Pengertian khiyar majelis dan khiyar syarat beserta contoh-contoh kasusnya.
AL KHIYAR
Al khiyar adalah mengambil salah satu dari dua pilihan dalam jual beli, antara melanjutkan jual beli atau membatalkanya dan ini adalah hak bagi penjual dan pembeli.
Al-khiyar terbagi menjadi tujuh macam sebagaimana disebutkan oleh para ulama setelah mereka meneliti dan membaca nash-nash syar'i dalam al-Quran dan as-Sunnah:
- Khiyarul Majelis
- Khiyarusy Syarth
- Khiyar al-Ghubun
- Khiyar at-Tadlis
- Khiyar al-'Aib
- Khiyar Filbai' bi Takhyiri Atsaman
- Khiyar Likhtilafi al-Mutabayi'aini
Berikut ini akan kami tuliskan beberapa keterangan dari as-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam kitab as-Syarhul Mumti' dan beberapa ulama lainnya insya Allah ta'ala.
Khiyar Majelis
Majelis di sini adalah tempat untuk jual beli, sama saja dengan duduk atau dengan berdiri sebagaimana disebutkan dalam riwayat Hakim bin Hizam, Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda,
إِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلاَنِ فَكُل وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا
"Berjual beli itu ada khiyarnya (kesempatan untuk memilih untuk melanjutkan atau menghentikan transaksinya) selama dua belah pihak belum berpisah." (HR. Bukhori no. 2079 dan Muslim no. 1532)
Juga hadits Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda,
إِذَا تَبَايَعَ الرجُلانِ فَكُل وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرْقًا وَكَانَا جَمِيعًا أَوْ يُخَيرُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ فَتَبَايَعَا عَلَى ذلِكَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ
"Dua orang yang sedang bertransaksi bagi mereka hak untuk memilih selama belum berpisah dan keduanya masih dalam satu tempat. Apabila salah satu telah menentukan pilihannya kemudian terjadi akad jual beli maka sahlah jual belinya." (HR. Bukhori no. 2112 dan Muslim no. 1531)
Hadits ini memberikan faidah bahwa khiyar berlangsung selama penjual dan pembeli belum berpisah. Juga memberikan faidah kalau ada orang bertransaksi lewat telepon maka tidak ada khiyar, semata dengan mengatakan aku beli dan yang satu mengatakan aku menjual maka sudah selesai akad dan sah.
Hikmah dari disyariatkan khiyar adalah memberikan kelonggaran kepada dua orang yang sedang bertransaksi untuk memilih ya atau tidak, karena kadang orang membeli tanpa terpikir terlebih dahulu maka dia butuh kesempatan khiyar.
Khiyar ini berlaku selama kedua belah pihak masih dalam majelis dan belum berpisah. Bagaimana cara berpisahnya, apakah ada batasan tertentu dalam syariat?
Para ulama menjelaskan bahwa ketentuannya dikembalikan kepada 'urf (kebiasaan) masyarakat, karena syariat tidak memberikan batasan tertentu. Segala sesuatu yang syariat tidak memberika batasan tertentu maka dikembalikan kepada 'urf masyarakat.
Tanya Jawab
Tanya: Bagaimana cara berpisah secara 'urf?
Jawab: Misalnya apabila ada dua orang yang bertransaksi di sebuah ruangan dan telah terjadi akad jual beli kemudian salah satunya keluar dari ruangan tersebut maka sudah selasai masa khiyar bagi keduanya. Atau ada dua orang berjual beli di atas pesawat menuju tempat yang jauh, maka khiyar bagi mereka sampai berpisah. Namun apabila dua belah pihak memutuskan untuk tidak ada khiyar, maka ini pun boleh dan dengan demikian telah terjadi akad jual beli.
Apabila penjual dan pembeli masih dalam satu majelis dan telah terjadi akad jual beli, setelah sepuluh menit, salah satu pihak mengatakan, "Wahai fulan, kita telah putuskan khiyar di antara kita," karena dia khawatir pihak yang satu akan membatalkan transaksinya. Lalu keduanya pun sepakat maka hal ini boleh dan sah.
Tanya: Apa hukum jual beli tanpa ada khiyar dari awal mulai transaksi?
