Adab-adab dalam menjaga rahasia berdasarkan bimbingan Al Quran dan As Sunnah.
بسم الله الرحمن الرحيم
TENTANG MENJAGA RAHASIA
Di antara akhlak mulia yang semestinya selalu dipelihara oleh setiap muslim adalah menjaga rahasia orang lain. Agama islam sangat menekankan hal ini. Allah ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَوْفُوا۟ بِٱلْعُقُودِ ۚ
“Wahai orang-orang yang beriman penuhilah janji-janji” ( al-Maidah:1).
Tatkala seseorang berbicara dengan orang lain dan dia meminta untuk tidak dikabarkan kepada orang lain, maka merupakan sifat amanah untuk tidak disebarkan kepada siapapun. Bahkan ketika dia menoleh ke kanan dan ke kiri, itu sudah cukup sebagai isyarat bahwa dia tidak ingin diketahui oleh orang lain. Di dalam sebuah hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
– ” إذا حدث الرجل بالحديث ثم التفت فهي أمانة “
“Apabila seseorang mengajak berbicara orang lain dengan suatu pembicaraan kemudian dia menoleh, maka ini adalah amanah”( Abu Daud, no. 4868 dan at-Tirmidzi, no. 1959 dengan lafal Abu Daud dan dihasankan oleh syekh al-Albani di dalam ash-Shahihah, no. 1090).
APA MAKNA MENOLEH?
Maknanya adalah sebagaimana dijelaskan oleh ulama. Al-Imam al-Mubarakfuri berkata,
(ثُمَّ الْتَفَتَ) أَيْ يَمِينًا وَشِمَالًا احْتِيَاطًا
” Ucapan Nabi, ‘Kemudian dia menoleh.’
Maknanya adalah menoleh ke kanan dan ke kiri sebagai bentuk berjaga-jaga”( Tuhfah al-Ahwadzī, 6/79).
Syekh Abdulmuhsin al-Abbad menerangkan,
وهذه علامة تقوم مقام قوله: لا تفش هذا السر، أو اكتم هذا الكلام، فإن هذا فعل يقوم مقام القول؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم أخبر بأنه أمانة، فكونه التفت معناه: أنه يخشى أن يسمعه أحد، أو أنه لا يريد أن يسمعه أحد غير الذي يحدثه، فهذه علامة على أنه لا يريد إفشاءه، وعلى هذا فما كان من هذا القبيل فإنه أمانة عند هذا الذي حدث بهذا الحديث؛ لأن كونه يفعل هذا الفعل دليل على رغبته في عدم إفشائه، ومعلوم أن الشيء الذي وصف بأنه أمانة معناه أنه يحافظ عليه، ولا يعديه الإنسان الذي حُدث به إلى غيره.
“Ini merupakan isyarat bahwa hal itu sama dengan dia mengatakan, ‘Jangan sebarkan rahasia ini, sembunyikan pembicaraan ini! Ini merupakan perbuatan yang sama hukumnya dengan ucapan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa hal itu merupakan amanah. Makna dari dia menoleh adalah dia khawatir didengar oleh siapapun atau dia tidak ingin didengar oleh siapapun kecuali yang sedang diajaknya berbicara. Maka ini adalah tanda bahwa dia tidak ingin disebarkan, atas dasar ini, maka jika dia melakukannya, maka ini adalah amanah di sisi orang yang diajak bicara dengan pembicaraan tersebut. Karena perbuatannya, merupakan bukti bahwa dia tidak ingin disebarkan. Dan merupakan perkara yang diketahui bahwa sesuatu yang telah disifati dengan amanah,maknanya adalah untuk dijaga dan tidak boleh seseorang melampaui batas terhadap yang disampaikan kepadanya dengan menyampaikan kepada orang lain” ( Syarh sunan Abī Dāūd, 554/3).
APAKAH SEMUA PEMBICARAAN?
Syekh Abdulmuhsin al-Abbad menerangkan,
والمقصود بالحديث كما عرفنا: خبر من الأخبار أو شيء أفشاه إنسان لإنسان، وليس المقصود من ذلك شيء آخر مثل كونه يحدث بحديث أو يخبره بحديث عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، فهذا ليس هو المقصود، وإنما المقصود حديث خاص، أو كلام خاص يجري بينه وبين من يحدثه
“Yang dimaksud dengan pembicaraan di sini adalah sebagaimana yang telah kita ketahui kabar dari kabar-kabar atau sesuatu yang disembunyikan oleh seseorang kepada orang lain. Dan bukanlah yang dimaksud dari ini adalah sesuatu lain seperti pembicaraan tentang hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ini bukanlah yang dimaksud. Hanyalah yang dimaksud adalah pembicaraan khusus atau pembicaraan yang terjadi antara dirinya dan orang yang dia sampaikan” ( Syarh sunan Abī Dāūd, 554/3).
