Kasih sayangnya Nabi dalam menjaga umatnya agar bertauhid dan menutup jalan menuju kesyirikan.
KAJIAN TAUHID
(Upaya Nabi ﷺَ Dalam Menjaga Tauhid dan Menutup Semua Jalan Yang Bisa Menyampaikan Kepada Kesyirikan).
Al-Qur'an Surah At-Taubah Ayat 128, Allah berfirman,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
"Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keamanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin."
------------------
Di dalam ayat yang mulia ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan bagaimana cinta dan kasih sayang Nabi ﷺَ kepada kaum mukminin dan semangat beliau untuk membimbing umatnya dalam kebaikan.
Tidak ada satu kebaikanpun yang dapat mendekatkan umat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, melainkan telah beliau jelaskan seluruhnya.
Dan tidak ada perkara yang dapat menjauhkan seorang hamba dari Allah Subhanahu wa Ta'ala melainkan telah beliau peringatkan.
Diantara perkara terbesar yang telah beliau peringatkan kepada umatnya adalah perkara As-Syirku (Kesyirikan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala). Demikian pula lawannya yaitu mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah beliau jelaskan dengan sejelas-jelasnya.
Asy-Syaikh Sholih Al-Fauzan Hafidzhahullahu Ta'ala menjelaskan terkait dengan ayat tersebut, bagaimana mungkin beliau seorang Nabi yang telah disifati dengan sifat-sifat mulia tersebut mengabaikan perkara tauhid dan perkara kesyirikan, sementara tolok ukur keselamatan umat ada pada keduanya.
Kalau saja beliau telah menjelaskan perkara-perkara kecil seperti adab-adab buang hajat, adab tidur, adab masuk dan keluar rumah, maka perkara yang lebih besar dan lebih penting dari hal-hal tersebut yaitu perkara-perkara tauhid dan kesyirikan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala tentu lebih beliau utamakan.
Namun kita dapat diantara manusia ada yang tidak suka pada pembahasan-pembahasan tentang tauhid dan lawannya yaitu kesyirikan.
Mereka beranggapan pembahasan-pembahasan tentang tauhid dan kesyirikan ini akan memecah belah umat, akan membuat mereka tidak bersatu, maka Asy-Syaikh Al-Fauzan Hafidzhahullahu Ta'ala mengatakan bahwa ditinjau dari beberapa sisinya ucapan "tauhid dapat memecah belah umat" adalah ucapan batil.
Sisi pertama yang menunjukkan batilnya ucapan ini adalah, tidaklah mungkin manusia bersatu di atas perbedaan aqidah dan keyakinan.
Manusia hanya bisa bersatu di atas aqidah yang benar, aqidah yang diajarkan oleh Nabi Shalallahu alaihi wassalam.
Lihatlah kaum musyrikin orang-orang yang berbuat kesyirikan, mereka berpecah belah di dalam keyakinan dan agama mereka.
Mereka memiliki keyakinan yang beraneka ragam dan berbeda-beda. Apa yang mereka agungkan juga berbeda baik bentuk maupun wujudnya.
Inilah hakikat perpecahan,
Kelompok yang satu mengagungkan tempat tertentu, yang lain mengagungkan pohon tertentu, yang lainnya lagi mengagungkan sosok tertentu.
Keyakinan berbeda, ucapannya juga berbeda, yang satu membolehkan yang satu melarang, itulah hakikat perpecahan.
Sehingga tidak akan mungkin manusia bersatu, kecuali di atas aqidah yang benar, akidah sohihah.
Kita lihat para Ulama salaf, mereka hidup dimasa yang sama, namun tinggal di tempat yang berbeda, mereka bisa bersatu di atas aqidah yang benar.
Ulama-ulama yang tinggal di Mekah dengan ulama yang tinggal di Madinah, atau kaum muslimin ahlussunnah wal jamaah yang berada ujung barat dan di ujung timur bahkan mereka tidak pernah saling bertemu satu sama lainnya, namun mereka memiliki keyakinan yang sama, Ibadah yang sama, ucapan yang sama, apa yang diperbuat sama dan yang dilarang juga sama. Demikianlah kenyataannya dari sejak dahulu kala sebelum dikenalnya alat komunikasi hingga masa sekarang ini.
Mereka semua bersatu padu di atas aqidah yang sahihah.
Alasan kedua bahwa ucapan "tauhid itu memecah belah umat" adalah ucapan batil, beliau katakan, *apa faidahnya jika manusia bersatu di atas aqidah yang tidak benar?*
Jika mereka bersatu dalam toleransi, yang satu menyembah batu, yang lain menyembah pohon dan yang lain lagi menyembah kuburan, yang seperti ini apa faidahnya?