Jawab: Apabila dua belah pihak sepakat untuk tidak ada khiyar, seperti ucapan seorang penjual, "Aku akan menjual barang ini kepadamu tapi tanpa ada khiyar antar kita." Maka hal ini tidak mengapa, dengan demikian terjadi akad jual beli dengan semata ijab dan qobul.
------
Khiyar asy-Syarth
Adalah sebuah syarat yang diajukan oleh dua belah pihak penjual maupun pembeli, yang syarat ini menentukan jual beli yang terjadi antar keduanya. Hal ini sebagaimana tersebut dalam hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda,
مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَشْتَرِطُونَ شُرُوطًا لَيْسَتْ في كِتَابِ اللهِ ، مَنِ اشْتَرَطَ شَرْطًا لَيْسَ في كِتَابِ اللهِ فَلَيْسَ لَهُ ، وَإِنِ اشْتَرَطَ مِائَةَ مَرَّةٍ
"Mengapa bisa ada kaum yang membuat suatu persyaratan yang menyelisihi Kitabulloh. Siapa yang membuat syarat lantas syarat tersebut bertentangan dengan Kitabulloh, maka ia tidak pantas mendapatkan syarat tersebut walaupun ia telah membuat seratus syarat." (HR. Bukhori no. 456 dan Muslim no. 1504)
Juga hadits Abu Huroiroh radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda,
الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ
"Seorang muslim harus memenuhi syarat-syarat mereka." (HR. Ahmad; Abu Dawud no. 3594; al-Hakim, 2/49)
Juga tersebut dalam al-Qur'an,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
"Wahai orang orang yang beriman penuhilah akad-akad itu." (al- Maidah: 1)
Perintah untuk memenuhi aqad maksudnya adalah dengan memenuhi syarat syaratnya.
Tanya Jawab
Tanya:
Kapan syarat itu harus diadakan?
Jawab:
Dalam hal ini ada tiga pendapat:
1. Syarat harus ada di dalam akad tidak di awal ataupun di akhir akad.
2. Syarat boleh di dalam akad juga boleh di waktu masih berlakunya khiyar.
3. Syarat boleh sebelum akad, di dalam akad dan di waktu masih berlakunya khiyar.
Yang benar adalah yang ketiga, karena penetapan syarat itu adalah hak kedua belah pihak. Jadi kapan saja syarat itu dimunculkan maka sah selama kedua belah pihak menyetujuinya. Misal ada pembeli mengatakan, "Aku akan membeli rumah ini dengan syarat berikan aku waktu khiyar selama satu bulan."
Penjual menyatakan, "Ya, tidak mengapa." Lalu pembeli membeli rumah itu dengan harga seratus ribu Real. Penjual mengatakan, "Ya, aku terima." Maka dari semenjak itu berjalanlah syarat tersebut.
Khiyar dengan waktu haruslah waktu yang telah ditentukan sehingga diketahui batasannya walaupun waktunya panjang, apakah sehari. sebulan, atau setahun. Beberapa ulama mengatakan jika batasan khiyar itu dengan waktu yang tidak jelas seperti waktu panen atau metangnya buah kurma karena masa panen dan matangnya buah kurma berbeda beda Namun sebagian ulama membolehkan asalkan ditentukan seperti panen raya atau awal panen.
Al-Imam ibnul Qoyim mengatakan bolehnya khiyar dengan menggunakan waktu yang belum jelas asalkan memiliki batasan akhir. Semisal seorang mengatakan, "Aku akan jual rumah ini kepadamu akan tetapi aku minta diberi waktu khiyar sampai aku bisa membeli rumah yang lain." Ucapan ini memiliki batasan tertentu, akan tetapi kalau seandainya dia mengatakan adanya batasan waktu maka itu lebih baik seperti ucapan. "Aku akan jual rumah ini akan tetapi aku minta diberi waktu khiyar sampai aku bisa membeli rumah yang lain yaitu sampai waktu sebulan kedepan." Ini lebih baik agar tidak berkepanjangan.
Khiyar dengan waktu yang tidak menentu terdapat padanya al-ghoror karena dengan waktu tidak menentu akan menimbulkan pertentangan dan permusuhan dan semua hal yang bisa menimbulkan permusuhan dan dilarang dalam Islam. pertentangan yang
Hal ini tersebut dalam hadits dari shohabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam melarang jual beli yang mengandung al-ghoror (tipuan atau merugikan pihak lain). Oleh karena itu jika ada transaksi dengan khiyar dalam waktu yang tidak jelas maka khiyarnya rusak.
