56 - Keutamaan Kondisi Lapar, Kehidupan yang Sulit; dan Mencukupkan dengan Sedikit Makanan, Minuman, Pakaian, dan Berbagai Keinginan; serta...
56 - Keutamaan Kondisi Lapar, Kehidupan yang Sulit; dan Mencukupkan dengan Sedikit Makanan, Minuman, Pakaian, dan Berbagai Keinginan; serta Meninggalkan Syahwat
Melalui bab ini, Imam Nawawi ingin memahamkan kita bahwa walaupun hidup susah itu berat, tetapi jangan dilupakan bahwa ia memiliki banyak manfaat dan sisi baik; buat dunia dan akhirat.
Dan memang benar, banyak harta itu bisa membuat senang, dapat digunakan untuk banyak kebutuhan bahkan amal kebaikan, tapi jangan lupa, bahwa berharta juga ada bahayanya.
Maka silakan berusaha yang baik untuk dunia, tapi jangan sampai dengan meninggalkan agama.
Yang kaya harus bersyukur dengan tetap taat dan menjauhi maksiat.
Yang hidupnya susah: bersabar dan menghibur diri dengan keistimewaan yang menyertainya.
Ada beberapa fakta dalam ayat-ayat dan hadits di bawah, yang dapat menghibur siapa saja yang hidupnya sedang sulit. Antara lain:
1. Nikmat yang sedikit berarti hisab yang singkat.
2. Hidup yang sulit ialah hidup yang dipilih oleh Nabi Muhammad ﷺ secara sengaja. Padahal beliau ditawari untuk hidup kaya berlimpah harta, namun, beliau menolak. Dan Nabi ﷺ jelas memilih yang paling baik.
3. Rezeki cukup sekedar untuk makan adalah doa yang dipanjatkan oleh Rasulullah ﷺ. Menandakan istimewanya hidup dengan rezeki sekedar cukup buat makan.
4. Orang-orang beriman yang namanya harum hingga kini, para sahabat Rasulullah ﷺ, banyak dari mereka yang hidupnya sangat sulit. Bahkan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah jatuh pingsan dan sempat dikira gila oleh beberapa orang, padahal sebabnya tidak lain karena kelaparan.
Bila ini baru sekilas dari banyak keistimewaan lain yang menyertai kondisi hidup sulit, bukankah sebaiknya memang tetap bersemangat dan tidak lemah saat melaluinya?!
Mengejar Kepuasan Syahwat Sampai Meninggalkan Kewajiban Ibadah adalah Sumber Kehancuran
Allah ta‘ala berfirman,
فَخَلَفَ مِنۢ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَٱتَّبَعُوا۟ ٱلشَّهَوَٰتِۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
59. Kemudian datanglah setelah mereka (para nabi) suatu pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikuti keinginan syahwat, maka mereka kelak akan menghadapi ghayy [kesesatan dan siksa yang pedih di neraka jahanam],
إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًا فَأُو۟لَٰئِكَ يَدْخُلُونَ ٱلْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْـًٔا
60. kecuali orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dizalimi (dirugikan) sedikit pun,” (Q.S. Maryam)
————————————————————————
Kandungan Ayat
Pengejar kepuasan syahwat yang sampai berani meninggalkan kewajiban agama seperti shalat, maka ia terancam dengan ghayy (tersesat jalan hidupnya).
Ghayy juga memiliki arti: lembah di neraka jahanam. Sangat dalam dan mengerikan. Di sanalah orang semacam itu akan menerima siksaan atas perbuatannya mementingkan syahwat hingga meninggalkan agama. [Syarah Riyadhus Shalihin karya Syaikh Ibnu Baaz (2/258)].
Kadang Kemewahan Dapat Menghancurkan
Allah ta‘ala berfirman,
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوْمِهِۦ فِى زِينَتِهِۦۖ قَالَ ٱلَّذِينَ يُرِيدُونَ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا يَٰلَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَآ أُوتِىَ قَٰرُونُ إِنَّهُۥ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
79. Maka keluarlah dia (Qarun) [untuk memamerkan kebesaran dan hartanya] kepada kaumnya dengan kemegahannya. Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata, “Mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun, sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.”
وَقَالَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ ٱللَّهِ خَيْرٌ لِّمَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَلَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ٱلصَّبِرُونَ
80. Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu [tentang Allah dan agama-Nya] berkata [saat mendengar ucapan mereka yang menginginkan dunia], “Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar [lebih memilih mengejar pahala daripada dunia yang fana].” (Q.S. Al-Qashash)
Nikmat yang Banyak Berarti Hisab pun Akan Banyak dan Berat
Allah ta‘ala berfirman,
ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ
“kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang [segala] kenikmatan (di dunia itu).” (Q.S. At-Takatsur: 8)
————————————————————————
Kandungan Ayat
Nikmat demi nikmat yang kita rasakan akan ditanya oleh Allah. Ditanya tentang bagaimana mendapatkannya: dengan cara halal atau haram?