Tidak ada faidahnya sama sekali selamanya.
Karena itu adalah _ijtima'_ semu, persatuan yang palsu, bukan persatuan yang sesungguhnya.
Maka harus ada kesungguhan dalam aqidah, mementingkan perkara aqidah dan wajib memurnikan aqidah dari segala kesyirikan.
Apa artinya banyak ibadah jika keyakinannya dikotori dengan kesyirikan.
Harus kita jelaskan perkara tauhid hingga manusia bersatu di atas Aqidah yang shohih di atas agama ini, ketika manusia beraqidah yang benar maka manusia akan bersatu di atasnya, dan itu pasti.
Kita yang berada di daerah ini akan benar dan sama cara ibadahnya, ucapannya dan amalannya dengan kaum muslimin yang berada di daerah yang lain.
Kaum muslimin yang berada di Indonesia akan sama keyakinan dan ibadahnya dengan kaum muslimin yang berada di Afrika Eropah _mi'ah bil mi'ah_ (persis).
Kapan itu akan terwujud?
Jawabanya, ketika mereka bersatu di atas Aqidah yang sohihah, jika tidak demikian maka tidak akan pernah terjadi persatuan itu.
Jika mereka memiliki aqidah yang rusak, maka mereka akan bercerai berai.
Jika kaum muslimin yang ada di Indonesia ini, apa yang mereka agungkan berbeda dengan kaum muslimin yang ada di mesir, apa yang mereka keramatkan di sini berbeda dengan apa yang dikeramatkan kaum muslimin di daerah Yaman.
Ini _tafaruq,_ perpecahan disebabkan oleh aqidah yang batil, yaitu kesyirikan.
Sehingga tidak mungkin manusia biasa bersatu kecuali di atas tauhid.
Kita bisa melihat sejarah bagaimana dahulu Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam berdakwah.
Bagaimana dahulu ketika masa jahiliyah manusia memiliki Tuhan yang berbeda-beda, ada Latta, Uza, Manat, Suwa, Yahud, Ya'uf.
Ada ratusan berhala di Kakbah.
Yaman memiliki berhala sendiri, Bahrain memiliki berhala sendiri.
Cara ibadahnya semua berbeda.
Namun ketika Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam di utus membawa cahaya tauhid, tersinarilah manusia, maka ketika itu mereka yang berada di Mekah, di Madinah, di Yaman, di Syam mereka beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan satu ibadah.
Mereka memiliki keyakinan yang sama, sehinggga tidak ada yang menyatukan manusia kecuali kalimah *_لا إله إلا الله_* Tidak ada illah yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah, baik itu ucapan, amalan dan keyakinan.
*_لا إله إلا الله_*
Ucapannya sama, amalannya sama, keyakinannya juga sama.
Ketika kita mengucapkan *_لا إله إلا الله_* dengan keyakinan yang sama, bahwa tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ketika itulah manusia pasti bersatu.
Inilah yang menyatukan bangsa Arab dimasa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam.
Ketika itu manusia di sana berpecah belah. Masing-masing kabilah memiliki keyakinannya sendiri, maka disatukan oleh Rasulullah dengan satu kalimat *_لا إله إلا الله_* tidak dengan kesyirikan dan kebatilan.
Tentu saja bangsa Arab tahu konsekuensi mengucapkan *_لا إله إلا الله_* tidak hanya sekedar mengucapkan.
Sehingga menjadikan mereka sebagai satu bangsa, satu umat yang tidak berpecah belah, dan inilah yang akan menyatukan manusia di akhir zaman.
Adapun tanpa hal itu maka tidak mungkin untuk bersatu.
Maka tauhid bukanlah yang menyebabkan manusia berpecah belah, bahkan sebaliknya tauhid itu menyatukan manusia.
Adapun yang memecah belah manusia adalah kesyirikan dan keyakinan-keyakinan yang rusak, kebidahan-kebidahan, dan manhaj-manhaj (cara beragama yang berbeda-beda). Itulah yang menyebabkan manusia berpecah belah,masing-masingnya memiliki _torikoh_ sendiri-sendiri, inilah yang memecah belah umat.
Sebagian mengatakan "Saya beragama mengikuti guru saya", yang lain mengatakan "Saya beribadah mengikuti guru saya".
"Cara Saya berselawat kepada Nabi sesuai apa yang diajarkan guru saya".
Berpecah belah manusia ini karena mengikuti gurunya masing-mading dengan kebidahannya.