Tanya:
Kapan dimulainya masa khiyar?
Jawab:
Dimulai masa berlakunya khiyar dari semenjak terjadinya akad, misal jika akad jual beli dilakukan pada jam dua belas siang dan khiyar di sepakati selama satu hari maka berhentinya masa khiyar pada jam dua belas siang besok harinya.
Juga seandainya khiyar satu jam terhitung dari akad yang telah di sepakati dan kedua pihak masih berada di tempat maka walaupun masih di tempat tetap saja masa khiyarnya sudah berakhir. Sehingga jika gagal dalam transaksi tersebut baru boleh orang lain untuk menawarnya.
Jika telah sampai waktu khiyarnya dan keduanya sepakat untuk melanjutkan transaksinya, maka akad jual belinya sah dan jika sepakat untuk gagal maka gagallah transaksinya dan tidak mengapa. Demikian juga apabila khiyar disepakati untuk diputus maka hal itu pun boleh.
Misalnya seseorang pembeli mengatakan, "Aku akan membeli barang ini darimu dengan syarat khiyar selam satu bulan." Kemudian di tengah bulan sang pembeli memutuskan khiyarnya untuk segera dijadikan akad jual belinya, hal inipun tidak mengapa.
Contoh lainnya, aku menjual rumah kepada seseorang dengan harga seratus ribu Real dengan khiyar satu bulan. Setelah berjalan setengah bulan datanglah pembelinya kepadaku seraya mengatakan, "Aku ingin untuk membatalkan khiyar (tidak menunggu sampai satu bulan) sehingga aku bisa menggunakan rumah ini semauku dan kamu juga bisa menggunakan uangnya semau mu.""
Pihak penjual setuju dengan tawaran tersebut, maka terjadilah transaksi jual beli. Jika kedua belah pihak ingin menggagalkannya maka itu pun boleh dan tidak ada masalah. Jika salah satu pihak meninggal dunia selama masih dalam khiyar maka khiyar tetap berjalan di tangan ahli warisnya karena barang yang sedang ditransaksikan akan menjadi milik ahli warisnya.
Tanya:
Pembatalan jual beli selama masih dalam khiyar, apakah diperbolehkan?
Jawab:
Antara penjual dan pembeli sama-sama punya hak khiyar untuk menentukan jadi tidaknya jual beli yang sedang berlangsung. Keduanya pun punya hak untuk membatalkan transaksi, sama saja apakah ada pihak yang satu atau tidak ada. Juga sama saja apakah pihak yang satunya ridho atau tidak.
Contoh, ada dua orang yang sedang transaksi jual beli rumah dengan khiyar satu bulan. Kemudian salah satu pihak membatalkan selama masih khiyar. Kemudian pihak yang satunya menyatakan, "Aku tidak ridho karena akupun punya hak khiyar dan aku tidak membatalkannya."
Maka tetap saja batal transaksinya dan tidak disyaratkan untuk pembatalan ini diketahui oleh pihak yang satunya. Hal ini berdasarkan kaidah al-fiqhiyah bahwa sebuah hukam yang tidak disyaratkan ridho dari seseorang maka tidak disyaratkan pula harus sepengetahuannya.
Misalnya, boleh seorang laki-laki untuk menceraikan istrinya tanpa sepengetahuan istrinya karena tidak disyaratkan ketika menceraikan harus dengan ridho sang istri.
Tanya:
Bagaimana caranya membatalkan khiyar tanpa ada pihak yang satunya?
Jawab: Hendaknya ada saksi atau ditulis secarik surat kemudian dikirimkan ke pihak yang satunya. Atau menitipkannya kepada orang yang terpercaya bahwa dia telah membatalkan jual beli dengan si fulan. Pembatalan ini dibenarkan dalam syariat karena dua alasan:
1. Karena ini hak bagi dia selama masih dalam waktu khiyar.
2. Dalam syariat tidak diharuskan untuk memberitahukan kepada pihak yang satunya dan juga tidak disyariatkan untuk mendapatkan persetujuanya. Akan hendaknya dia memberitahukan dengan adanya saksi kalau dia telah membatalkannya. Hal ini dalam rangka untuk menghindari adanya permusuhan di antara kedua belah pihak.
