Inilah kiat agar kita bisa istiqamah di atas kebenaran serta penghalang-penghalang dari Istiqomah.
Kiat-Kiat agar Istiqamah dan Penghalang Istiqamah
(Al-Ustadz Qomar Zaenudin Abdullah, Lc.)
Definisi Istiqamah
Istiqamah adalah menelusuri jalan yang lurus yaitu agama yang lurus, tanpa berbelok ke kanan dan ke kiri. Hal itu mencakup untuk mengerjakan seluruh amal ketaatan yang lahir maupun yang batin, serta meninggalkan seluruh perkara yang dilarang. Demikianlah. Sehingga jadilah wasiat untuk istiqamah itu mencakup seluruh perkara-perkara agama. (Jami’ul Ulum wal Hikam hlm. 205)
1. Ikhlas
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا۟ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan.” (al-Ankabut: 69)
Makna ayat tersebut yakni mereka bersungguhsungguh dalam urusan agama Allah untuk mencari ridha-Nya dan mengharapkan apa yang ada di sisi-Nya dari kebaikan, maka dengan itu Kami benarbenar akan memberikan petunjuk kepada mereka menuju jalan kami, yakni jalan yang menyampaikan kepada Kami.
2. Memperbaiki amalan yang tersembunyi
“Sesungguhnya ada seseorang yang beramal dengan amalan penduduk surga, menurut yang tampak oleh manusia, padahal dia termasuk penduduk neraka, dan ada seseorang pula yang beramal dengan amalan penduduk neraka menurut apa yang tampak pada pandangan manusia, namun ternyata dia termasuk penduduk surga.”
Al-Imam al-Bukhari menambahkan dalam riwayat,
“Sesungguhnya amalan itu tergantung pada penutupnya (akhir kehidupannya).”
Sabda Nabi ﷺ “menurut apa yang tampak pada pandangan manusia,” mengandung isyarat bahwa perkara yang tersembunyi (batinnya) ternyata menyelisihi luarnya (apa yang tampak itu). Dan sesungguhnya su’ul khatimah disebabkan oleh buruknya batin seorang hamba yang tidak terlihat oleh manusia, entah dari amalannya yang jelek dan yang semisal itu. Maka perangai yang tersembunyi itulah yang menyebabkan su’ul khatimah saat kematian mendatanginya.
Abdul Aziz bin Abi Rawad mengatakan, “Aku menyaksikan seseorang yang akan meninggal. Dia di-talqin dengan kalimat syahadat La ilaha illallah. Namun ternyata orang tersebut malah berkata menjelang akhir hayatnya, dia kafir/mengingkari terhadap apa yang kamu katakan, dan dia meninggal di atas hal itu.”
Beliau mengatakan, “Lalu aku pun bertanya tentang orang itu saat masih hidupnya. Ternyata dia adalah pecandu khamr.” Maka Abdul Aziz mengatakan, “Takutlah kalian dari melakukan dosa, karena dosadosa itulah yang akan membinasakannya.”
Maka kesimpulannya bahwa akhir kehidupan seseorang adalah warisan/buah dari amalan-amalan yang telah dia perbuat (di masa hidupnya). (Jami’ul Ulum wal Hikam)
3. Menerima nasihat
فَتَوَلَّىٰ عَنْهُمْ وَقَالَ يَٰقَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّى وَنَصَحْتُ لَكُمْ وَلَٰكِن لَّا تُحِبُّونَ ٱلنَّٰصِحِينَ
“Maka, dia (Shalih) meninggalkan mereka seraya berkata, ‘Wahai kaumku, sungguh aku telah menyampaikan kepadamu risalah (amanat) Tuhanku dan aku telah menasihatimu, tetapi kamu tidak menyukai para pemberi nasihat.’” (al-A’raf: 79)
4. Berteman dengan teman yang shalih
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَكُونُوا۟ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tetaplah bersama orang-orang yang benar!” (at-Taubah: 119)
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah ...”
Yakni, wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan apa yang telah Allah perintahkan untuk beriman dengannya. Kerjakanlah apa yang menjadi tuntutan dari keimanan tersebut. Yaitu untuk senantiasa bertakwa kepada Allah, dengan meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah serta menjauh darinya.
“... dan tetaplah bersama orang-orang yang benar!”
Yakni, pada ucapan, perbuatan, dan keadaan mereka. Mereka adalah orang-orang yang ucapannya jujur. Perbuatan dan keadaan mereka tidaklah dilakukan melainkan dengan kejujuran yang bersih dari kemalasan dan kelemahan, selamat dari tujuantujuan yang jelek, serta dilakukan dengan penuh keikhlasan dan niat yang baik. Karena kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan dan kebaikan akan mengantarkan ke surga.
