Cerita Dulu Oleh : Al Ustadz Abu Nasim Mukhtar Dunia ini, kehidupan, kisah, orang, cerita, dan semua makhluk pasti hancur. Tak ada yang keka...
Cerita Dulu
Dunia ini, kehidupan, kisah, orang, cerita, dan semua makhluk pasti hancur. Tak ada yang kekal. Tiada yang abadi. Masing-masing telah ditetapkan waktunya.
Mustahil berada di atas menerus, sebab akan tiba waktunya di bawah. Mana bisa kekuatan fisikmu selama-lamanya, karena ada saatnya menjadi lemah. Ada laba, ada rugi. Ada untung, adakala buntung. Sesaat ramai, saat berikutnya sepi sunyi. Kecerdasan secara bertahap akan menurun kualitasnya.
Iya, begitulah dunia!
Dulu, lokasi itu adalah peternakan besar yang menyuplai kebutuhan daging secara luas.
Dulu, rumah itu menjadi yang temegah dan terluas di kawasan.
Dulu, anak itu santri paling cerdas dan paling rajin di tengah kawan-kawannya.
Dulu, toko itu sangat ramai karena menjadi pusat belanja.
Dulu, perusahaan itu memiliki ribuan karyawan.
Dulu, jalan tersebut dibilang sebagai jalan paling favorit.
Dulu, mobil itu nomor satu dicari dan diminati.
Dulu, jabatannya tinggi, bahkan di puncak jabatan.
Dulu, ia orang terkaya.
Namun,
Kini, lokasi peternakan itu ibarat kuburan karena tidak lagi beroperasi.
Kini, rumah itu hanya menyisakan reruntuhan sebab sudah lama tidak dihuni.
Kini, anak itu entah hilang kemana?
Kini, toko menjadi sepi, bahkan jarang didatangi pembeli
Kini, perusahaan itu dinyatakan bangkrut.
Kini, jalan tersebut rusak parah dan dihindari.
Kini, mobilnya teronggok sebagai rongsok.
Kini, orang tak lagi hormat karena tidak lagi menjabat
Kini, ia jatuh miskin.
Allah Ta’ala berfirman di dalam surat Al Hajj ayat 45 :
فَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَشِيدٍ
“ Maka, betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan karena (penduduknya) berlaku zalim, sehingga runtuhlah bangunan-bangunannya, dan betapa banyak (pula) sumur yang ditinggalkan dan istana yang tinggi ( tidak ada lagi penghuninya ) “
Ayat-ayat sebelumnya menyebut beberapa umat sebelum Islam datang, yaitu kaum Nabi Nuh, kaum ‘Aad, kaum Tsamud, kaum Nabi Ibrahim, kaum Nabi Luth, kaum Madyan, dan kaumnya Fir’aun.
Bukankah semua hanya tertinggal cerita? Bangunan-bangunan mereka telah runtuh menyisakan puing-puing yang tak lagi utuh. Sumur, kolam, atau sumber air lainnya yang dahulu ramai didatangi, kini tertimbun tanah yang dicari para arkeolog. Tak ada lagi istana tinggi menjulang atau gagah memanggung, sebab kalaupun tersisa, hanya menjadi museum untuk menyimpan kenangan.
Setelahnya, Allah Ta’ala berfirman :
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ (46)
“ Maka, tidakkah mereka pernah berjalan di bumi, sehingga hati mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang ada di dalam dada “
Menurut Ibnu Katsir, berjalan di bumi tidak hanya sebatas dilakukan secara fisik dengan badan. Pikiran pun dapat merenungkan melalui informasi dan berita akurat yang diterima. Juga tidak terbatas pada kaum-kaum tersebut di atas.
Semua macam cerita peradaban manusia di belahan bumi manapun, seharusnya dijadikan renungan.
Istana Mycenae di Yunani, puing-puing Cervetari di Italia, situs kota kuno Jerash di Yordania, kuil-kuil megalitik di Malta, reruntuhan Chartage, termasuk kraton-istana di Nusantara yang kini tersisa sebagai cerita.
Tujuannya jelas dan tegas!
Menyadarkan manusia bahwa tidak ada yang kekal abadi di dunia ini. Supaya manusia tidak sombong. Jangan arogan! Jangan lupa diri!
Pertanyaannya adalah apa yang menyebabkan kehancuran? Benar bahwa segala sesuatu ada batas waktunya. Kapannya Allah lah yang menentukan. Namun, kita mesti mengetahui apa penyebabnya?
Berdasarkan ayat 45 surat Al Hajj di atas; kezaliman adalah sumber malapetaka dan bencana. Kezaliman menjadi akar dari semua kesulitan dan problem kehidupan. Semakin dekat pada kezaliman, semakin dekatlah dari kehancuran. Sebisa mungkin sejauh-jauhnya dari kezaliman, maka akan semakin lama pula bertahan.
Ibnul Jauzi ( Shifatus Shofwah, hal. 318 ) menyebutkan kisah sahabat Abu Darda yang menangis menyendiri. Padahal hari itu adalah hari kemenangan. Pasukan Islam berhasil menaklukan pulau Cyprus.
Jubair bin Nufair menemui beliau dan bertanya, “ Abu Darda, gerangan apa yang membuat Anda menangis? Padahal hari ini, Allah memuliakan Islam dan umat Islam”.
Sahabat Abu Darda menjawab, “ Celaka kamu, he Jubair! Alangkah terhina makhluk di hadapan Allah, bila telah meninggalkan perintah- Nya. Di saat-saat mereka berkuasa dan memerintah, kerajaan besar mereka punya, lalu mereka meninggalkan perintah Allah, maka engkau saksikan sendiri kondisi mereka saat ini”
Inilah sebabnya! Berbuat zalim, berperilaku curang, licik dan culas sifatnya, berbohong adalah karakternya, dan aturan-aturan Allah tidak lagi diindahkan. Maka, telah tiba masa kehancurannya. Selanjutnya, tersisa cerita menjadi masa lalu. Dulu dan dulu.
Lendah, akhir Syawwal 1444 H/18 Mei 2023
t.me/anakmudadansalaf
KOMENTAR