Tanya:
Dipegang oleh siapakah barang yang sedang ditransaksikan ketika sedang berlaku masa khiyar?
Jawab:
Ketika khiyar yang disepakati adalah khiyar majelis atau khiyar syarath, maka barang dipegang oleh pembeli. Kalau ada keuntungan dari barang tersebut maka untuk dia dan apabila ada kerugiannya maka dia yang menanggung kerugiannya. Sehingga kalau terjadi kerusakan dengan sengaja atau tidak, maka dialah yang bertanggung jawab karena dengan adanya ijab dan qobul dalam transaksi sudah menjadikan barang tersebut jadi milik pembeli.
Memang dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, yaitu:
1. Barang yang sedang ditransaksikan dan masih dalam khiyar di pegang oleh pemilik barang dengan alasan karena jual belinya belum pasti terjadi.
2. Dalam hal ini dilihat, jika sekiranya transaksinya akan tatap berjalan maka barangnya di pegang oleh pembeli namun jika sekiranya akan gagal maka barang ada pada pemilik.
3. Disebutkan dalam hadits ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda,
وَمَنْ ابْتَاعَ عَبْدًا وَلَهُ مَالُ فَمَالُهُ لِلَّذِي بَاعَهُ إِلَّا أَنْ يَشْتَرِطَ الْمُبْتَاعَ
"Barangsiapa yang menjual budak dan dia (budak tersebut) punya harta maka hartanya menjadi milik penjualnya kecuali apabila disyaratkan oleh pembelinya." (HR. Bukhori no. 2379 dan Muslim no. 1543)
Maka dengan ini barang yang sedang ditransaksi dipegang oleh pembeli dan juga kalau seandainya ada kerusakan maka dia pun yang menaggung karena itu diapun boleh mengambil keuntungan dari barang tersebut. Inilah pendapat yang benar.
Tanya:
Jika dari barang tersebut didapati adanya hasil apakah itu mutlak untuk pihak pembeli? Padahal barang tersebut masih dalam masa khiyar.
Jawab:
Hasil dari sebuah barang itu terbagi menjadi dua: al-Munfasil dan al-Muttasil. Al-Munfasil adalah hasil yang terpisah dari barang tersebut. Misalnya susu dan anak jika barang yang diperjualbelikan berupa hewan. Atau buah yang dihasilkan dari sebuah pohon yang sedang diperjualbelikan, maka keuntungan yang seperti ini menjadi milik pembeli. Adapun al-muttasil adalah sebuah hasil yang tidak terpisah dari barangnya seperti hewannya menjadi gemuk atau besar, maka keuntungan yang seperti ini menjadi milik penjual.
Misal seorang membeli seekor kambing dengan harga seratus dirham dan disepakati adanya khiyar satu bulan. Kambing ini memiliki air susu yang banyak yang bisa diperas setiap hari. Maka air susu yang keluar dari kambing tersebut menjadi milik pembeli karena ini adalah keuntungan yang terpisah. Kambing ini juga menjadi gemuk dan banyak lemaknya maka keuntungan ini menjadi milik penjualnya.
Sehingga ketika jatuh waktu habis masa khiyarnya kemudaian transaksi gagal maka sang penjual tidak bisa menuntut hasil air susunya karena sang pembeli sudah menanggung biaya pemeliharan dan menanggung jika ada sesuatu kerugian yang menimpa barang tersebut. Demikian pula sang pembeli tidak bisa menuntut keuntungan berupa kambingnya menjadi gemuk lantaran pakan dari biaya yang dikeluarkan oleh pembeli.
Tanya: Jika ada seorang yang membeli kambing dengan adanya khiyar satu bulan kemudian kambing tersebut melahirkan anak, milik siapa anak kambing tersebut?
Jawab: Jika terjadinya awal kehamilan kambing tersebut di masa khiyar maka anaknya menjadi milik pembeli,artinya jika terjadi kegagalan transaksi maka induknya saja yang di kembalikan kepada penjual. namun jika dijualnya kambing tersebut dalam keadaan sudah bunting dan melahirkan masih di waktu khiyar dan ternyata gagal maka anak kambing trsebut milik penjual sehingga di kembalikan induknya dan juga anaknya.
