Abu Sa'ad As-Sam'ani Al-Imam, Al-Hafidzul Kabir, orang nomor satu, tsiqah, muhadditsnya Khurasan
Sekedar Mewariskan Semangat
Ini adalah kisah hebat seorang ayah. As-Sam'ani, demikian putranya dikenal. Dalam satu kisah, ayah As-Sam'ani mengajaknya ke majelis ilmu, mendengar dari salah satu musnidul-'ashr, pemilik sanad tertinggi di masanya, Abdul Ghaffar bin Muhammad Asy-Syairazi, juga dari ulama yang lain semisal Ubaid bin Muhammad Al-Qusyairi, Sahl bin Ibrahim As-Sub'i dan banyak ulama lainnya. Di hadapan guru-guru besar, sang ayah menggandeng putranya, belajar mendengar, memahami, dan mencerna.
Tapi tahukah antum, berapa usia As-Sam'ani saat itu?
Sebelas? Dua belas?
Bukan! Usia As-Sam'ani saat bersama ayahnya di majelis ilmu adalah 4 tahun. Bukan hanya belia, akan tetapi usia yang masih sangat kecil.
Berikutnya, ada satu hal yang paling terkenal dari As-Sam'ani, yaitu talaqqinya pada 7000 muallim.
As-Sam'ani...
Adz-Dzahabi ( Siyar A'lamin Nubala: 20/456 ) menyebutnya: "Al-Imam, Al-Hafidzul Kabir, orang nomor satu, tsiqah, muhadditsnya Khurasan, Abu Sa'ad Abdul Karim bin Al-Imam Al-Hafidz An-Naqid ( yang amat dalam ketelitiannya ), Abi Bakar Muhammad bin Al-'Allamah Mufti Khurasan, Abul Mudhaffar Manshur bin Muhammad bin Abdul Jabbar, At-Tamimi As-Sam'ani Al-Khurasani Al-Marwazi, pemilik karya tulis yang begitu banyak."
Beliau dilahirkan pada bulan Sya'ban tahun 506 H. Di saat usianya baru mencapai 4 tahun, sang ayah sudah membawanya ke majelis musnidu zamanihi, Abdul Ghaffar bin Muhammad Asy-Syairazi, Ubaid bin Muhammad Al-Qusyairi, Sahl bin Ibrahim As-Sub'i, dan beberapa tokoh ulama lain.
Dengan perhatian ayahnya pula, beliau mendengarkan riwayat dari Abu Manshur Muhammad bin Ali Al-Kura'i dan Muhammad bin Abdul Wahid Ad-Daqqaq, tokoh ahli hadis.
Di saat Abu Sa'ad masih kecil, ayahandanya wafat. Akhirnya, sang paman dan keluarga besarnya lah yang mengurusi semua keperluan Abu Sa'ad, terutama dalam hal belajar.
Segala puji milik Allah, Abu Sa'ad telah tertanam dalam hatinya rasa cinta terhadap Hadis. Sejak kecil, Abu Sa'ad senantiasa belajar.
Hingga di tahun 530 H, pada usianya yang ke 26 tahun, Abu Sa'ad As-Sam'ani memulai jalan panjangnya menuntut ilmu. Dari Khurasan, beliau bertolak ke Naisabur, Ashbahan, Baghdad, kemudian berhaji ke Makkah, lalu melanjutkan perjalanannya ke Damaskus, Amul Thabristan, Isfirain, Anbar, Bukhara, Burujird, Bistham, Bashrah, Baghsyur, Balkh, Tirmidz, Jurjan, Halb, Hamah, Himsh, Khartank, Khusrujird, Khuwar, Rahbah, Rayy, Sawah, Sarkhas, Samarqand, Simnan, Sinjar, juga di Hamadzan, Harah, Haramain, Kufah, Karah, Nasa, Wasith, Maushil, Nahawand, Thaliqan, Busyanj, dan Madain.
Kata Adz-Dzahabi: "Tak bisa disebutkan, semua negeri maupun guru yang pernah dikunjunginya."
Al-Hafidz Abul Qasim Ibnu Asakir dalam bukunya, Tarikh Dimasyqa pernah bercerita: "Beliau mendengar riwayat di banyak negeri. Aku pernah membersamainya di Naisabur, Baghdad, dan Damaskus. Kemudian beliau kembali ke Khurasan, lalu bertolak menuju Harah, Balkh, dan Maa Wara'an Nahr.
Dan sekarang beliau adalah Guru besar penduduk Khurasan, tanpa perlu diperdebatkan lagi. Bersamaan dengan kejujuran, wawasan yang luas, riwayat, maupun karya tulis yang begitu bertumpuk.
Beliau mendapatkan riwayat di berbagai negeri. Memperoleh catatan yang begitu banyak. Terkadang beliau mencatat dariku, terkadang aku lah yang mencatat darinya.
Sosok yang sangat menjaga diri dan kehormatannya, berperangai baik."
Kata Adz-Dzahabi: "Beliau adalah sosok yang lembut perangainya, manis dalam bermudzakarah, cepat memahami dan menulis, hidupnya habis untuk mengajar, memberi fatwa, dan menyampaikan nasehat. Mengungguli seluruh anggota keluarganya. Bahkan, mereka memberinya gelar seperti gelar ayahnya, Tajul Islam. Mahkota kebanggaan Islam.
Abu Sa'ad As-Sam'ani wafat di usianya ke 56 tahun. Tepatnya pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 562 H. Semoga Allah merahmati beliau.
***
Sebuah pelajaran...
Sebab sebongkah batu semangat yang dibangun oleh sang ayah, As-Sam'ani kemudian meletakkan batu-batu semangat lain, mengikuti pondasi awal semangat yang diwariskan oleh ayahnya. Sampai terkumpul tujuh ribu guru dari berbagai negeri.
Untukmu wahai ayah, ibu, jangan pernah meremehkan satu dua semangat, satu dua majelis ilmu bersama mereka. Sekedar mewariskan semangat, demi perjalanan panjang yang akan mereka lakukan sendirian nantinya.
Untukmu para pengajar, jangan remehkan sedikit teladan, bisa jadi, permata-permata kecil itu, kini sedang dalam perjalanan mengumpulkan ribuan guru, dan antum termasuk bagian dari mereka. Subhanallah.
Selasa, 6 Jumadal Akhir 1445 H / 19 Desember 2023 M
t.me/LisanulQolam | Abu Muawiyah Abdul Qawi hafizhahullah
KOMENTAR