Dan ditanya: apakah telah melaksanakan hak syukurnya atau tidak? [Tathriz Riyadhus Shalihin, hlm. 333].
Maka orang yang daftar kenikmatan hidupnya panjang, otomatis panjang dan banyak pula pemeriksaan yang dilakukan kepadanya.
Dunia yang Berlimpah Tidak Menjamin Keamanan di Akhirat
Allah ta‘ala berfirman,
مَّن كَانَ يُرِيدُ ٱلْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُۥ فِيهَا مَا نَشَآءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُۥ جَهَنَّمَ يَصْلَىٰهَا مَذْمُومًا مَّدْحُورًا
“Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi) [dengan amal baiknya], maka Kami segerakan [kenikmatan hidup] baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki dan bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan untuknya (di akhirat) neraka jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela [karena lebih memilih dunia dan mengingkari kehidupan akhirat] dan lagi terusir [dari rahmat Allah].” (Q.S. Al-Israʼ: 18)
والآيات في الباب كثيرةٌ معلومةٌ.
Ayat-ayat yang serupa dengan pembahasan bab ini ada banyak dan sudah sama-sama diketahui.
Di antaranya ialah firman Allah ta‘ala,
وَمَآ أُوتِيتُم مِّن شَىْءٍ فَمَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَزِينَتُهَاۚ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰٓ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Dan apa saja (kekayaan, jabatan, keturunan) yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya [yang sementara]; sedang apa yang di sisi Allah [pahala besar di akhirat] adalah lebih baik dan lebih kekal. Tidakkah kamu mengerti [untuk lebih memperjuangkan yang kekal daripada yang fana]?” (Q.S. Al-Qashash: 60)
Bagaimana Menu dan Ketersediaan Makanan di Rumah Nabi Muhammad ﷺ
وعن عائشةَ رضيَ اللهُ عنها قالت: «ما شَبعَ آلُ مُحمَّدٍ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم مِنْ خُبْزِ شَعِيرٍ يَوْمَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ حَتَّى قُبِضَ» . متفقٌ عليه .
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
“Keluarga Muhammad ﷺ tidak pernah kenyang dari memakan roti sya‘ir (salah satu jenis gandum) selama dua hari berturut-turut, terus begitu sampai beliau wafat.”
Muttafaqun ‘alaihi [H.R. Al-Bukhari (5416) dan Muslim (2970)].
وفي رواية: «مَا شَبِعَ آلُ مُحَمَّد صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم مُنْذُ قَـدِمَ المَدِينةَ مِنْ طَعامِ البرِّ ثَلاثَ لَيَالٍ تِبَاعاً حَتَّى قُبِض» .
Di satu riwayat lain [Al-Bukhari (6454) dan Muslim (2970)] dengan kalimat,
“Tidak pernah keluarga Muhammad ﷺ kenyang dari memakan roti berbahan burr (juga jenis gandum) sampai tiga hari berturut-turut semenjak beliau datang ke Madinah hingga beliau wafat.”
————————————————————————
Kandungan Hadits
1. Menu makanan harian Nabi Muhammad ﷺ sangat jauh dari kata mewah.
Roti dari gandum jenis sya‘ir ialah jenis roti yang masuk jajaran terbawah. Bahkan konon, tidak banyak yang mau mengkonsumsinya.
Sedangkan roti dari burr kualitasnya lebih baik.
Bahkan roti dengan kualitas bawah itu pun tidak bisa setiap hari beliau sekeluarga nikmati.
“Keluarga Muhammad ﷺ tidak pernah kenyang dari memakan roti sya‘ir selama dua hari berturut-turut.”
Walaupun kadang, beliau dan keluarganya juga memakan roti dengan kualitas lebih baik (burr). Tapi pun sama, tidak di sepanjang waktu.
Jadi, kadang beliau makan dengan roti yang kasar, kadang roti yang lembut, kadang makan dengan kurma, dan bahkan kadang tidak ada makanan sama sekali di rumahnya! [Syarah Kitab ar-Riqaq min Shahih al-Bukhari karya Syaikh Ibnu Baaz, hlm. 96].
Mari merenung dan berpikir sebentar pada satu sisi kehidupan manusia termulia di sisi Allah ini, Rasul kita ﷺ. Lalu bandingkan dengan bagaimana cara kita melihat beragam nikmat dan kenyamanan duniawi.
2. Kehidupan sederhana ialah pola kehidupan yang baik dan membawa banyak manfaat. Buktinya, Rasulullah ﷺ memilih hidup yang sederhana.
