Kisah tentang santri yang dikeluarkan dari pondok karena mencuri dan berbohong.
Judul Jadul
Sesuatu yang berulang dari masa ke masa, berlanjut di tiap generasi, kadangkala diistilahkan dengan, “ Ah, itu mah judul jadul”. Juga sering disebut, “ Lagu lama “.
Diksi “judul” bertransfomasi secara makna. Menurut KBBI, judul adalah nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan secara pendek isi atau maksud buku atau bab itu. Maka, ada judul buku, judul kajian, judul ceramah, judul cerita, judul acara, bahkan di kalangan lebih luas ada judul film.
Termasuk zalim teriak zalim, maling menuduh maling. Ia yang berbuat, jutsru ia limpahkan kepada yang lain. Karakter orang semacam ini bukanlah suatu yang baru. Jangan kaget. Jangan terkejut. Sebab, di setiap masa, selalu kita temui. Zalim teriak zalim adalah judul jadul.
Agustus 2022, tahun kemarin, siswa-siswa kami mengeluhkan banyaknya kasus kehilangan, terutama uang. Ada dugaan yang mengarah kepada satu anak. Dari perilaku dan kebiasaannya, wajar saja teman-temannya tidak merasa nyaman. Termasuk jajannya yang kenceng, padahal kiriman dari orang tuanya terbatas. Berkali-kali COD-an membeli barang yang sifatnya aksesoris belaka.
Anaknya anak baru. Baru beberapa bulan bergabung. Asrama kelas III yang terpisah lokasinya lebih dari 200 meter dari asrama kelas I, di lantai II, pun tidak luput dari kasus kehilangan.
Ada pola yang sama,yaitu kasus kehilangan terjadi pada hari Jum’at.
Karena penasaran, siswa-siswa kelas III memasang kamera perangkap yang disembunyikan di asrama mereka. Sebelum salat Jum’at dipasang. Setelah salat Jum’at diperiksa. Hasilnya?
Anak kelas I yang sudah diduga sebelumnya, benar-benar masuk, naik ke Asrama kelas III. Rekaman kamera sangat jelas memperlihatkan aktivitas anak itu yang membuka-buka lemari, tas, selimut, dan lain-lain.
Anak itu dipanggil oleh bagian keamanan, tapi tidak mengaku. Akhirnya saya yang turun tangan. Saya bicara baik-baik, dan akhirnya ia mengakui telah beberapa kali melakukan pencurian. Saya pun memutuskan memulangkan anak itu.
2 hari kemudian, ada 6 pesan WA yang dikirimkan anak itu ke nomor saya. Isinya judul jadul. Ia zalim teriak zalim,maling menuduh maling. Ia menuduh bahwa teman-temannya lah yang telah berbuat salah, barang-barangnya lah yang diambil, dan dia terzalimi.
6 pesan itu dimulai dengan kalimat, “Mohon nasihati mereka, Ustadz” dan ditutup dengan “ Ana serahkan masalah ini pada Allah saja”.
Saya jawab, “ Tapi, Mas kemarin, saat Ana ajak bicara bakda Subuh, Mas mengakui telah melakukannya : satu kali di Asrama III, tiga kali di Asrama Barat. Padahal, Ana tidak memaksa Mas bicara. Ana hanya minta Mas bicara jujur”.
Setelah itu, saya kirimkan potongan rekaman kamera bukti perbuatannya. Sebelumnya, rekaman kamera tersebut tidak saya tunjukkan. Sampai hari ini, pesan WA terakhir dari saya hanya centang satu.
Bulan Oktober 2022, ada lagi kasus lain. Seorang siswa yang dijauhi teman-temannya. Banyak yang mengeluhkan sikap dan perilakunya. Suka berhutang, bahkan sering dengan nada memaksa. Kalau barang-barang keseharian, sudah umum diketahui, asal ambil sabun, shampo, deterjen, pasta gigi, dan lain-lain. Lebih dari satu kali tertangkap basah mengambil uang milik teman-temannya, namun pandai juga ia berkelit. Katanya, “ Saya hanya pinjem kok”.
Berkali-kali saya emosi dan setiap kali itu, ia memelas dan minta dimaafkan. Sudah berulang buat surat pernyataan untuk tidak mengulangi dan selalu saya beri kesempatan lagi.
Sampai pada puncaknya, ketika 9 siswa sama-sama menagih hutang pada anak itu. Padahal dia telah berjanji berkali-kali untuk tidak mengulangi. Terpaksa, saya kembalikan kepada orang tuanya.
Rupanya, ada pola yang seragam pada orang yang berkarakter demikian, yaitu pandai bicara, pintar mencari-cari alasan, memanipulasi cerita, seolah lancar berbohong, mampu meyakinkan orang, dan tidak malu menampakkan sikap memelas bahkan menangis.
Teringat kisah nabi Yusuf bersama kakak-kakaknya. Rasa hasad telah membuat gelap cara berpikir. Mereka rapat, mereka menyusun rencana. Mereka berdusta, dan mereka membohongi ayah mereka. Dibuatlah seolah-olah Yusuf mati diterkam serigala. Dibawalah baju berlumur darah palsu.
وَجَاءُوا أَبَاهُمْ عِشَاءً يَبْكُونَ
“ Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis “ ( QS Yusuf; 16 )
Setelah bertemu puluhan tahun berikutnya, Nabi Yusuf memang memaafkan. Namun, kakak-kakaknya tidak malu untuk meminta maaf dan tidak gengsi untuk mengakui bahwa mereka telah berbuat salah.
Maka, ketika bertemu dengan orang berkarakter zalim teriak zalim, maling menuduh maling, janganlah kaget karena itu judul jadul.
Jika ia ingin serius berbenah diri, sunggguh-sungguh hendak memperbaiki, apa hak kita untuk menutup kesempatan? Namun, jika malah menjadi-jadi dan tidak tahu diri, lebih baik menghindari, sambil mengatakan seperti ayah nabi Yusuf mengatakan :
بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ
“ Tetapi diri kalian telah memandang baik perbuatan jahat itu, (sehingga kalian melakukannya). Maka, kesabaran itu amatlah indah. Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan- Nya terhadap apa yang kamu ceritakan “
Lendah, 09 Dzulqa’dah 1444 H/29 Mei 2023
t.me/anakmudadansalaf
KOMENTAR