5. Mengikuti Sunnah
فَلْيَحْذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِۦٓ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka, hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (an-Nur: 63)
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran: 31)
6. Menyusul dosa dengan amal shalih
وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ طَرَفَىِ ٱلنَّهَارِ وَزُلَفًا مِّنَ ٱلَّيْلِ ۚ إِنَّ ٱلْحَسَنَٰتِ يُذْهِبْنَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّٰكِرِينَ
“Dirikanlah salat pada kedua ujung hari (pagi dan petang) dan pada bagian-bagian malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik menghapus kesalahan-kesalahan. Itu adalah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah).” (Hud: 114)
Dari Abu Dzar z dia berkata, Rasulullah ﷺ telah berkata kepadaku, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada dan ikutilah kejelekan dengan kebaikan niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskan kejelekan. Dan pergauilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR.at-Tirmidzi)
7. Berdoa
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ
“(Mereka berdoa,) ‘Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami berpaling setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami dan anugerahkanlah kepada kami rahmat dari hadirat-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.’” (Ali Imran: 8)
Dari Anas, beliau mengatakan, “Dahulu, Rasulullah ﷺ sering membaca doa,
يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”
Maka aku berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, kami beriman kepadamu dan apa yang engkau bawa, apakah engkau mengkhawatirkan kami?” Beliau bersabda, “ Ya, karena kalbu-kalbu manusia berada di antara dua jari dari jari jemari Allah, Dia membolak-balikkannya sesuai yang Ia kehendaki.” (HR. at-Tirmidzi, dishahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani, dan diriwayatkan juga dari Aisyah)
8. Menjaga Lisan
Dari Anas bin Malik, dia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Keimanan seorang hamba tidak akan istiqamah/lurus hingga hatinya lurus. Dan hati seseorang tidak akan lurus hingga lisannya lurus. Dan seseorang tidak akan masuk surga jika tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (Musnad al-Imam Ahmad)
9. Mengetahui jalan mukminin dan jalan orang yang tidak beriman untuk menghindarinya
Berkata seorang penyair, “Aku mengetahui keburukan bukan untuk mengerjakan keburukan tersebut.
Orang-orang yang mengenal/mengilmui Allah, kitab-Nya, dan agama-Nya mereka akan mengetahui jalannya kaum yang beriman dengan pengetahuan yang terperinci dan juga mengetahui jalannya kaum pendosa dengan pengetahuan yang terperinci pula.
Maka menjadi jelaslah bagi mereka dua jalan, sebagaimana menjadi jelas bagi orang yang menempuh suatu jalan yang mengantarkan kepada tujuannya dan jalan yang mengantarkannya kepada kebinasaan.
Maka mereka ini adalah orang yang paling berilmu, bermanfaat, tulus dalam memberikan nasihat kepada manusia, dan para pemberi petunjuk kepada manusia.
10. Tawadhu
Al-Imam Fudhail bin ‘Iyadh v pernah ditanya tentang tawadhu. Maka beliau berkata, “Tawadhu adalah tunduk kepada kebenaran, patuh kepadanya, dan menerima kebenaran dari siapa pun yang mengatakannya.” (Madarijus Salikin, Ibnu Qayyim al Jauziyah 2/329)
11. Mengambil fatwa ulama besar
Umar z berkata, “Ketahuilah, ucapan yang paling jujur adalah ucapan Allah. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad ﷺ, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan. Ketahuilah senantiasa manusia itu berada pada kebaikan selama mereka mengambil ilmu dari ulama besar mereka. (Jami Bayan al-Ilmi wa Fadhlihi 1/313)
Hal-Hal yang Memalingkan dari Istiqamah
1. Niat tidak baik atau nifaq
فِىۡ قُلُوۡبِهِمۡ مَّرَضٌۙ فَزَادَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًا ۚ وَّلَهُمۡ عَذَابٌ اَلِيۡمٌۢۙ
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya dan mereka mendapat azab yang sangat pedih karena mereka selalu berdusta.” (al-Baqarah: 10)
اِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖ يٰقَوْمِ لِمَ تُؤْذُوْنَنِيْ وَقَدْ تَّعْلَمُوْنَ اَنِّيْ رَسُوْلُ اللّٰهِ اِلَيْكُمْۗ فَلَمَّا زَاغُوْٓا اَزَاغَ اللّٰهُ قُلُوْبَهُمْۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ
“(Ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, ‘Wahai kaumku, mengapa kamu menyakitiku? Padahal, kamu sungguh mengetahui bahwa aku adalah utusan Allah kepadamu.’ Maka, ketika mereka berpaling (dari perintah Allah), Allah memalingkan hati mereka (dari kebenaran). Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” (ash-Shaff: 5)
“Dalam hati mereka ada penyakit ...”