APAKAH CUKUP DENGAN MENOLEH?
Ia menoleh sudah cukup menjadikannya sebagai amanah. Syekh Abdulmuhsin al-Abbad berkata,
فإذا التفت فيكفي لأن يلتزم الذي حُدث بهذا الحديث أن يخفيه، وألا يفشيه، وإن لم يقل له: لا تفش هذا الخبر، أو اكتم هذا الخبر؛ لأن هذا فعل يقوم مقام القول،
“Apabila seseorang menoleh, maka cukup untuk dipegang apa yang disampaikannya untuk disembunyikan dan tidak disebarkan walaupun dia tidak mengucapkan, ‘Jangan sebarkan kabar ini!’ atau ‘Sembunyikan kabar ini!’ karena ini merupakan perbuatan yang sama hukumnya dengan ucapan” ( Syarh sunan Abī Dāūd, 554/3).
Subhanallah betapa agung syariat ini dan ajarannya begitu indah. Lantas bagaimana jika yang mengucapkan itu meminta secara khusus dengan ucapannya seperti ‘Jangan disebarkan,’ atau bahkan memintanya bersumpah! Tentu ini lebih layak untuk dijaga dan tidak disebarkan. Semoga Allah memberikan taufiknya kepada kita semua.
JIKA DISEBARKAN
Jika disebarkan maka sungguh, sipenyebar telah berkhianat dan melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَخُوْنُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْٓا اَمٰنٰتِكُمْ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kalian mengkhianati amanat yang dipercayakan kepada kalian, sedangkan kalian mengetahuinya”( Al-Anfal: 27).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
آيَةُ المُنافِقِ ثَلاثٌ: إذا حَدَّثَ كَذَبَ، وإذا وعَدَ أخْلَفَ، وإذا اؤْتُمِنَ خانَ
Tanda orang munafik itu ada tiga: Apabila berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila dipercaya dia berkhianat”( al-Bukhari, no. 6095 dan Muslim, no. 59).
TELADAN SALAF DALAM MENJAGA RAHASIA
Mari kita simak kejadian yang terjadi di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Tsabit dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
أَتَى عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَا أَلْعَبُ مَعَ الْغِلْمَانِ، قَالَ: فَسَلَّمَ عَلَيْنَا، فَبَعَثَنِي إِلَى حَاجَةٍ، فَأَبْطَأْتُ عَلَى أُمِّي، فَلَمَّا جِئْتُ قَالَتْ: مَا حَبَسَكَ؟ قُلْتُ بَعَثَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَاجَةٍ، قَالَتْ: مَا حَاجَتُهُ؟ قُلْتُ: إِنَّهَا سِرٌّ، قَالَتْ: لَا تُحَدِّثَنَّ بِسِرِّ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدًا قَالَ أَنَسٌ: وَاللهِ لَوْ حَدَّثْتُ بِهِ أَحَدًا لَحَدَّثْتُكَ يَا ثَابِتُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangiku dan aku sedang bermain dengan anak-anak kemudian beliau mengucapkan salam kepada kami lalu beliau mengutusku pada suatu urusan sehingga aku terlambat menemui ibuku, tatkala aku pulang, ibuku berkata, ‘Apa yang membuat engkau terlambat?’ aku lalu menjawab,
‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memgutusku pada suatu urusan, ibuku kembali bertanya,
‘Urusan apa?’
Lalu aku menjawab,
‘Sesungguhnya ini rahasia.’
Ibuku lalu berkata,
‘Jangan engkau kabarkan kepada siapapun rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!‘
Anas pun melanjutkan pembicaraannya kepada Tsabit,
‘Demi Allah kalaulah aku boleh menyampaikannya kepada seseorang, tentu engkau adalah orang yang aku beritahu wahai Tsabit'” ( Muslim, no. 2. 482).
Tsabit adalah murid dekat yang senantiasa menyertai Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu di banyak hari-harinya, bersamaan dengan itu karena itu adalah rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Anas betul-betul menjaganya dan tidak menceritakannya kepada siapapun. Demikianlah yang seharusnya dilakukan setiap mukmin, menjaga dengan baik rahasia saudaranya, bukan menyimpannya lalu menyebarkannya ke sana kemari di saat dibutuhkan sesuai dengan keinginannya, bahkan menjadikannya sebagai senjata. Layaknya musuh yang akan menjatuhkan lawannya dengan senjata tersebut. Sungguh ini menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Nas’alullaah as-Salaamah wal ‘aafiyah
Demikian pembahasan yang sangat ringkas ini mudah-mudahan dapat menjadi sebab datangnya rahmat Allah untuk kita semua. Wallahua’lam bish-shawab
Abu Fudhail Abdurrahman bin Umar غفر الرحمن له.
Ayo Gabung dan Bagikan:
Kanal Telegram: https://t.me/alfudhail
Situs Web: https://alfudhail.com
KOMENTAR