Tanya: Apabila ada dua orang yang berjual beli sebuah barang tertentu, kemudian mereka berpisah sebelum memegang barang yang diperjualbelikan dan juga belum ada pembayaran. Setelah berpisah ternyata ada salah satu pihak yang ingin menggagalkan akad jual beli tersebut, apakah hal ini diperbolehkan?
Jawab: Dengan memohon taufiq dari Allah ta'ala dan pertolongannya serta bimbinganya, Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda dalam hadits shohih,
إِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلانِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بالخيار ، مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا ، وَكَانَا جَمِيعًا ، أَوْ يُخَيَّرُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ فَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ ، فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ ، وَإِنْ تَفَرَّقَا بَعْدَ أَنْ يَتَبَايَعًا ، وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا الْبَيْعَ ، C فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ
"Apabila ada dua orang yang sedang transaksi jual beli maka bagi keduanya khiyar selama belum berpisah dan keduanya pada satu kesepakatan atau salah satu telah memilihkan keputusan lalu terjadi transaksi maka dengan ini terjadilah jual beli. Apabila keduanya berpisah dan tidak ada pihak yang menggagalkannya maka sudah terjadi jual beli." (HR. Bukhori no. 2112 dan Muslim no. 1531)
Hadits ini menunjukkan kedua pihak memiliki kesempatan untuk memilih (khiyar) ketika masih bersama dan belum berpisah Apabila berpisah maka wajib terlaksanakan jual beli karena atas kesepakatan keduanya dan tidak boleh salah satu pihak menggagalkannya kecuali dengan keridhoan dari pihak yang lainya.
Tanya:
Tentang khiyar syarat, kenapa dinamakan dengan khiyar syarat?
Jawab:
Khiyar syarat adalah salah satu di antara dua pihak yang bejual beli mensyaratkan pada dirinya untuk menentukan jadi dan tidaknya jual beli dalam satu waktu atau sampai waktu tertentu.
Jika dia ingin melanjutkan atau menggagalkan dalam kurun waktu tersebut maka boleh dalam syariat Islam. Akan tetapi dalam kurun waktu yang diketahuai, semisal dua hari atau satu minggu atau satu bulan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Misalnya, "Aku jual rumah ini kepadamu tetapi berikan aku kesempatan untuk berpikir selama satu bulan."
Atau hal yang serupa juga bisa dari pembeli. Khiyar ini diistilahkan dengan khiyar syarat karena tidak terjadi khiyar ini kecuali dengan adanya syarat dari salah satu pihak yang bertransaksi.
Tanya:
Ada beberapa orang menjual kambing betina dengan cara menahan air susunya selama tiga hari sebelum di bawa ke pasar dalam rangka menipu pembeli agar tertarik dengan besarnya punting susu tersebut. Karena itu pembeli berani membeli dengan harga yang lebih mahal dari pada harga biasanya. Apakah hal ini boleh? Dan apakah pembeli memiliki khiyar untuk mengembalikanya?
Jawab:
Perbuatan ini dilarang dalam Islam. Seorang apabila ingin menjual kambing yang memiliki air susu kemudian ditahan dalam waktu dua atau tiga hari tanpa di perah susunya dengan tujuan menipu pembeli maka ini hukumnya haram dengan dalil sabda Nabi shallallahu'alahi wa sallam,
لا تُصَرُّوا الإِبِلَ وَالْغَنَمَ
"Janganlah kalian menahan susu kambing atau onta kalian supaya di sangka memiliki air susu yang banyak." (HR Bukhori no. 2148 dan Muslim no. 1515)
Dalam hadits ini ada larangan untuk melakukan attasriyyah yaitu menahan air susu dalam puntingnya sehingga disangka air susunya banyak. Seseorang yang melakukan hal ini terjatuhkan pada larangan Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam. Juga terjatuh pada dosa penipuan. Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda,
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
"Barangsiapa yang menipu kami maka dia bukan pengikut kami." (HR Muslim no. 101)
Wajib bagi setiap mukmin untuk memperhatikan jual belinya (perdaganganya) dengan cara yang jelas dan tidak menyalahi aturan syariaat agar Allah ta'ala memberikan barokah. pada perdaganganya sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alahi wa sallam,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا - أَوْ قَالَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا - فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا يُحفَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
"Dua orang yang bertransaksi bagi mereka ada khiyar selama belum berpisah. Jika keduanya jujur dan benar maka akan mendapatkan barokah dari Allah ta'ala, namun jika keduanya berdusta atau menyembunyikan sesuatu maka akan dicabut barokah dari keduanya." (HR Bukhori no. 2079 dan Muslim no. 1532)
Bagi pembelinya memiliki hak khiyar setelah memerahnya selama tiga hari jika dia mau melanjutkan jual beli atau jika dia mau mengembalikannya maka itu adalah haknya dengan menambahkan satu sho' buah kurma.
