Hukum menjadikan seorang pemimpin dari mereka, mereka pun mengembalikan segala perselisihan kepadanya
Pertanyaan: Jika ada sebagian orang bersatu di atas akidah yang sahih dalam dakwah mereka kepada Allah, lalu menjadikan seorang pemimpin dari mereka, mereka pun mengembalikan segala perselisihan kepadanya. Dan juga mereka bersepakat siapa saja yang melanggarnya -yakni pemimpin tersebut- maka ia dikeluarkan dari barisan mereka, dan mereka menilai pelanggarannya itu merupakan suatu kesalahan.
Apakah yang semacam ini diperbolehkan?
Al Allamah Rabi bin Hadi Al Madkhali hafizahullah menjawab,
"Demi Allah, kepemimpinan, bai'at, dan persatuan di atas landasan seperti ini bisa mengantarkan kepada kebid'ahan-kebid'ahan, dan al Wala wal Bara hanya berlaku pada keamiran ini saja. Kita dapati banyak dari manusia, bahkan dari sebagian orang yang mengaku di atas manhaj salaf, yakni mereka yang menunaikan tugas ini berlandaskan bahwa mereka berada di atas jalan salaf dan kaidah-kaidah yang benar, akan tetapi sikap al Wala wal Bara hanya berlaku di bawah komandonya. Siapa yang tunduk terhadap kepemimpinannya, maka dia bagian dari mereka . Dan siapa yang tidak tunduk, maka dia bukan termasuk dari golongannya.
Hal ini sudah terjadi. Oleh karenanya, kami nasihatkan kepada kaum muslimin hendaknya mereka bersaudara karena Allah, saling mencintai karena-Nya, dan saling bersepakat, sebagaimana Rasulullah ﷺ mengingatkan Mu'adz dan Abu Musa al Asyari radhiyallahuanhuma,
تطاوعا ولا تختلفا، يسرا ولا تعسرا
"Hendaknya kalian berdua saling bersepakat, dan jangan berselisih! Permudahlah, jangan mempersulit!"
HR. Bukhari no. 3038 dan Muslim no. 1733
Sikap ini (kepemimpinan semacam tadi) Demi Allah, merupakan bentuk at Ta'sir (menyulitkan orang lain), sikap keras, dan kaku. Dahulu apakah ada yang berbaiat kepada Imam Ahmad rahimahullah, atau mereka menjadikannya sebagai pemimpin?
Apakah Imamussunnah Ibnu Baaz rahimahullah, sekarang ini manusia berbaiat kepadanya dan menjadikannya sebagai pemimpin untuk mereka?
Demikian asy Syaikh al Albani, dan selain mereka dari para Imam sunnah sekarang, apakah mereka memiliki baiat, kepemimpinan.?
Ataukah hati-hati kaum muslimin memang mencintai mereka karena ketokohan, keilmuan, dan keutamaan yang dimiliki oleh mereka?
Jika seorang alim tampil, maka orang-orang akan mencintainya dan mencontohnya. Adapun seorang jahil yang sangat bodoh, ia bersikap fanatik, kaku, dan memandang dirinya sebagai pemimpin yang sebenarnya (padahal gadungan), dan ia ingin menggiring dan menjadikan manusia tunduk kepadanya, dan berloyalitas di atas pondasi seperti ini.
Hai saudaraku... Seorang alim, Allah-lah yang akan mengangkat derajatnya dengan sebab ilmunya (yang bermanfaat), kaum muslimin berkumpul di sekelilingnya. Orang ini menuntun manusia dengan fatwa-fatwa, arahan-arahan, dan nasihat-nasihatnya, tanpa baiat.
Cara ini (berbaiat atau kepemimpinan seperti tadi), Demi Allah, mereka mengambilnya dari berbagai kelompok Hizbi dan ahli ahwa, maka harus kita tinggalkan. Kita biarkan Islam sebagaimana berjalan dari masa Rasulullah ﷺ hanya satu baiat saja, sebagai pemimpin kaum muslimin di saat itu, selesai.
Apakah orang-orang juga berbaiat kepada Imam Malik, asy Syafi'i, atau Ahmad rahimahumullah?
Apakah mereka berbaiat kepada al Auzai, apakah mereka berbaiat kepada Sufyan ats Tsauri, semua para imam mazhab, apakah ada baiat pada mereka?! Tidak ada baiat. Kalau begitu,
وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
An Nisa: 115
Engkau belajar di masjid ini, saya pun belajar di dalamnya. Seluruh kemampuan kita mengalir pada dermaga sunah, maslahat bagi sunah, dan maslahat bagi kaum muslimin
Kita saling bermusyawarah, berta'awun di atas kebajikan dan ketakwaan sebagaimana salafus shalih berjalan di atasnya, karena suatu hal bila mengantarkan kepada mafsadah, wajib untuk ditinggalkan.
Seorang alim sekaligus penasihat yang baik, mesti orang-orang mencintainya, baik dari kalangan awam maupun para penuntut ilmu, tanpa baiat atau kepemimpinan, berjalan sesuai dengan naluri mereka (tanpa pemaksaan dan semisalnya), keterkaitan mereka dengan hukum Islam, kitabullah dan sunah Rasulullah ﷺ. Dengannya seorang alim menjadi kepercayaan bagi kaum muslimin, seperti Ibnu Baaz rahimahullah, dakwah beliau tanpa embel-embel baiat, kepemimpinan, tanpa apapun, beliau tetap menjadi kepercayaan bagi seluruh kaum muslimin.
Haiah Kibarul Ulama menjadi pusat kepercayaan manusia tanpa adanya baiat, kepemimpinan, dan begitu pula selain mereka dari kalangan para ulama di negara Islam, para ulama tampil berdakwah, mengajak manusia kepada Allah, kepada tauhidullah, bukan dengan baiat, kepemimpinan, dan selainnya. Hati-hati manusia terikat dengan mereka, mereka percaya dengannya, mereka mendengar nasihat, wejangan dan fatwanya.
Sebagian orang yang fitrahnya sehat meninggalkan kepemimpinan, dan kembali kepada mereka para ulama, ia pelajari lagi urusan agamanya dari hal-hal yang terpenting baginya, ba'dallah Tabaraka wa Ta'ala.
📚 Al Lubab Min Majmu Nashaih as Syaikh Rabi Lisy Syabab, hlm. 95–97
✍🏻 Al Ustadz Abu Hazim Faris hafizhahullah
📌📖 Yuk bagikan, agar tersebar faedahnya !
Telegram : http://t.me/menitijalanahlussunnah
Membagikan Faedah untuk Meniti Jalan Ahlussunnah
KOMENTAR