Dalil-dalil tentang cara menjawab azan dari awal sampai akhir.
Tuntunan Zikir Menjawab Azan Hingga Selesai
Saudaraku semuslim. Ternyata banyak sekali faedah dan keutamaan dalam menjawab azan ini, amalan yang sangat mudah, hanya dengan menggerakkan bibir saja seorang muslim menuai sekian banyak manfaat. Saudaraku semuslim tatkala azan kita diperintahkan oleh Rasulullah shallallah 'alaihi wa sallam untuk mengucapkan seperti yang diucapkan muazin. Dari Abu Sa'id al-Khudri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ، فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ المُؤَذِّنُ
"Apabila kalian mendengar azan ucapkanlah seperti yang diucapkan oleh muazin" ( al-Bukhari, no. 611 dan Muslim, no. 383).
Perintah di sini tidaklah menunjukkan wajib melainkan bermakna anjuran dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Al-Imam an-Nawawi berkata,
مذهينا أَنَّ الْمُتَابَعَةَ سُنَّةٌ لَيْسَتْ بِوَاجِبَةٍ وَبِهِ قَالَ جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ
"Mazhab kami adalah menjawab azan hukumnya sunah tidak wajib. Dan ini pendapat mayoritas ulama" (Al-Majmū' 3/119).
Hal ini berdasarkan hadis Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu beliau berkata,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُغِيرُ إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ، وَكَانَ يَسْتَمِعُ الْأَذَانَ، فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا أَمْسَكَ وَإِلَّا أَغَارَ فَسَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «عَلَى الْفِطْرَةِ» ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «خَرَجْتَ مِنَ النَّارِ» فَنَظَرُوا فَإِذَا هُوَ رَاعِي مِعْزًى
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan penyerangan dalam peperangannya apabila masuk waktu subuh. Dan beliau berusaha mencari suara azan, jika mendengarnya, beliau menahan serangan, jika tidak, maka beliau menyerang. Dan beliau pernah mendengar seseorang muazin berkumandang, 'Allahu akbar', lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'alalfitrah', ( di atas islam). Kemudian orang itu mengucapkan, 'Asyhadu allaa ilaahaillallaah', lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Kharajta minannaar', (engkau telah keluar dari neraka). Para sahabat memperhatikannya, ternyata muazin tersebut adalah seorang pengembala kambing"(Muslim, no. 382).
Di dalam hadis yang agung ini tidak dinukil kepada kita bahwa beliau menjawab azan.
Adapun tata cara menjawabnya, sungguh telah dijelaskan oleh para ulama.
Al-Imam an-Nawawi berkata,
وَفِيهِ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقُولَ السَّامِعُ كُلَّ كَلِمَةٍ بَعْدَ فَرَاغِ الْمُؤَذِّنِ مِنْهَا وَلَا يَنْتَظِرُ فَرَاغَهُ مِنْ كُلِّ الْأَذَانِ
"Dianjurkannya bagi pendengar untuk mengucapkan setiap kalimat yang dikatakan muazin setelah selesai muazin dari mengumandangkannya dan tidak menunggu selesainya dari semua lafal azan" ( Syarh shahīh Muslim, 4/87).
Al-Imam an-Nawawi juga menerangkan,
وَاعْلَمْ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ إِجَابَةُ الْمُؤَذِّنِ بِالْقَوْلِ مِثْلَ قَوْلِهِ لِكُلِّ مَنْ سَمِعَهُ مِنْ مُتَطَهِّرٍ وَمُحْدِثٍ وَجُنُبٍ وَحَائِضٍ وَغَيْرِهِمْ مِمَّنْ لَا مَانِعَ لَهُ مِنَ الْإِجَابَةِ فَمِنْ أَسْبَابِ الْمَنْعِ أَنْ يَكُونَ فِي الْخَلَاءِ أَوْ جِمَاعِ أَهْلِهِ أَوْ نَحْوِهِمَا وَمِنْهَا أَنْ يَكُونَ فِي صَلَاةٍ فَمَنْ كَانَ فِي صَلَاةِ فَرِيضَةٍ أَوْ نَافِلَةٍ فَسَمِعَ الْمُؤَذِّنَ لَمْ يُوَافِقْهُ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَإِذَا سَلَّمَ أَتَى بِمِثْلِهِ
"Ketahuilah! Sunah menjawab azan seperti yang diucapkan muazin ini, bagi setiap yang mendengarnya baik orang tersebut dalam keadaan suci, berhadas, junub, haid, dan selain mereka dari orang yang tidak terhalang menjawabnya. Di antara sebab terhalangnya adalah seseorang di dalam kamar kecil, sedang berhubungan dengan istrinya, atau yang semisalnya dan di antaranya juga adalah orang yang sedang dalam salat. Barang siapa yang dalam kondisi salat baik salat wajib ataupun salat sunah, lalu dia mendengar muazin, dia tidak mengikutinya dalam kondisi ini. Apabila dia telah selesai salatnya dan azan masih berkumandang, baru dia menjawabnya"( Syarh shahīh Muslim, 4/88).