Harusnya dalam beragama, beribadah, berselawat kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam dan semua hal terkait agama ini sesuai dengan apa yang diamalkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam dan para sahabat radhiallahu 'anhum, generasi Tabi'in, Atba'ut Tabi'in dan Ulama serta orang orang yang mengikuti jalan-jalan mereka hingga akhir zaman. Mereka satu dalam aqidah, ibadah, akhlaq, ucapan dan perbuatan,tidak berbilang.
Inilah _shirathal mustaqim_ jalan yang lurus yang benar dan menyelamatkan. Ikuti jalan mereka Salafusholih jika ingin bersatu, jika kalian memilih jalan selain jalan mereka, maka tidak akan ada persatuan sampai kapanpun.
Tauhid dan meneladani Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam inilah yang menyebabkan manusia bersatu, sebagaimana ini telah menyatukan umat yang pertama dahulu, para sahabat di zamannya Rasulullah Shalallahu alaihi, Zaman Tabi'in dan Zaman Atba'ut Tabi'in.
*Dan tidak akan menjadi baik akhir umat ini kecuali dengan apa yang telah menjadikan baik generasi awalnya.*
Jika generasi sekarang ingin menjadi baik, maka contohlah generasi awal. Jangan mencari-cari jalan (cara) yang lain.. Jangan lelahkan dirimu dengan sesuatu yang belum teruji. Cukupkan dirimu dengan beragama sebagaimana beragamanya generasi awal Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam dan para sahabatnya.
Merekalah generasi yang telah Allah Subhanahu wa Ta'ala Ridhai dan mereka ridha terhadap-Nya.
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
(QS. Al-Bayinah Ayat 8)
Sehingga ucapan "tauhid menyebabkan manusia berpecah belah" ini adalah ucapan batil.
Kecuali jika yang dimaksud adalah berpecah belahnya (terpisahnya) antara tauhid dan kesyirikan, maka yang seperti ini kita katakan ya. Karena tauhid yang murni akan memisahkan kesyirikan.
Akidah yang tercampuri noda kesyirikan dan kebidahan akan terpisah dan terbedakan dengan akidah yang murni.
***
Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda,
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا ، وَلَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا ، وَصَلُّوا عَلَيَّ ، فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ
“jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan, dan jangan jadikan kuburanku sebagai Ied, bershalawatlah kepadaku karena shalawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun engkau berada”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya (2042), Imam Ahmad dalam Musnad-nya (8605), Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (8/81), dan yang lainnya.
Di dalam hadis ini ada 3 (tiga) poin penting yang disampaikan oleh Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam.
Pertama, "Jangan jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan".
Jangan kalian terlantarkan rumah-rumah kalian dari Dzikrullah, sholat-sholat sunnah dan membaca Al-Qur'an.
Dikarenakan rumah-rumah itu jika ditelantarkan (dengan makna kosong dari dzikrullah, sholat-sholat sunnah dan bacaan Al-Qur'an), maka dia akan menjadi seperti kuburan.
Karenakan pada asalnya tidak ada amalan ibadah di kuburan, (asal dari kuburan adalah tidak ada amal ibadah padanya), hal ini dapat kita pahami dari ucapan Nabi Shalallahu alaihi wassalam pada hadis di atas.
Kuburan itu hanya sebatas lubang yang kosong, sepi, dan gelap. Kecuali kuburan-kuburan yang Allah sinari dengan cahaya iman, yakni penghuninya (orang yang dikubur) menghiasi dirinya dengan cahaya iman ketika di dunia, maka kuburannya bercahaya, jika tidak maka kuburan itu hanyalah kegelapan.
Jadi tegasnya di kuburan tidak ada amalan ibadah, maka jangan samakan rumah-rumah kalian dengan kuburan.
Maka di dalam hadis ini terdapat anjuran bagi kita semua untuk _inayah_ perhatian terhadap rumah-rumah kita, rumah-rumah kaum muslimin.
Agar rumah-rumah itu dimakmurkan dan disemarakkan dengan dzikrullah, jadikan bagian ibadah kita dilakukan di rumah, perbanyak tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar, mendengar audio kajian agama, (luas makna dzikrullah ini). Perbanyak sholat-sholat nafillah, berdo'a dan membaca Al-Qur'an.
Bahkan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam memerintahkan agar sholat-sholat sunnah yang tidak disyariatkan dilakukan dengan berjamaah agar dikerjakan di rumah.
Sehingga beliau Shalallahu 'alaihi wassalam mengerjakan sholat sunnah di rumah, padahal rumah beliau dekat dengan masjid Nabawi yang memiliki keutamaan yang luar biasa.
Oleh karena itu para Ulama mengatakan sholat sunnah di rumah itu lebih utama dibandingkan dengan sholat sunnah di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram.