Rasulullah ﷺ tidak berluas-luas dalam kelezatan makanan dan dunia.
Dalam kondisi beliau mampu untuk mendapatkan makanan-makanan terlezat saat itu.
Maka, dari kesederhanaan dan zuhudnya beliau kita belajar untuk tidak tenggelam mencari-cari dan memikirkan sesuatu yang bukan kebutuhan utama hidup. Sederhana saja. Pikirkan yang pokok dan terpenting saja. [Dalil al-Falihin (2/385)].
3. Bersabar menghadapi kesusahan hidup. [Syarah Kitab ar-Riqaq min Shahih al-Bukhari karya Syaikh Ibnu Baaz, hlm. 96].
Jika belum kunjung mendapat kelapangan, maka tetaplah tabah dan bersabar. Sambil membayangkan bagaimana sabarnya Rasulullah ﷺ.
Tidak sepekan, sebulan, atau setahun dua tahun. Tapi sepuluh tahun kondisi sulit makanan yang dilalui oleh Rasulullah ﷺ bersama istri-istrinya.
“Sejak tiba di Madinah, keluarga Muhammad ﷺ tidak pernah kenyang dari memakan roti berbahan burr sampai tiga hari berturut-turut. Terus demikian hingga beliau wafat.”
Dan lagi, merenungkan hal ini juga bisa mengobati sedih di akhir bulan akibat kantong kering.
📝 Catatan
Untuk yang hidupnya berkecukupan, bukan artinya ia memilih makanan dengan gizi rendah atau mengurangi porsi makan bagi dirinya dan keluarga. Jika ada, silakan makan.
Poin utama riwayat tadi ialah tentang pilihan Nabi Muhammad ﷺ untuk hidup secara biasa. Ini menjadi bimbingan agar arah pikiran kita tidak terlalu besar tentang makanan, kelezatan jasad, dan kemewahan.
Jika kebetulan tidak ada banyak pilihan makanan, maka makan saja yang ada. Menjadi orang yang sederhana dan tidak repot untuk masalah makanan, dalam rangka mencontoh Nabi Muhammad ﷺ.
Jika ternyata makanan yang terbeli terasa tidak biasa, maka biasa saja. Tidak perlu marah dan berkeluh kesah. Sembari mengingat tentang apa yang dimakan oleh Nabi Muhammad ﷺ.
Kesabaran Dalam Melewati Hidup yang Sulit
وعن عُرْوَةَ عَنْ عائشة رضيَ اللهُ عنها، أَنَّهَا كَانَتْ تَقُولُ: «واللهِ يا ابْنَ أُخْتِي إِنْ كُنَّا لَنَنْظُرُ إلى الهِلالِ ثمَّ الهِلالِ، ثُمَّ الهلالِ؛ ثلاثةَ أَهِلَّةٍ في شَهْرَيْنِ، وَمَا أُوقِدَ في أَبْيَاتِ رسولِ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم نارٌ. قُلْتُ: يَا خَالَةُ فَمَا كَانَ يُعَيِّشُكُم؟ قالتْ: الأَسْوَدَانِ: التَّمْرُ وَالمَاءُ، إِلَّا أَنَّهُ قَدْ كَانَ لرسول اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم جِيرانٌ مِنَ الأَنْصَـارِ، وَكَانَتْ لَهُمْ مَنَائحُ فَكَانُوا يُرْسِلُونَ إلى رسولِ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم مِنْ أَلبانها فَيَسْقِينَا». متفقٌ عليه .
Dari Urwah, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
“Demi Allah, wahai anak saudariku, kami melihat hilal (bulan sabit), kemudian hilal lagi, kemudian hilal lagi; tiga hilal dalam rentang dua bulan, tetapi tidak pernah api (dapur) dinyalakan di rumah istri-istri Rasulullah.”
Aku bertanya, “Wahai bibi, lalu apa yang kalian makan?”
“Kurma dan air. Namun, Rasulullah ﷺ mempunyai tetangga orang Anshar yang memiliki hewan perahan, dan mereka menghadiahkan hasil susunya kepada Rasulullah ﷺ lalu beliau memberikannya kepada kami.”
Muttafaqun ‘alaihi [H.R. Al-Bukhari (2567) dan Muslim (2972)].
————————————————————————
📖 Kandungan Hadits
1. Dalam hidup yang sederhana, mengandung kebaikan yang banyak.
Karena kehidupan sulit seperti keterangan Aisyah di atas ialah hidup pilihan Rasulullah ﷺ. Dan Rasulullah ﷺ jelas memilih yang terbaik. Jika ingin kaya raya, mudah sekali bagi beliau. Namun, beliau tidak menginginkannya.