Zikir setelah dua kalimat syahadat.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin berkata,
، وفي أثناء الأذان إذا قال المؤذِّن: «أشهد أنْ لا إله إلا الله، أشهد أنَّ محمداً رسولُ الله» وأجبته تقول بعد ذلك: «رضيت بالله رَبًّا وبالإسلام ديناً وبمحمد رسولاً» كما هو ظاهر رواية مسلم حيث قال: «من قال حين سمع النداء: أشهد أنْ لا إله إلا الله، وأشهد أنَّ محمداً رسول الله، رضيت بالله رَبًّا وبمحمد رسولاً، وبالإسلام ديناً، غُفِرَ له ذَنْبه»
"Pada saat azan apabila muazin mengucapkan,
'Asyhadu allaa ilaahaillallaah, asyhadu anna Muhammadarrasuulullaah.'
Engkau jawab seperti itu juga dan engkau jawab setelah itu dengan ucapan,
Rodhiitu billaahi robba wa bil islaami diina wa bi Muhammadin rasuula.'( aku rida Allah sebagai tuhanku, islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai rasulku).
Sebagaimana ini yang nampak dari riwayat Muslimyakni dengan lafal,
'Barangsiapa yang mengucapkan ketika mendengar azan,
'Asyhadu allaa ilaahaillallaah, asyhadu anna Muhammadarrasuulullaah.'
Rodhiitu billaahi robba wa bil islaami diina wa bi Muhammadin rasuula.'( aku rida Allah sebagai tuhanku, islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai rasulku), niscaya dosa-dosanya diampuni"(Asy-Syarh al-Mumtì' 2/86).
Hadis yang disebutkan oleh syekh adalah diriwayatkan oleh al-Imam Muslim di dalam shahihnya no. 386. Dengan lafal doa mendahulukan lafal Muhammad dari al-Islam, lafalnya adalah
رَضِيتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، »
'Rodhiitu billahi robba wabi Muhammadin rosuulaa wa bil-Islaami diina' (aku telah rida Allah menjadi Rabbku, Muhammad nabiku dan Islam agamaku).
Sedangkan jika mendahulukan lafal al-Islam dari Muhammad, ini pada zikir pagi dan sore. Al-Hafidz Ibnu Hajar menukil,
مَنْ قَالَ إِذَا أَصْبَحَ وَإِذَا أَمْسَى رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُرْضِيَهُ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَسَنَدُهُ قَوِيٌّ وَهُوَ عِنْدَ التِّرْمِذِيِّ بِنَحْوِهِ
"Barang siapa yang mengucapkan apabila berada di pagi dan sore hari,
رَضِيتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا
'Rodhiitu billahi robba wa bil-Islaami diina wabi Muhammadin rosuulaa'(aku telah rida Allah menjadi Rabbku, Islam agamaku, dan
Muhammad nabiku ).
Maka keharusan bagi Allah untuk meridainya, dikeluarkan oleh Abu Daud dan at-Tirmidzi yang semisalnya serta sanadnya kuat"(Fath al-Bārī, 11/130).
Wallahua'lam
Yang dimaksud dosa-dosanya diampuni di dalam hadis di atas adalah dosa-dosa kecil, adapun dosa-dosa besar akan terhapus dengan tobat yang sebenarnya. Al-Imam al-Mubarakfury berkata,
أَيْ مِنَ الصَّغَائِرِ جَزَاءً لِقَوْلِه
"Yang dimaksud adalah dosa-dosa kecil sebagai balasan dari ucapan zikir yang telah dia ucapkan" (Tuhfah al-Ahwadzī, 1/ 529).
Zikir setelah lafal dua hayya
Didalam hadis dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu 'anhu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ، فَقُولوا مِثْلَ ما يقولُ المُؤَذِّنُ.
"Apabila kalian mendengar azan dikumandangkan, maka jawablah seperti yang diucapkan oleh muazin." (al-Bukhari, no. 611. Dan Muslim, no. 383).
