوا النار في بيوتكم حين تنامون
"Dan janganlah kalian meninggalkan api dalam keadaan masih menyala di rumah-rumah kalian tatkala kalian tidur." [HR. al-Bukhari no. 6293 dan Muslim no. 2015]
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani tatkala menjelaskan lafazh:
ولا تتركوا النار في بيوتكم حين تنامون
"Dan janganlah kalian meninggalkan api dalam keadaan masih menyala di rumah-rumah kalian tatkala kalian tidur."
Beliau berkata:
قيده بالنوم لحصول الغفلة به غالبا ويستنبط منه أنه متى وجدت الغفلة حصل النهي
"Larangan tersebut dikaitkan dengan 'tidur' dikarenakan seringnya yang demikian menimbulkan kelalaian padanya. Dan diambil kesimpulan hukum darinya bahwasanya kapan saja didapati adanya unsur kelalaian maka ada larangan padanya." [Fathul Bari, jilid 11]
Demikianlah apa yang telah dipaparkan dalam banyak tulisan sebelumnya merupakan sebagian dari hukum-hukum syar'i yang berkaitan dengan kondisi musim dingin yang sekarang ini sedang melanda di berbagai negara.
Dari paparan-paparan yang telah dituliskan sebelumnya maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa agama dan syariat kita (Islam) sifatnya adalah universal yang telah mencakup segala sisi kehidupan dan urusan manusia.
Penutup:
Sebelum kita tutup, kita akan menyebutkan beberapa hadits lemah (dhaif) dan palsu (maudhu') terkait dengan materi yang sedang kita bahas.
Wajib bagi kita untuk memperingatkan manusia dari penyebaran hadits-hadits lemah dan palsu. Tidak boleh mengambil ilmu atau faedah dari hadits-hadits lemah dan palsu.
Banyak sekali hadits-hadits lemah dan palsu yang tersebar di kalangan kaum muslimin dan menyelinap ke berbagai sisi ilmu baik akidah, akhlak, hukum-hukum syariat dan lain sebagainya.
Dan diantara sisi ilmu hukum syariat adalah yang terkait dengan pembahasan ini.
Dalam hal ini ada sekitar 5 hadits lemah dan palsu (dicukupkan disini hanya 4 saja) yang telah masyhur di kalangan manusia terkait dengan pembahasan ini.
Hadits-hadits tersebut beredar luas di masyarakat melalui berbagai media. Sehingga sepantasnya bagi kita untuk memperingatkan manusia dari hadits-hadits tersebut dan menjelaskan sisi kelemahan dan kepalsuannya agar manusia tidak beramal dengan dasar hadits tersebut dan agar manusia waspada dari beramal dengan dasar hadits-hadits yang lemah terlebih lagi palsu.
Hadits Pertama:
الشتاء ربيع المؤمن
"Musim dingin adalah penyejuk hati orang beriman."
Al-Imam Ahmad rahimahullah memberikan penilaian (jarh) terhadap salah satu periwayat (rawi) hadits ini yang bernama Umar bin Darraj, kata beliau:
"Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Darraj adalah munkar (tidak dikenal)."
Al-Hafizh Ibnul Jauzi rahimahullah dalam kitabnya "al-Wahiyah" hal. 501 juga memberikan penilaian:
"Hadits ini: الشتاء ربيع المؤمن termasuk dari hadits-hadits yang sangat rapuh dan lemah sekali."
Hadits Kedua:
لولا شباب خشع، وشيوخ ركع، وأطفال رضع، وبهائم رتع، لصب عليكم العذاب صبا
"Seandainya para pemuda tidak khusyuk, para orang tua tidak ruku, bayi-bayi tidak menyusui dan hewan-hewan ternak tidak digembalakan niscaya Allah akan menimpakan adzab yang sangat pedih kepada kalian."
Hadits ini sangat terkenal di kalangan para khotib.
Dalam sanad hadits ini terdapat seorang rawi yang bernama Ibrahim bin Khatsim bin 'Arak.
An-Nasa'i rahimahullah berkata:
"Dia adalah matruk (ditinggalkan haditsnya)."
Dan dia adalah dhaif bin dhaif (lemah bin lemah).
As-Saji rahimahullah berkata:
"Hadits ini juga derajatnya palsu."
Hadits Ketiga:
اللهم سقيارحمة، لا سقيا عذاب
"Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan sebagai rahmat dan bukan hujan sebagai adzab."
Al-Muhaddits al-Albani rahimahullah di dalam kitabnya "Tamamul Minnah" hal. 266 berkata:
"Di dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama Ibrahim bin Yahya al-Aslami dia adalah seorang yang matruk (ditinggalkan haditsnya dan muttaham bil kadzib (tertuduh dengan dusta).
Hadits Keempat:
اتقوا البرد، لأنه قتل أخاكم أبا الدرداء
"Takutlah kalian terhadap cuaca dingin karena sesungguhnya cuaca dingin itulah yang telah membunuh saudara kalian yaitu Abu Darda."
Ini adalah hadits palsu, lemah dan batil.
Sisi kebatilannya adalah sebagai berikut:
1. Sahabat Abu Darda radhiyallahu 'anhu meninggal setelah nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Maka bagaimana mungkin nabi bersabda:
اتقوا البرد، لأنه قتل أخاكم أبا الدرداء
"Takutlah kalian terhadap cuaca dingin karena sesungguhnya cuaca dingin itulah yang telah membunuh saudara kalian yaitu Abu Darda."
Sementara Abu Darda meninggal setelah wafatnya nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Demikianlah apa yang disebutkan oleh al-Imam as-Sakhawi rahimahullah dalam kitabnya "al-Maqashid al-Hasanah" no. 19.
Dan disana masih banyak hadits lemah dan palsu yang beredar luas di kalangan masyarakat. Maka menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk berhati-hati dari hadits-hadits yang seperti ini dan memperingatkan manusia dari hadits-hadits tersebut.
Sebaliknya wajib bagi kita untuk memberikan perhatian terhadap sunnah dan mengamalkan hadits-hadits yang shahih dan hasan dalam seluruh urusan kita.
- selesai -
الحمدلله الذي بنعمته تتم الصالحات
Referensi:
1. Transkrip ceramah berjudul "al-Ahkam asy-Syar'iyyah li Fashli asy-Syita'i" oleh asy-Syaikh Ibrahim bin Abdillah al-Mazru'i Hafizhahullah.
2. Transkrip ceramah berjudul "Fashlu asy-Syita'i Fawaid wa Masail" oleh asy-Syaikh Ibrahim bin 'Abdillah al-Mazru'i Hafizhahullah
========
Sekilas profil asy-Syaikh Ibrahim bin Abdillah al-Mazru'i Hafizhahullah:
Asy-Syaikh Ibrahim bin 'Abdillah al-Mazru'i hafizhahullah adalah seorang ulama Ahlussunah wal Jama'ah dari Uni Emirat Arab, beliau adalah pengajar di Markaz Riyadhus Shalihin al-Islami Dubai dan pemateri di Syabkah (website) Bainunah lil 'Ulum asy-Syar'iyah bersama asy-Syaikh Muhammad bin Ghalib al-'Umary, asy-Syaikh Ahmad bin Qadzlan al-Mazru'i, asy-Syaikh Hamid bin Khamis al-Junaibi dll.
Sumber grup WA Salafy Asyik Belajar
Artikel ini sudah mendapatkan izin dari penulis untuk dipublikasikan.
KOMENTAR