Kembali seperti ulasan hadits sebelumnya: bukan maknanya orang yang kaya dianjurkan hidup susah dan sering kelaparan. Tidak demikian penerapannya. Tetapi agar tidak terlalu repot dan membesarkan masalah makanan yang tersedia.
Hadits ini juga hiburan untuk yang sedang sempit penghidupannya; hendaklah berbesar hati dan bersabar melewatinya. Sebab kehidupan keluarga termulia di bumi, keluarga Rasulullah ﷺ, bahkan tidak memiliki bahan makanan untuk dimasak sampai dua bulanan.
2. Boleh menceritakan kesulitan hidup yang pernah dilewati untuk dijadikan pelajaran buat orang lain. Seperti yang dilakukan oleh ibu kita, Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Yang terlarang ialah menceritakan kesulitan dalam rangka mengemis belas kasih atau ekspresi kekesalan pada keadaan. [Tathriz Riyadhus Shalihin, hlm. 346].
Sekedar Roti dari Sya‘ir (gandum) pun Jarang Memenuhi Perut Nabi Muhammad ﷺ
وعن سعيدٍ المقْبُريِّ عَنْ أبي هُرَيرةَ رضيَ اللهُ عنه أَنه مَرَّ بِقَومٍ بَيْنَ أَيْدِيهمْ شَاةٌ مَصْلِيَّةٌ، فَدَعَوْهُ فَأَبى أَنْ يَأْكُلَ ، وقال: «خَرج رسولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم من الدنيا ولمْ يشْبعْ مِنْ خُبْزِ الشَّعِيرِ» . رواه البخاري .
Dari Sa‘id al-Maqburi, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
Beliau pernah melewati sekelompok orang yang sedang terhidang di hadapan mereka daging kambing bakar.
Lalu mereka mengajak Abu Hurairah makan bersama, tetapi beliau menolak.
Lalu Abu Hurairah bercerita, “Rasulullah ﷺ telah meninggalkan dunia ini sedangkan beliau belum pernah memakan roti sya‘ir (gandum) sampai kenyang.”
H.R. Al-Bukhari [5414].
————————————————————————
📖 Kandungan Hadits
1. Bersemangat mencontoh kehidupan ala Nabi ﷺ. Beliau tidak terlalu memanjakan syahwat dan bernikmat-nikmat dengan perhiasan dunia. [Rauh wa Rayahin, hlm. 346].
Lihat sikap Abu Hurairah tadi. Ajakan memakan makanan yang nikmat beliau tolak karena mengingat kehidupan Rasulullah ﷺ; beliau berusaha untuk meneladaninya.
Pembahasan ini begitu menarik. Erat dengan penerapan di keseharian kita. Kehidupan ala Nabi ﷺ dapat menjawab pikiran yang kadang melayang ke mana-mana karena memikirkan apa lagi yang ingin dimakan(?) Jawab saja, “Apa saja yang ada dan mudah didapatkan.” Jangan terlalu repot tentang masalah makanan.
2. Jika cinta kepada Nabi ﷺ, maka tidak terlalu sulit untuk mengikutinya.
Syaikh Faishal Alu Mubarak berkata ketika menyebutkan pelajaran dalam hadits di atas, “Orang yang cinta jelas mengikuti jejak orang yang dicintainya.”
Tathriz Riyadhus Shalihin, hlm. 330.
3. Mengajak makan orang-orang yang saleh ialah amalan yang baik.
“Lalu mereka mengajak Abu Hurairah makan bersama.”
Nabi Muhammad ﷺ Makan dengan Duduk di Lantai
وعن أَنسٍ رضيَ اللهُ عنه ، قال: «لمْ يأْكُلِ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم على خِوَانٍ حَتَّى مَاتَ ، وَمَا أَكَلَ خُبزاً مرَقَّقاً حَتَّى مَاتَ» . رواه البخاري.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
“Nabi ﷺ tidak pernah makan di atas meja makan hingga beliau wafat. Dan tidak pernah makan roti yang lembut hingga beliau wafat.”
H.R. Al-Bukhari [4386].
وفي روايةٍ له: «وَلا رَأَى شَاةً سَمِيطاً بِعَيْنِهِ قطُّ» .
Dalam riwayat al-Bukhari yang lain [5421],
“Dan beliau tidak pernah sama sekali melihat seekor kambing bakar.”
————————————————————————
Kandungan Hadits
Kehidupan Nabi Muhammad ﷺ jauh dari kata mewah.
- Nabi ﷺ tidak pernah makan dengan duduk di meja makan.
- Beliau tidak pernah memakan roti yang lembut.
- Dan melihat kambing bakar pun jua tak pernah.
Ini dalil bahwa Rasulullah ﷺ memang berpaling dari kelezatan dunia. Tidak mengejar dan berusaha meraihnya. [Rauh wa Rayahin, hlm. 347].