Hadis ini umum, dikecualikan pada lafal hayya'alaa ash-Shalaah dan hayya'alaa al-Falaah. Dari Umar bin al-Khattab radhiyallahu 'anhu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
ثُمَّ قالَ: حَيَّ علَى الصَّلاةِ، قالَ: لا حَوْلَ ولا قُوَّةَ إلَّا باللَّهِ، ثُمَّ قالَ: حَيَّ علَى الفَلاحِ، قالَ: لا حَوْلَ ولا قُوَّةَ إلَّا باللَّهِ
"Kemudian apabila muazin mengucapkan, hayya'alaa ash-Shalaah, maka jawablah, Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah, kemudian ketika dia berucap, hayya'alaa al-Falaah, maka jawablah, Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah" (Muslim, no. 385).
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata,
وْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ عَامٌّ مَخْصُوصٌ لِحَدِيثِ عُمَرَ أنه يقول في الحيعلتين لاحول وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
"Di dalam hadis Abu Sa'id al-Khudri,
'Apabila kalian mendengar azan dikumandangkan, maka jawablah seperti yang diucapkan oleh muazin.'
Hadis ini umum, dikhususkan dengan hadis Umar yang menyebutkan bacaan pada lafal dua hayya dijawab dengan,
'Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah'"(Syarh shahīh Muslim, 4/87)
Bacaan setelah azan selesai
Pertama yang semestinya dilakukan seseorang adalah mengucapkan salawat atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini berdasarkan hadis dari Abdullah bin Amr bin al-Ash bahwa dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
: «إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ، فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ، فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى
عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا،
"Apabila azan dikumandangkan, maka jawablah seperti yang diucapkan oleh muazin. Kemudian setelah itu ucapkanlah salawat atasku karena sesungguhnya siapa yang mengucapkan salawat atasku satu kali, niscaya Allah akan bersalawat atasnya sepuluh kali"(Muslim, no. 384).
Bacaan salawat yang dimaksud adalah salawat ibrahimiyyah yakni salawat yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana bacaan salawat dalam tasyahud namun, boleh dia hanya menyingkat salawat atas Nabi saja. Syekh Abdulaziz bin Baz rahimahullah berkata,
فإذا صلى على النبي بأي نوع من الصفات الواردة فقد فعل السنة، ولو قال: اللهم صل على نبيا محمد - فقط - اللهم رب هذه الدعوة التامة.
فلا بأس لكن إذا كملها فهو أفضل.
"Apabila dia membaca salawat atas Nabi dengan salawat yang mana saja sifatnya yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka sungguh dia telah melakukan sunnah. Jika dia mengucapkan Allaahumma sholli 'alaa Nabiyyinaa Muhammad saja, maka, tidak mengapa namun, jika dia menyempurnakannya tentu lebih utama" (Fatāwā Nūrun 'alā ad-Darb, 6/373).
Syekh Muhammad Ali Adam al-Ityubi rahimahullah berkata,
ومعنى صلاة اللَّه على عبده: ثناؤه على العبد عند الملائكة، كما حكاه البخاريّ في "صحيحه" عن أبي العالية، ورواه أبو جعفر الرازيّ، عن الربيع بن أنس
"Makna salawat Allah kepada hambaNya adalah pujianNya terhadap hamba tersebut di sisi para malaikat. Sebagaimana hal ini dinukil dari al-Imam al-Bukhari di dalam shahihnya dari abul 'Aaliyah dan diriwayatkan dari Abu Ja'far ar-Raazy bahwa hal ini juga pendapat ar-Rabi' bin Anas" (Al-Bahr al-Muhīth, 9/107).
Selanjutnya hendaknya seseorang memintakan al-Wasilah yakni kedudukan untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di surga kepada Allah 'azza wa jalla. Sebagaimana disebutkan di dalam lanjutan hadis di atas, dari Abdullah bin Amr bin al-Ash bahwa beliau mendengar dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
... ثُمَّ سَلُوا اللهَ لِيَ الْوَسِيلَةَ، فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ، لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ، فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ»
... Kemudian hendaklah dia memintakan kepada Allah untukku al-Wasilah. Sesungguhnya itu adalah kedudukan di surga yang tidak semestinya dimiliki melainkan oleh salah seorang hamba dari hamba-hamba Allah dan aku berharap bahwa akulah orangnya. Barang siapa yang memintakan untukku al-Wasilah, maka dia akan mendapatkan syafaatku"(Muslim, no.384).