Yang dimaksud dengan ‘penyakit’ di sini adalah penyakit keraguan dalam agama, syubhat (kerancuan) dalam memahami agama, dan kemunafikan. Karena kalbu itu akan didatangi oleh dua penyakit yang keduanya akan mengeluarkan kalbu dari kesehatan dan keseimbangannya.
Penyakit tersebut adalah penyakit syubhat yang batil dan penyakit syahwat yang membinasakan. Maka kekafiran, kemunafikan, keraguan dalam beragama, dan bidah-bidah semuanya ini termasuk penyakit syubhat. Sedangkan zina, menyukai perbuatanperbuatan keji dan maksiat serta melakukannya termasuk penyakit syahwat.
Oleh karena itu ketika Allah berfirman,
“Ketika mereka melenceng, ...”
yakni melenceng dari kebenaran dengan niat-niat mereka,
“Maka Allah lencengkan kalbu mereka, ...”
sebagai hukuman atas pelencengan yang telah mereka pilih untuk diri mereka sendiri, serta ridhanya mereka terhadap hal tersebut. Sehingga Allah tidak memberikan taufik kepada mereka untuk memperoleh hidayah, karena mereka tidak pantas untuk mendapatkan kebaikan, dan mereka tidak pantas kecuali untuk keburukan. (Tafsir as Sa’di)
2. Bangga diri dan sombong
فَاَمَّا عَادٌ فَاسۡتَكۡبَرُوۡا فِى الۡاَرۡضِ بِغَيۡرِ الۡحَقِّ وَقَالُوۡا مَنۡ اَشَدُّ مِنَّا قُوَّةً ؕ اَوَلَمۡ يَرَوۡا اَنَّ اللّٰهَ الَّذِىۡ خَلَقَهُمۡ هُوَ اَشَدُّ مِنۡهُمۡ قُوَّةً ؕ وَكَانُوۡا بِاٰيٰتِنَا يَجۡحَدُوۡنَ
فَاَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِمۡ رِيۡحًا صَرۡصَرًا فِىۡۤ اَيَّامٍ نَّحِسَاتٍ لِّـنُذِيۡقَهُمۡ عَذَابَ الۡخِزۡىِ فِى الۡحَيٰوةِ الدُّنۡيَا ؕ وَلَعَذَابُ الۡاٰخِرَةِ اَخۡزٰى وَهُمۡ لَا يُنۡصَرُوۡنَ
“Adapun (kaum) ‘Ad, mereka menyombongkan diri di bumi tanpa alasan yang benar. Mereka berkata, ‘Siapakah yang lebih hebat kekuatannya daripada kami?’ Tidakkah mereka memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan mereka itu lebih hebat kekuatan-Nya daripada mereka? Mereka telah mengingkari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Maka, Kami mengembuskan angin yang sangat dingin dan bergemuruh kepada mereka selama beberapa hari yang nahas karena Kami ingin agar mereka merasakan siksaan yang menghinakan dalam kehidupan di dunia. Sungguh, azab akhirat lebih menghinakan dan mereka tidak diberi pertolongan.” (Fushshilat: 15—16)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda,
“Tidak akan masuk surga siapa saja yang di dalam kalbunya ada kesombongan walaupun seberat zarah.” Ada seorang berkata kepada Rasulullah ﷺ, “Sesungguhnya ada seorang yang menyukai bajunya bagus dan sandalnya bagus.” Nabi ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.”
3. Taqlid dan tidak mengikuti sunnah
وَ اِذَا قِيۡلَ لَهُمُ اتَّبِعُوۡا مَآ اَنۡزَلَ اللّٰهُ قَالُوۡا بَلۡ نَـتَّـبِـعُ مَا وَجَدۡنَا عَلَيۡهِ اٰبَآءَنَا ؕ اَوَلَوۡ كَانَ الشَّيۡطٰنُ يَدۡعُوۡهُمۡ اِلٰى عَذَابِ السَّعِيۡرِ
“Apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang diturunkan Allah!’ mereka menjawab, ‘(Tidak) Kami justru (hanya) mengikuti kebiasaan yang kami dapati dari nenek moyang kami.’ Apakah (mereka akan mengikuti nenek moyang mereka,) walaupun sebenarnya setan menyeru mereka ke dalam azab api yang menyala-nyala (neraka)?” (Luqman: 21)
“Apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang Allah turunkan , ...’” melalui tangan para rasul-Nya, maka itu merupakan kebenaran dan para rasul telah menerangkan kepada mereka tersebut dalil-dalil kebenaran yang begitu jelas dan gamblang, tapi mereka justru menjawab dengan menentang dan mengatakan, “Bahkan kami mengikuti apa yang kami dapati ada padanya nenek moyang kami, sehingga kami tidak akan meninggalkan apa yang kami dapati nenek moyang kami ada padanya, demi mengikuti ucapan seseorang, siapa pun dia.”
Maka Allah membantah ucapan mereka dan nenek moyang mereka,
KOMENTAR