Dari beliau semestinya kita belajar untuk menerima apa yang ada. Kalau Nabi ﷺ memilih secara sengaja kehidupan semacam itu; untuk kita, setidaknya dengan tidak terlalu banyak menuntut dan mengeluh jika keadaan memang sedang sulit.
Tidak ada sendok, dengan tangan pun jadi. Tidak ada meja, lantai pun bisa. Tidak ada lauk yang cocok dengan selera, lauk yang terhidang pun sanggup mengganjal perut dan mengenyangkan.
Sambil mengingat tentang kerasnya hidup yang dijalani oleh Rasulullah ﷺ.
Bahan Merenung Buat Kita: Nabi Muhammad ﷺ Bahkan Pernah Tidak Memiliki Apa-apa untuk Dimakan
وعن النُّعمانِ بن بشيرٍ رضيَ اللهُ عنهما قال: «لقد رَأَيْتُ نَبِيَّكُمْ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وما يَجِدُ مِنْ الدَّقَلِ ما يَمْلأُ به بَطْنَهُ» رواه مسلم .
Dari Nuʼman bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
“Sungguh, aku melihat nabi kalian ﷺ pernah tidak memiliki apa-apa untuk mengisi perutnya, walau kurma jelek pun tidak ada.”
H.R. Muslim [2978].
————————————————————————
Kandungan Hadits
1. Beruntungnya hamba yang diberi karunia sabar dalam melewati kehidupan yang sulit. Sehingga ia mampu menjalani hidup seperti yang dicontohkan oleh Nabi ﷺ. [Rauh wa Rayahin, hlm. 347].
Membangkitkan kesabaran bisa dilakukan dengan memikirkan bagaimana susah sempitnya kehidupan Nabi ﷺ. Serta berdoa, juga berusaha melewati semuanya dengan sabar, tanpa mengeluh dan marah.
2. Kehidupan Rasulullah ﷺ ialah lembaran terbuka yang diketahui oleh para sahabat.
Tanpa Nabi ﷺ bercerita, tetapi para sahabat melihat dan tahu persis sulitnya penghidupan beliau.
Karena itu, para sahabat pun menjadi pribadi-pribadi yang zuhud. Sebab Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan mereka zuhud melalui praktik langsung, bukan hanya lewat ucapan.
Rasulullah ﷺ Tidak Pernah Melihat Kue yang Lembut
وعن سَهْلِ بنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: «ما رَأى رَسولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم النَّقِيَّ منْ حِينِ ابْتعَثَهُ اللهُ تعالى حتَّى قَبَضَهُ اللهُ تعالى ، فقيل لَهُ : هَلْ كَانَ لَكُمْ في عهْدِ رسولِ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم مَنَاخلُ ؟ قَالَ: ما رأى رسولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم مُنْخُلاً مِنْ حِينِ ابْتَعثَهُ اللهُ تَعَالَى حَتَّى قَبَضَهُ اللهُ ، فَقِيلَ لهُ: كَيْفَ كُنْتُمْ تَأْكُلُونَ الشَّعِيرَ غيرَ منْخُولٍ ؟! قال: كُنَّا نَطْحَنُهُ ونَنْفُخُهُ ، فَيَطيرُ ما طارَ ، وما بَقِي ثَرَّيْناهُ» . رواه البخاري .
Dari Sahl bin Sa‘ad radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
“Rasulullah ﷺ tidak pernah melihat roti yang lembut semenjak Allah mengutusnya hingga Allah mewafatkannya.”
Lalu ada yang bertanya kepada Sahl, “Apakah di masa Rasulullah ada ayakan tepung?”
Beliau berkata, “Rasulullah ﷺ tidak pernah melihat ayakan semenjak Allah ta‘ala mengutusnya hingga Allah mewafatkannya.”
Sahl ditanya lagi, “Bagaimana kalian memakan gandum tanpa diayak?”
Kata Sahl, “Dahulu kami menumbuk gandum itu lalu kami tiup. Maka sebagian ada yang terbang, sedangkan yang tetap, lalu dibasahi dan diaduk untuk dibuat roti.”
H.R. Al-Bukhari [5413].
————————————————————————
Kandungan Hadits
Roti yang lembut dibuat dari gandum berkualitas baik dan halus.
Ayakan berfungsi memisahkan antara gandum yang halus dan kasar. Setelah terpisah, maka gandum halus dapat segera diolah untuk menghasilkan roti yang nikmat.
Dari penjelasan Sahl bin Sa‘ad tadi kita menyaksikan, jangankan roti lembut, perangkat untuk mengayak gandum saja Rasulullah ﷺ tidak pernah melihat wujudnya. Apalagi roti yang lembut.
Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabat memakan makanan yang mudah didapat. Tidak memaksakan diri untuk mengusahakan makanan jenis tertentu. [Rauh wa Rayahin, hlm. 348].