Bacaannya adalah sebagaimana disebutkan di dalam hadis dari Jabir dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
" مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ القَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الوَسِيلَةَ وَالفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ "
"Barang siapa yang berkata ketika mendengarkan azan,
Allaahumma robba haadzihidda'watittaammah washsholaatilqooimah aati Muhammadanilwasiilata walfadhiilah wab'atshu maqoomammahmudanilladzii wa'addatah( ya Allah Rabb panggilan azan yang sempurna ini dan salat yang akan ditegakkan. Berilah Muhammad al-Wasilah serta keutamaan dan bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji yang telah engkau janjikan kepadanya)"( al-Bukhari, no. 614).
Apakah bacaan innaka laa tukhlifulmii'aad riwayatnya shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam?
Syekh al-Albani rahimahullah menerangkan,
زيادة: " إنك لا تخلف الميعاد " فى آخر الحديث عند البيهقى
وهى شاذة لأنها لم ترد فى جميع طرق الحديث عن على بن عياش اللهم إلا فى رواية الكشمينى [١] لصحيح البخارى خلافا لغيره فهى شاذة أيضا لمخالفتها لروايات الآخرين للصحيح , وكأنه لذلك لم يلتفت إليها الحافظ
"Tambahan lafal, 'innaka laa tukhlifulmii'aad,' terdapat di akhir hadis disebutkan dalam riwayat al-Baihaqi.
Riwayat ini adalah riwayat yang ganjil karena tidak terdapat di dalam semua jalan hadis dari 'Ali bin 'Ayyasy kecuali di dalam riwayat al-Kasymini di dalam sebagian cetakan shahih al-Bukhari. Ini berbeda dengan riwayat yang lain, maka riwayat ini adalah riwayat yang ganjil karena menyelisihi riwayat-riwayat lain yang shahih. Seakan-akan para hafidz tidak menoleh dengan riwayat tersebut"(Al-Irwā', 1/261).
Syekh al-Albani juga menjelaskan pada kesempatan lain,
لا ، لا تصح ، رواية البخاري المعروفة هي دونها ، لكن في بعض النسخ جاءت .
"Riwayat tersebut tidak shahih. Riwayat al-Bukhari yang dikenal adalah tanpa lafal tersebut. Namun disebutkan dalam sebagian cetakan."
Pada kesempatan yang sama beliau juga berkata,
"Hanya saja yang mungkin dikatakan adalah tambahan ini datang di sebagian cetakan shahih al-Bukhari bukan di sebagian riwayat al-Bukhari karena hadis tersebut jalannya satu. Al-Bukhari meriwayatkannya dari syekhnya Ali bin Ayyasy dan al-Imam Ahmad juga meriwayatkannya dari Ali bin Ayyasy. Sedangkan Abu Bakr al-Baihaqi juga meriwayatkannya dari jalan syekh ini yakni Ali bin Ayyasy, semua mereka bertemu dengan syekh ini. Sebagian meriwayatkannya secara langsung seperti al-Imam Bukhari dan al-Imam Ahmad dan sebagian mereka meriwayatkannya melalui perantara.
Riwayat al-Bukhari di dalam cetakan yang beredar sekarang dan di jelaskan oleh para ulama penjelas terhadap hadis, tidak ada padanya tambahan ini. Hanya saja ini disebutkan pada sebagian cetakan yang lama dan tidak diketahui sekarang dicetak.
Adapun secara riwayat, maka riwayat ini hanya dari jalan ini yakni Ali bin Ayyasy. Di dalam musnad Ahmad tidak ada tambahan ini, di dalam cetakan yang diketahui dari shahih al-Bukhari yang dahulu dan sekarang serta tercetak tidak ada tambahan ini. Tambahan ini hanya datang secara jelas dari cetakan sunan al-Baihaqi al-Kubra yang dicetak di India dan teranggap dari sisi ini ganjil karena jalan-jalan hadis semuanya berputar pada Ali bin Ayyasy. Abu Bakr al-Baihaqi tidaklah meriwayatkan hadis ini dari Ali bin Ayyasy secara langsung, hanya saja melalui perantara. Kalaupun beliau sendiri yang meriwayatkannya secara langsung dari syekhnya ini, tetap tambahan lafalnya ini ganjil karena beliau menyelisihi riwayat imam sunnah yang hafalan dan riwayatnya kokoh bagaikan gunung. Kemudian menyelisihi riwayat di dalam shahih al-Bukhari pada cetakan yang beredar sekarang. Oleh karena itu aku tidak memandang untuk mengamalkan tambahan lafal ini"( https://www.al-albany.com/audios/content/142024/%D8%B2%D9%8A%D8%A7%D8%AF%D8%A9-%D8%A3%D9 ).
Sumber : https://t.me/alfudhail
KOMENTAR