Sholat sunnah di rumah itu lebih utamanya.
Dari mana dalilnya?
Dalinya adalah karena Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam mengerjakannya di rumah. Jika seandainya sholat sunnah itu lebih utama di Masjid Nabawi atau di Masjidil Haram, pastilah Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam yang lebih dahulu akan melakukannya di sana.
Ingatlah di samping rumah beliau Shalallahu alaihi wassalam adalah mesjid Nabawi, jika sholat sunnah lebih utama di Masjid Nabawi, niscaya bieliau akan ke luar dari rumahnya dan sholat sunnah di sana, akan tetapi beliau lebih memilih sholat sunnah di rumah, inilah yang beliau contohkan apakah manusia akan menyelisihi.
Di sini yang menjadi inti pembahasan adalalah mana yang lebih utama, bukan maksudnya sholat sunnah di masjid tidak sah atau tidak boleh.
Sholat sunnah di masjid sah dan boleh, namun lebih utama jika dilakukan di rumah.
Dan yang dimaksud sholat-sholat sunnah di sini adalah sholat-sholat sunnah yang tidak disyariatkan berjamaah seperti sholat sunnah rawatib, duha, witir, tahajud, sholat sunnah wudhu' dan yang laiinya.
Adapun sholat fardhu dan sholat tarawih tentu ini lebih utama dilakukan di masjid, demikian pula sholat sunnah tahyatul masjid yang tentunya tidak mumgkin dilakukan jika tidak di masjid.
Apa tujuan sholat-sholat sunnah dimaksud dilakukan di rumah?
Tujuan nya adalah untuk memakmurkan rumah-rumah kaum muslimin dengan ibadah -_taqarub ilallah_ (mendekatkan diri kepada Allah. Dikarenakan rumah-rumah itu jika dimakmurkan dengan dzikrullah, maka setan akan menjauh darinya.
Kalau syaitan sudah jauh dan dzikrullah disemarakkan, maka orang-orang yang tinggal di rumah itu akan tumbuh di atas ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dan jadilah rumah-rumah ini menjadi madrasah tempat-tempat belajar kebaikan, yang akan menghasilkan darinya seorang muslim yang _muwahid_ (generasi yang bertauhid).
Sebaliknya jika rumah-rumah itu dimakmurkan dengan maksiat, dengan memasukkan ke dalamnya televisi dengan berbagai macam chanel dan siaran dari seluruh dunia, musik-musik, film-film, you tube, acara-acara yang mengandung kemaksiatan, kefasikan, ucapan-ucapan yang buruk, sihir dan syirik dan bermacam sumber kerusakan.
Bagaimana mungkin dari rumah yang penuh kemaksiatan akan lahir generasi yang bertauhid? (Kecuali jika Allah menghendaki).
Sehingga poin penting pertama dari bimbingan Nabi Shalallahu alaihi wassalam dalam hadis yang mulia ini adalah agar kita perhatian dengan rumah-rumah kita, karena dari sanalah diharapkan akan muncul generasi muslim berikutnya yang akan meneruskan estafet dakwah ini.
Meneruskan islam..
Bagaimana hasilnya? tergantung bagaimana rumah itu mendidik generasi-generasi mereka. Jika mereka memakmurkannya dengan dzikrullah, maka akan muncul darinya generasi-generasi emas muslim yang bertauhid, namun jika tidak.., maka kita lihat sekarang sebagian diantara anak-anak kaum muslimin, akhlak mereka bagaimana..? aqidah mereka bagai mana..? Ibadah mereka bagaimana..? Karena madrasah mereka, sekolah mereka yang pertama yaitu rumah tidak peduli dengan pendidikan mereka.
Inilah nasihat yang luar biasa dari Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam.
Sampai disini dulu..
Allahu a'lam bish-shawab
Semoga bermanfaat.
_*جزاكم الله خيرا و بارك الله فيكم*_
======================
Ditranskrip dari Audio Kajian KITAB TAUHID Bab 22: Upaya Nabi ﷺَ Dalam Menjaga Tauhid dan Upaya Beliau Menutup Semua Jalan Yang Bisa Menyampaikan Kepada Kesyirikan.
https://t.me/KajianIslamLhokseumawe/2042
Disampaikan Oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Ra'uf Al-Maidani حفظه الله تعالى di Ma'had Al-Imam Asy-Syafi'i Lhokseumawe, Sabtu malam 'Ahad, 2 Rajab 1444 H./23 Januari 2023 M.
====================
Rabu, 4 Rajab 1444 H. /25 Januari 2023 M.
#B.sisi ahsmyhd-dhA
KOMENTAR