Kehidupan Nabi dan Para Sahabat
وعن أبي هُريرةَ رضيَ اللهُ عنه قال: خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ذاتَ يَوْمٍ أَوْ لَيْلَةٍ ، فَإِذا هُوَ بِأَبي بكْرٍ وعُمَرَ رضيَ اللهُ عنهما ، فقال: « ما أَخْرَجَكُمَا مِنْ بُيُوتِكُما هذِهِ السَّاعَةَ؟» قالا: الجُوعُ يا رَسولَ اللهِ . قالَ: « وَأََنا ، والَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ، لأَخْرَجَني الَّذِي أَخْرَجَكُما . قُوموا » فقَاموا مَعَهُ ، فَأَتَى رَجُلاً مِنَ الأَنْصارِ ، فَإِذَا هُوَ لَيْسَ في بيتهِ ، فَلَمَّا رَأَتْهُ المَرْأَةُ قالَتْ: مَرْحَباً وَأَهْلاً . فقال لها رَسُولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: « أَيْنَ فُلانٌ ؟» قالَتْ: ذَهَبَ يَسْتَعْذِبُ لَنَا الماءَ ، إِذْ جاءَ الأَنْصَاريُّ ، فَنَظَرَ إلى رَسُولِ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وَصَاحِبَيْهِ ، ثُمَّ قالَ: الحَمْدُ لِلهِ ، ما أَحَدٌ اليَوْمَ أَكْرَمَ أَضْيافاً مِنِّي . فانْطَلقَ فَجَاءَهُمْ بِعِذْقٍ فِيهِ بُسْرٌ وتَمْرٌ ورُطَبٌ ، فقال: كُلُوا ، وَأَخَذَ المُدْيَةَ ، فقال لَهُ رسُولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: « إِيَّاكَ وَالحَلُوبَ » فَذَبَحَ لَهُمْ ، فَأَكلُوا مِنَ الشَّاةِ وَمِنْ ذلكَ العِذْقِ وشَرِبُوا . فلمَّا أَنْ شَبعُوا وَرَوُوا قال رسولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم لأَبي بكرٍ وعُمَرَ رضيَ اللهُ عنهما: « وَالَّذِي نَفْسي بِيَدِهِ ، لَتُسْأَلُنَّ عَنْ هذَا النَّعيمِ يَوْمَ القِيامَةِ ، أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُيُوتِكُمُ الجُوعُ ، ثُمَّ لَمْ تَرْجِعُوا حَتَّى أَصَابَكُمْ هذا النَّعِيمُ » رواه مسلم .
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita: Di suatu siang atau malam, Rasulullah ﷺ pernah keluar rumah.
Dan ternyata Abu Bakar dan Umar pun keluar.
Nabi bertanya, “Hal apa yang membuat kalian keluar dari rumah di waktu seperti sekarang?”
Mereka menjawab, “Lapar wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda, “Sedangkan aku, demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, hal yang membuatku keluar juga sama seperti yang membuat kalian keluar, berdirilah.”
Lalu keduanya berdiri bersama Rasulullah ﷺ.
Kemudian Rasulullah mendatangi seorang lelaki Anshar, dan ternyata dia tidak ada di rumahnya.
Ketika si istri melihat Rasulullah, ia berkata, “Selamat datang.”
Lalu Rasulullah ﷺ bertanya kepadanya, “Di mana si fulan?”
Istrinya menjelaskan, “Pergi mengambilkan air tawar untuk kami.”
Tak lama kemudian, lelaki Anshar tersebut datang dan melihat Rasulullah ﷺ bersama dua sahabatnya.
Kemudian ia berkata, “Alhamdulillah. Hari ini tidak ada tuan rumah yang kedatangan tamu yang lebih mulia dariku.”
Lalu ia masuk ke rumah dan membawakan mereka pelepah kurma yang berisi kurma muda, kurma kering, dan kurma yang masih basah, lalu ia berkata, “Silahkan makan.”
Kemudian ia mengambil pisau, Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya, “Jangan sembelih kambing yang banyak susunya.”
Ia menyembelih seekor kambing untuk mereka. Maka mereka pun makan kambing, beraneka ragam kurma dan minum.
Tatkala mereka kenyang dan lepas dahaga, Rasulullah ﷺ bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, kalian pasti akan ditanya tentang nikmat ini di hari kiamat, rasa lapar telah membuat kalian keluar dari rumah, dan belum kalian pulang dalam keadaan telah mendapatkan nikmat ini.”
H.R. Muslim [2038].
Orang Anshar yang mereka datangi tersebut bernama: Abu Haitsam bin at-Tayyihan radhiyallahu ‘anhu; seperti yang dijelaskan dalam riwayat at-Tirmidzi dan selainnya.
