Sama Rasa, Satu Cinta Ini tentang rasa yang tumbuh mekar, berbunga, lalu berbuah cinta. Antara sepasang insan yang dipertemukan, setelah se...
Sama Rasa, Satu Cinta
Antara sepasang insan yang dipertemukan, setelah sebelumnya tak saling mengenal. Lalu diikatlah cinta itu dengan janji suci untuk saling menghormati dalam bingkai suami istri.
Alat ukur untuk kadar cinta adalah dengan kuat lemahnya kesamaan rasa.
Apakah seorang suami mampu dan bisa ikut merasakan apa yang dirasakan istri? Sejauh mana istri membersamai apa yang sedang dirasakan suami?
Itulah instrumen untuk menakar nilai cinta!
Suami yang sedang susah hati dan bersedih, lalu terungkap melalui wajah muram dan sikap diam, seharusnya tidak membuat istri salah sikap. Istri jangan malah menambah susah, namun hiburlah dan gembirakanlah suami!
Suami yang lelah dan capek, dan itu jelas tertangkap dari gaya bicara dan pilihan kata, semestinya tidak dijadikan alasan oleh istri untuk keliru sangka kemudian berpikir negatif. Justru, bantulah suami untuk segar kembali.
Saat Nabi Muhammad ï·º sakit di menjelang wafatnya, Ibunda Shafiyyah karena dalamnya cinta, menyampaikan dengan penuh sayang :
واللهِ يا نبيَّ اللهِ لوددتُ أنَّ الذي بك بي
" Demi Allah, wahai, Nabiyullah. Sungguh, aku sangat berharap agar sakit yang Anda rasakan, berpindah ke diriku saja " ( Ath Thabaqat Ibnu Sa'ad 10/124 dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam Al Ishabah 8/212 )
Istri yang sedang ngambek dan merajuk karena gagal memperoleh yang dimau, tentunya tidak membuat suami marah dan "berceramah", apalagi dengan nada tinggi. Pahamilah perasaan istri!
Istri yang letih karena banyaknya pekerjaan rumah hingga mengomel-omel dan menggerutu, jangan ditanggapi sinis, apalagi balas mengomel. Baca dan telaah perasaan istri!
Suatu hari Rasulullah ï·º pulang dari menguburkan jenazah di pemakaman Baqi'. Ibunda Aisyah rupanya sedang mengalami sakit kepala, lalu mengatakan :
وا رأساه !
" Aduh sakit kepalaku! ".
Rasulullah ï·º yang melihat dan mendengar, langsung menyambut dengan berkata :
بل أنا وارأساه !
" Aku pun sama. Aduh sakit kepalaku! " ( HR Ahmad 25908 )
Ibnul Qayyim dalam Ar Ruh ( hal.259 ) berkata, " Ada makna lain yang terpikirkan olehku, yaitu Aisyah adalah istri yang dicintai Rasulullah, bahkan secara mutlak, istri yang paling disayangi dibandingkan istri-istri yang lain "
Ibnul Qayyim melanjutkan, " Maka, saat Aisyah sakit kepala, Rasulullah ï·º menyampaikan bahwa beliau pun ikut merasakan sakit kepala, karena cintanya "
" Hal ini adalah puncak kesamaan rasa antara seseorang yang mencinta dengan yang ia cintai. Ikut merasakan sakit, karena sakitnya. Turut berbahagia, dengan bahagianya. Bahkan, jika anggota tubuhnya sakit, ia bisa merasakan sakit di anggota tubuh yang sama ", Ibnul Qayyim menegaskan.
Kata beliau, " Inilah bukti kejujuran cinta dan kemurnian kasih "
Demikianlah Rasulullah ï·º memaknakan cinta untuk kita! Maka, cobalah nilai cintamu!
Apakah engkau bisa merasakan capek letihnya suamimu? Ia yang bekerja keras sepanjang hari, disiram panas matahari, menempuh jarak jauh, ia lawan kantuk, ia berat berpisah, ia hadapi banyak resiko, pantaskah bila engkau menuntut lebih dari yang ia mampu?
Apakah engkau mau ikut merasakan perjuangan istrimu yang sekaligus seorang ibu untuk anakmu? Ia yang membagi waktu dan fisik untuk pekerjaan-pekerjaan rumah yang seolah tidak ada habisnya. Selesai satu pekerjaan, sudah ditunggu pekerjaan yang lain. Pantaskah jika engkau berkata kasar dan bersikap dingin padanya?
Sebagai suami, berbaik-sangkalah kepada istri. Ia tentu mencintaimu, ia pasti ingin membersamai perasaanmu. Mungkin saja ia tak tahu cara mengungkapkannya, hingga berkata yang membuatmu salah sangka. Percayalah istrimu mencintaimu!
Sebagai istri, berpikirlah positif tentang suamimu. Ia menyayangimu. Ia pun merasakan apa yang engkau rasakan. Namun, barangkali ia tak bisa sampaikan itu melalui kata-kata secara langsung. Padahal, lisannya selalu berlirihkan doa-doa kebaikan untukmu. Untuk istrinya.
King Abdul Aziz IA, 16 Ramadhan 1444 H/7 April 2023
t.me/anakmudadansalaf
KOMENTAR