Tanya:
Apakah boleh bagi penjual untuk menjual barang dagangannya yang dia beli dari luar negeri, akan tetapi barangnya belum datang atau bahkan belum keluar dari pabrik atau tempat pengiriman. Perlu diketahui bahwa dia menentukan atau memastikan barang tersebut kepada para pembeli?
Jawab:
Yang nampak bagiku tidak boleh menjual barang tersebut, karena menjual barang yang belum sampai padanya terdapat banyak resiko bahaya. Dan ini menyerupai menjual barang yang belum ada di tangan. Juga karena barang yang diterima dari pabrik atau dari perjalanan yang jauh biasanya terdapat cacat atau kerusakan yang diakibatkan perjalanan.
Akan tetapi sang penjual bisa membawakan contoh gambar atau sampel yang memiliki sifat yang serupa dengan barang tersebut, sehingga penjual menjual barangnya dengan menyebut sifat-sifatnya, bukan dengan memastikan barang yang belum sampai yang bisa jadi padanya terdapat cacat atau kerusakan akibat pengiriman.
Misal seorang pedagang menjual sepuluh ton beras atau jagung yang memiliki sifat begini dan begini.
Tanya:
Tentang menjual rumah harganya 400 ribu Real, kemudian rumah tersebut dijualkan oleh pihak kedua dengan harga 500 ribu Real dengan cara pembayaranya dilakukan setelah satu tahun atau bahkan bisa lebih. Apakah jual beli seperti ini termasuk diharamkan dalam Islam?
Jawab:
Apabila seorang menjual sebuah barang dengan harga 400 ribu Real, akan tetapi dia jual dengan cara tempo dengan harga 500 ribu Real, maka yang seperti ini tidak mengapa dan tidak ada unsur keharaman. Juga tidak termasuk riba karena dia menjual barang dengan harga uang dan menjual barang dengan harga uang, maka ini tidak termasuk riba karena terjadinya riba adalah dalam transaksi menjual uang dengan uang.
Tanya:
Apabila seorang membeli sebuah barang dengan syarat di antar ke rumah pembeli. Ternyata mobil yang untuk mengantar rusak sehingga tidak bisa mengantar sampai tujuan sehingga pembeli harus mengambil barang tersebut sendiri. Apakah boleh bagi pembeli untuk mengurangi dari harga barang seukuran ongkos kirim?
Jawab:
Apabila pembeli mensyaratkan barang tersebut diantar sampai ke rumah dan ternyata mobil yang untuk mengantar rusak sehingga tidak bisa mengantar maka bagi pembeli boleh untuk mengurangi dari harga barang seukuran harga ongkos kirim karena penjual sudah berjanji untuk mengirimnya. Sudah barang tentu dia sudah menambahkan ongkos kirim pada harga barang tersebut dan jika penjual tidak memenuhi janjinya maka pembeli boleh untuk mengurangi ongkos kirim dari harga barang tersebut.
Akan tetapi aku berpendapat untuk dimusyawarohkan apabila tidak jadinya pengiriman bukan karena keteledoran dari penjual, maka hendaknya jangan mengurangi harga. Namun jika pembeli tetap mengatakan, "Aku harus mengurangi harga untuk ongkos kirim karena aku yang mengambilnya." Kemudian penjual mengatakan, "Aku akan sewakan mobil untuk mengantarnya ke rumahmu." Maka kalau seperti ini tidak boleh bagi pihak pembeli untuk mengurangi ongkos kirim.
Insya Allah ta'ala pada edisi berikutnya kami akan bawakan tentang khiyar yang lainnya.
Maroji':
- Asy-Syarhul Mumti' 'ala Zadil Mustaqni' karya asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
- Majmu' Fatawa wa Rosaail karya asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Sumber : Majalah Fawaid Edisi 15/II/1436 H / 2015 M
KOMENTAR