————————————————————————
Kandungan Hadits
1. Orang-orang terbaik umat ini sampai keluar dari rumahnya karena rasa lapar. Maka wahai yang masih diuji dengan susah, jangan larut dalam sedih dan bersabarlah. [Rauh wa Rayahin, hlm. 349].
2. Segala kenikmatan dunia yang kita rasakan, maka akan dimintai tanggung jawab pada hari kiamat. [Rauh wa Rayahin, hlm. 349].
Akan ditanya dari mana sumbernya; halal ataukah haram? Dan ditanya syukurnya; dipakai untuk taat atau maksiat?
Jika sikapnya terhadap nikmat banyak menyelisihi aturan agama, maka akan semakin sulit perjalanannya yang selanjutnya.
Dari sini kita paham: bahwa kenikmatan dunia tidak hanya tentang rasa bahagia, tapi ada beban berat yang menunggunya.
3. Tidak ada salahnya menikmati makanan yang lezat, yang terpenting menunaikan hak syukurnya.
Nabi Muhammad ﷺ dan Sahabatnya Pernah Hanya Mendapati Daun untuk Dimakan
وعن خالدِ بنِ عُمَيْرٍ العَدَويِّ قال: «خَطَبَنَا عُتْبَةُ بنُ غَزْوانَ - وكانَ أَمِيراً عَلى البَصْرَةِ - فَحمِدَ اللهَ تعالى وأَثْنى عليْهِ ، ثُمَّ قَالَ: أَمَا بعْدُ: فَإِنَّ الدُّنْيَا قَدْ آذَنَتْ بصُرْمٍ، ووَلَّتْ حَذَّاءَ، وَلَمْ يَبْقَ منها إلَّا صُبَابَةٌ كَصُبابةِ الإِناءِ يتصابُّها صاحِبُها، وإِنَكُمْ مُنْتَقِلُونَ مِنْها إلى دارٍ لا زَوالَ لهَا، فانْتَقِلُوا بِخَيْرِ ما بِحَضْرَتِكُم ؛ فَإِنَّهُ قَدْ ذُكِرَ لَنا أَنَّ الحَجَرَ يُلْقَى مِنْ شَفِير جَهَنَّمَ فَيهْوي فِيهَا سَبْعِينَ عاماً، لا يُدْركُ لَها قَعْراً، واللهِ لَتُمْلأَنَّ ، أَفَعَجِبْتُمْ ؟! ولَقَدْ ذُكِرَ لَنَا أَنَّ ما بَيْنَ مِصْراعَيْنِ مِنْ مَصاريعِ الجَنَّةِ مَسيرةَ أَرْبَعِينَ عاماً، وَلَيَأْتِينَّ عَلَيها يَوْمٌ وهُوَ كَظِيظٌ مِنَ الزِّحامِ، وَلَقَدْ رأَيتُني سابعَ سبْعَةٍ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم مالَنا طَعامٌ إِلَّا وَرَقُ الشَّجَرِ، حتى قَرِحَتْ أَشْداقُنا ، فالْتَقَطْتُ بُرْدَةً فشَقَقْتُها بيْني وَبَينَ سَعْدِ بنِ مالكٍ، فَاتَّزَرْتُ بنِصْفِها، وَاتَّزَرَ سَعْدٌ بنِصفِها، فَمَا أَصْبَحَ اليَوْمَ مِنَّا أَحَدٌ .. إلَّا أَصْبَحَ أَمِيراً عَلى مِصْرٍ مِنْ الأَمْصَارِ ، وإِني أَعُوذُ بِاللهِ أَنْ أَكْونَ في نَفْسي عَظِيماً، وعِنْدَ اللهِ صَغِيراً» . رواهُ مسلم .
Dari Khalid bin Umair al-‘Adawi berkata: Gubernur Bashrah, Utbah bin Ghazwan berkhutbah di hadapan kami. Setelah memuji Allah, ia berkata:
“Amma baʼdu. Sesungguhnya dunia telah memberitahukan kehancurannya dan berlalu dengan cepat. Tiada yang tersisa dari dunia selain sedikit sisa yang dikumpulkan oleh para pemburu dunia.
Sesungguhnya kalian akan meninggalkannya menuju negeri yang tidak pernah hancur. Maka hendaklah kalian berpindah dengan bekal terbaik yang ada di hadapan kalian.
Karena telah disebutkan kepada kami (oleh Nabi) bahwa sebuah batu yang dilemparkan dari bibir neraka jahannam telah melayang di dalamnya selama tujuh puluh tahun, tetapi belum juga mancapai dasar neraka.
Demi Allah, neraka benar-benar akan dipenuhi.
Apakah kalian heran?
