Ada Apa Dengan Ustadz Muda? Oleh : Ustadz Abu Hazim Faris hafizhahullah Dalam dunia dakwah, para da'i dari kalangan muda sering menghada...
Ada Apa Dengan Ustadz Muda?
Oleh : Ustadz Abu Hazim Faris hafizhahullah
Dalam dunia dakwah, para da'i dari kalangan muda sering menghadapi persoalan-persoalan yang rumit. Salah satunya adalah saat mereka berinteraksi dengan orang-orang yang lebih senior atau lebih tua usianya. Kaum muda sering kali menjadi objek pembicaraan, dan situasi ini hampir selalu terjadi di berbagai tempat.
Mengapa? Mungkin karena kurangnya kesadaran akan hikmah dalam menyebarkan dakwah, cenderung menggunakan bahasa yang menggurui daripada mendidik, atau terlalu tergesa-gesa dalam membuat keputusan. Bahkan, bisa disebabkan oleh kurangnya adab dan penghormatan terhadap orang yang lebih tua.
Para Du'at Syabab -semoga Allah merahmati kita semua-, hendaknya mereka tidak meninggalkan akhlak dan sikap hikmah, dan selalu menyesuaikan diri dengan situasi di sekitarnya. Sikap yang diperlihatkan kepada anak kecil tidak bisa sama dengan yang diperlihatkan kepada orang yang lebih tua, terutama kepada orang yang telah mengenal dan memahami perjalanan hidup Anda sejak kecil hingga menjadi seorang da'i di tengah-tengah mereka.
Dengan demikian, kita memerlukan bekal yang matang sebelum terjun ke medan dakwah. Hal pertama yang menjadi sorotan dan penilaian orang-orang di sekitar kita sebelum kita mengenalkan ilmu kepada mereka adalah cara muamalah kita.
Apalagi jika seorang dai merupakan tamu dari luar daerah atau luar pulau, sangat disayangkan jika ia tidak berhias dengan akhlakul karimah. Akhirnya, hal ini membuat mereka merasa kesal dan menyesal, karena ternyata orang yang datang tidak layak dijadikan pengajar. Sikap arogan dan lancang yang ia tampakkan seakan-akan menunjukkan bahwa dialah yang berkuasa dan lebih pantas dijadikan sebagai ustadz.
----------------------------------------
Di sisi lain, terdapat keanehan pada sebagian orang tua. Mereka enggan untuk dibimbing dan diarahkan, menolak masukan dari pihak lain, apalagi dari anak muda.
Kalimat "Ustadz Muda" pun seringkali dilemparkan dengan sebelah mata. Semua nasihat dan masukan yang diberikan pun kerap ditolak dengan alasan, "Ustadz Muda, enggak usah sok-sok an...".
Keadaan ini mirip dengan sikap kaum Nabi Luth,
إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mennyucikan diri. (Al-A'raf: 82)
Amat besar dosanya, ketika dia menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. Sifat kibirnya pun tumbuh bersemi di hatinya.
اَلكِبْرُ بَطَرُ الحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
"Sombong itu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain." (HR. Muslim, no. 91)
Wahai para orang tua, berhati-hatilah dan jangan sampai tertipu dengan usia yang telah Allah berikan. Karena salah satu bentuk makar setan adalah saat dia tidak mau menerima seruan kebenaran dari seorang pemuda. Tahukan bahwa puncak dari ketawadhuan adalah saat dia mampu menerima kebenaran yang disampaikan oleh anak kecil, demikian kata Fudhail bin Iyadh rahimahullah.
Para dai muda janganlah dianggap remeh, mereka telah menjalani proses pembelajaran yang lama, kesabaran mereka setiap hari selalu diasah, mulai bangun tidur sampai tidur kembali. Selama bertahun-tahun mereka berguru di hadapan para Asatidzah dan para Masyayikh yang mulia. Mungkin mereka muda dalam hal usia, namun bisa saja mereka yang paling banyak pengalamannya, lebih tajam pandangan dan firasatnya.
من وعى التاريخ في صدره
أضاف أعمارا إلى عمره
"Siapa yang menyimpan sejarah di dalam dadanya, maka bertambahlah umurnya."
Alhamdulillah, mereka semua adalah murid-murid para Asatidzah dan Masyayikh, mereka yang meneruskan dan menyebarkan ilmu dari guru-guru mereka. Merekalah yang akan melanjutkan perjalanan dakwah ini. Seperti halnya seribu bintang yang muncul ketika bulan purnama terbenam.
Anak muda yang memahami sunah, yang mendalami syariat Islam dengan mengembalikan kepada para ahlinya, merekalah para pembesar.
Sungguh menakjubkan apa yang diucapkan oleh Ibrahim al-Harbi rahimahullah,
الصغير إذا أخذ بقول رسول الله والصحابة والتابعين فهو كبير. والشيخ الكبير إن ترك السنن فهو صغير
"Seorang pemuda, jika dia mengambil perkataan dari Rasulullah ﷺ, para sahabat dan tabiin maka dia menjadi senior. Sedangkan orang yang sudah tua jika dia meninggalkan jalan yang ditempuh oleh Rasulullah ﷺ, maka pada hakikatnya dia junior." (Syarh Ushul I'tiqad Ahlissunnah 1/85)
Lihatlah perbandingannya dan tolok ukurnya. Dengan ilmu ini, mereka kaum muda terangkat derajatnya.
Menyedihkan sekali kondisi para orang tua yang sudah lanjut usia dalam keadaan dia tidak mengerti agama, sehingga mereka ini dijuluki dengan Syuyukhul Qamara. Siapa mereka?
Mereka adalah orang-orang yang menghabiskan waktu dengan kumpul-kumpul di bawah sinar bulan untuk mengobrol tentang kegiatan manusia atau urusan dunia, padahal tidak ada satu pun di antara mereka yang mampu berwudhu dengan baik untuk melaksanakan shalat. La Haula Walaa Quwwata Illaa Billah.
Lantas, apakah dibenarkan sikap menolak kebenaran dari orang lain?! Dia menolak nasihat, padahal tidak memahami syariat. Dia menolak arahan, padahal tidak mengerti sunah. Dia menolak ilmu, padahal tidak mampu membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar. Betapa miskinnya orang ini.
Sungguh, mereka ini seperti orang-orang yang berusaha memadamkan cahaya agama Allah. Namun, Allah-lah yang memelihara agama ini meskipun mereka tidak menyukainya.
Sedangkan di sana para pemuda yang menjadi musuh-musuh Islam dan sunnah telah lebih maju dari kita, mereka diperalat dan didukung demi melancarkan misinya, menebar kerusakan dan kehancuran.
Ikhwati fillah, mari kita bersyukur atas kehadiran para pemuda yang saat ini giat belajar dan berdakwah.
Setiap individu seharusnya saling menghargai; yang muda menghormati yang tua karena usianya. Begitu pula sebaliknya, yang tua memuliakan yang muda karena ilmunya. Dan juga saling memahami dan memaafkan atas kesalahan dan kekurangan yang terjadi di antara mereka.
Dengan ini, semoga dakwah sunnah semakin tersebar dan berkembang di negeri yang kita cintai.
Wallahul Muwaffiq
https://t.me/fawaid_hazimiyah
KOMENTAR