Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.
TAKWA IALAH PERBEKALAN TERBAIK DALAM PERJALANAN
Ketika Allah memerintahkan kepada orang-orang yang ingin menempuh perjalanan ibadah haji agar menyiapkan perbekalan,
Allah ta'ala berfirman,
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ
"Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa." QS. Al-Baqarah: 197
Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
اتَّقِ الله حَيثُمَا كُنْتَ
"Bertakwalah kamu kepada Allah di manapun berada." -HASAN- (Shahih al-Jami', 97) HR. At-Tirmidzi (1987)
Para pendahulu kita, dimulai dari Nabi Muhammad ﷺ dan diikuti orang-orang shalih setelah beliau memiliki kebiasaan menitipkan pesan agar bertakwa kepada seseorang yang ingin melakukan perjalanan.
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata,
"Datang seseorang kepada Nabi Muhammad ﷺ, lalu dia mengatakan, 'Wahai Rasulullah, saya hendak melakukan safar. Berilah saya bekal.'
Nabi ﷺ bersabda,
زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقوَى
"Semoga Allah membekalimu dengan ketakwaan." -HASAN SHAHIH- (Shahih at-Tirmidzi) HR. At-Tirmidzi (3444)
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata,
وكان - صلى الله عليه وسلم - إذا بَعَثَ أميراً على سَرِيَّةٍ أوصاه في خاصة نفسه بتقوى الله، وبمن معه من المسلمين خيراً
"Apabila Rasulullah ﷺ menunjuk seseorang menjadi pemimpin pasukan, maka secara khusus beliau memesankan kepadanya agar bertakwa kepada Allah, dan agar dia bersikap baik kepada pasukan kaum muslimin yang dipimpinnya." (Jami' al-Ulum wa al-Hikam, hlm. 473)
Ibnu Rajab juga mengatakan,
واستعمل عليُّ بن أبي طالب رجلاً على سَريَّة، فقال له: أُوصيك بتقوى الله الذي لابُدَّ لك من لقائه، ولا منتهى لك دونَه، وهو يَملِكُ الدنيا والآخرة
"Pada saat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu menugaskan seseorang menjadi pemimpin sebuah pasukan, (sebelum berangkat) beliau berpesan kepadanya, 'Aku wasiatkan agar kamu bertakwa kepada Allah. Di mana kamu pasti akan bertemu dengan-Nya, tidak ada akhir kesudahanmu kecuali kepada-Nya. Dia yang menguasai dunia dan akhirat.'." (Jami' al-Ulum wa al-Hikam, hlm. 475)
Syu'bah bin al-Hajjaj mengisahkan, 'Ketika hendak bepergian, saya mendatangi al-Hakam bin Utaibah dan menyampaikan, 'Apakah Anda memiliki titipan?'
Lalu beliau berkata,
أوصيك بما أوصى به النَّبيُّ - صلى الله عليه وسلم - معاذَ بنَ جبل: اتَّقِ الله حيثُما كُنتَ.. الحديث
"Saya berpesan kepadamu dengan pesan yang disampaikan Nabi Muhammad ﷺ kepada Mu'adz bin Jabal, 'Bertakwalah kamu kepada Allah di manapun..'." (Jami' al-Ulum wa al-Hikam, hlm. 476)
Orang yang bertakwa dalam safar artinya dia menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Orang yang demikian kondisinya, dia akan merasakan ketenangan hati dalam perjalanannya.
Pernah ada yang meminta wasiat kepada Yunus bin Ubaid rahimahullah pada saat dia ingin melaksanakan safar dalam rangka ibadah haji, maka Yunus berkata,
اتَّقِ الله، فمن اتقى الله، فلا وحشة عليه
"Bertakwalah kamu kepada Allah! Karena orang yang bertakwa kepada Allah maka dia tidak akan merasakan kesedihan." (Jami' al-Ulum wa al-Hikam, hlm. 476)
Di samping takwa ialah kewajiban di tiap keadaan, seseorang yang melakukan perjalanan amat perlu untuk diingatkan lagi dengan takwa karena kondisi di perjalanan ialah kondisi yang memiliki risiko, tidak bisa dipastikan, apakah dia pulang dengan selamat atau bagaimana. Maka layak jika seseorang dipesankan agar berada dalam kondisi terbaik di keadaan demikian.
TERMASUK BENTUK TAKWA MEMBATASI INTERAKSI DENGAN LAWAN JENIS YANG BUKAN MAHRAM
Ketika safar, tentunya seseorang jauh dari keluarganya, meski demikian dia wajib menjaga dirinya dari semua jalur yang dapat mengantarkannya dalam perbuatan dosa, termasuk dari jalur wanita.
Al-Allamah Muhammad al-Utsaimin pernah ditanya tentang batasan syar'i interaksi pria dengan wanita yang bukan mahramnya.
Beliau rahimahullah menjelaskan,
"Masalah ini dalam kenyataannya berbeda-beda, sesuai dengan kondisi yang;
- laki-laki,
- wanita,
- maupun kadar kebutuhan.
- Terkait dengan kondisi yang laki-laki, maka ada orang yang dia cepat tergerak perasaannya bila berkaitan dengan wanita, sebatas melihat saja, terlebih jika wanita tersebut cantik, lalu tergerak syahwatnya.
Kondisi laki-laki yang seperti ini dia tidak boleh mengajak berbicara wanita sedikitpun selama itu memungkinkan, jika dia memerlukan sesuatu cukup dengan isyarat. Ini wajib dilakukan untuk menutup jalan yang mengantarkan menuju kerusakan.
- Ada pula laki-laki yang di bawah ini keadaannya.
- Dan ada juga laki-laki yang acuh saja terhadap wanita, ketika dia berbicara dengan seorang wanita seolah dia sedang berbicara dengan saudarinya, sama sekali tidak tergoda.
Jadi masalah hukumnya berbeda-beda sesuai dengan keadaan masing-masing orang dan kadar kebutuhan mendesak tidaknya (dilakukan perbincangan), terkadang ada suatu kondisi laki-laki harus berbicara dengan wanita, pada keadaan ini tidak masalah.
Akan tetapi jika dia melihat bahwa wanita tersebut bersuara dengan lembut di depannya, maka dia harus menghentikan perbincangan, karena Allah ta'ala berfirman,
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
"Maka janganlah kamu (wanita) lembut dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik." QS. Al-Ahzab: 32
Pada intinya seseorang wajib untuk meminimalisir perbincangan dengan lawan jenisnya atau melihat kepadanya." (I'lam al-Musafirin, hlm. 86)
Dalam praktiknya, seseorang pasti tidak bisa terlepaskan dari komunikasi dengan wanita yang bukan mahramnya di saat melakukan perjalanan safar, apakah itu bertemu dengan pramugari, kasir swalayan, resepsionis hotel, dst.
Maka dia wajib bertakwa kepada Allah dalam kondisi-kondisi tersebut. Dia melihat bagaimana keadaan dirinya dan mengambil langkah yang paling selamat, seperti yang telah diterangkan oleh Asy-Syaikh al-Utsaimin di atas, berinteraksi dengan wanita yang bukan mahram hanya sebatas keperluan.
✍️ -- Jalur Masjid Agung @ Kota Raja
-- Hari Ahadi [Rangkaian pembahasan Bekal Muslim dalam Perjalanan]
t.me/nasehatetam
KOMENTAR