Sungguh, telah dijelaskan kepada kami (oleh Nabi ﷺ) bahwa jarak antara dua daun pintu surga adalah sejauh perjalanan empat puluh tahun. Dan benar-benar akan datang suatu hari, saat itu pintu surga akan dipenuhi oleh orang banyak yang berdesak-desakan.
Dan sungguh, aku telah menjadi orang yang ketujuh dari tujuh orang yang menyertai Rasulullah ﷺ. Saat itu kami sama sekali tidak memiliki makanan kecuali hanya daun pohon, sehingga menyebabkan sudut mulut kami bernanah.
Saat itu aku mendapati sebuah kain selimut, maka aku membaginya dua bagian, setengah bagian aku gunakan sebagai sarung, dan setengah bagian lainnya untuk sarung Saʼad bin Malik.
Hari ini, tiada seorang pun di antara kami melainkan telah menjadi penguasa atas sebuah negeri. Aku berlindung kepada Allah dari menjadi orang besar dalam pandangan diriku sendiri, namun, menjadi orang yang rendah di hadapan Allah.”
H.R. Muslim [2967].
————————————————————————
📖 Kandungan Hadits
1. Mengetahui tentang sulitnya hidup Nabi ﷺ dan para sahabat dalam perjuangan menyebarkan Islam.
Mulai dari sulit makanan, “aku telah menjadi orang yang ketujuh dari tujuh orang yang menyertai Rasulullah ﷺ. Saat itu kami sama sekali tidak memiliki makanan kecuali hanya daun pohon, sehingga menyebabkan sudut mulut kami bernanah.”
Maka siapa yang di piring makannya masih ada nasi, hendaknya ia banyak bersyukur kepada Allah karena Dia telah sangat baik. Bandingkan dengan kehidupan Nabi ﷺ bersama para sahabat yang bahkan pernah hanya memakan daun saja!
Mereka juga kesulitan pakaian, “aku mendapati sebuah kain selimut, maka aku membaginya dua bagian, setengah bagian aku gunakan sebagai sarung, dan setengah bagian lainnya untuk sarung Saʼad bin Malik.”
Kain itu dibagi agar demi bisa digunakan oleh dua orang! Maka, tak perlu berkeluh kesah jika tidak sanggup membeli pakaian bermerek. Pakaian yang menutupi aurat dengan baik sudah lebih dari cukup. Begitulah latihan mendidik diri agar qanaah.
2. Anjuran buat kita untuk menyampaikan nasihat kepada saudara-saudara kita, memberi motivasi pada kebaikan-kebaikan, dan mengingatkan dari siksa neraka. Begitulah yang dilakukan oleh sahabat Rasulullah, Utbah bin Ghazwan, dalam riwayat di atas. [Rauh wa Rayahin, hlm. 350].
Rasulullah ﷺ Biasa Mengenakan Pakaian yang Kasar
وعن أبي بُرْدَةَ بنِ أَبِي موسى الأَشْعَريِّ رضيَ اللهُ عنه قال: «أَخْرَجَتْ لَنا عائِشَةُ رضيَ اللهُ عنها كِساءً وَإِزاراً غَلِيظاً ، قالَتْ: قُبِضَ رسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم في هذين» . متفقٌ عليه.
Dari Abu Burdah [dari] Abu Musa al-‘Asyari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Aisyah radhiyallahu ‘anha mengeluarkan selembar baju dan sarung yang kasar kepada kami. Lalu beliau mengatakan, ‘Rasulullah ﷺ wafat dengan mengenakan dua kain ini.ʼ”
Muttafaqun ‘alaihi [H.R. Al-Bukhari (5818) dan Muslim (2080)].
————————————————————————
Kandungan Hadits
Rasulullah ﷺ tidak mengejar kemewahan dunia. Hal itu terbukti dari beliau yang tidak mempermasalahkan persoalan pakaian, apa yang ada dan mudah didapatkan, maka itulah yang beliau pakai. [Tathriz Riyadhus Shalihin, hlm. 334].
Maka dengan pilihan hidupnya ini, beliau ﷺ telah memberikan teladan kepada yang kaya maupun tidak.
Orang yang kaya diizinkan oleh Nabi Muhammad ﷺ untuk memakai pakaian apa saja yang mubah dan tidak mengandung pelanggaran agama, namun, jika ia memilih pakaian yang sederhana dan terjangkau, maka sungguh Nabi Muhammad ﷺ telah lebih dulu memberikan teladan buatnya.
Sedangkan bagi yang miskin, mengingat kehidupan Nabi Muhammad ﷺ adalah penguat kesabaran yang sangat bermakna. Ia berpikir dalam hatinya, “Masa-masa hidup yang sulit ini harus aku lewati dengan bersabar dan tetap memuji Allah, karena kehidupan yang lebih sulit sudah dilewati oleh manusia yang sangat aku cintai, Rasulullah ﷺ.”
KOMENTAR