(139) Ada Yang Menanti, Ada Yang Telah Menunaikan Janji Bandara Pattimura. Alhamdulillah mendarat mulus di sela-sela gerimis. Muncul kenang...
(139)
Ada Yang Menanti, Ada Yang Telah Menunaikan Janji
Bandara Pattimura. Alhamdulillah mendarat mulus di sela-sela gerimis. Muncul kenangan menyapa 22 tahun lalu. Ambon mengganti masa putih abu-abu.
Berdakwah artinya berjuang. Berjuang tak mungkin tanpa pengorbanan. Lebih-lebih jika merintis. Memulai dari awal.
Lebih banyak cerita duka. Seringkali terbentur luka. Hampir tak lepas dari perih dan pedih.
Berkali-kali jatuh. Berulang-ulang terantuk. Gagal lalu gagal. Buntu. Sejengkal lagi putus asa. Kemudian, terbitlah cahaya terang. Menang!
حَتَّىٰ إِذَا اسْتَيْأَسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءَهُمْ نَصْرُنَا فَنُجِّيَ مَنْ نَشَاءُ ۖ وَلَا يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ
"Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tidak dapat ditolak siksa Kami dari pada orang-orang yang berdosa" (QS Yusuf 110)
Setiap perjuangan dakwah selalu begitu!
Ada yang berjatuhan. Terhempas. Terlempar. Lepas. Tak sabar dengan pahit getirnya berjuang. Terburu-buru ingin selesai. Akhirnya memilih mundur, pergi, menjauh, dan menghilang.
Ada yang bersabar hingga akhir. Tabah. Tegar. Kukuh. Berpegang pada prinsip. Komitmen dengan garis perjuangan. Sampai ajal tiba. Napas terakhir berhembus, ia tetap istiqamah. Tunai sudah janji bakti.
Ada yang menanti. Masih belum pasti. Akankah ia bertahan atau putuskan berhenti saja. Maukah ia melanjutkan atau putar balik kanan.
Imam Ahmad meriwayatkan kisah sahabat Khabbab bin Al Arat yang menangis saat melihat kain kafan yang disiapkan menjelang wafatnya.
" Akan tetapi, Hamzah tidak punya kain yang cukup kecuali selembar kain burdah berwarna hitam putih. Jika ditutupkan kepala, kedua kakinya terbuka. Bila ditutupkan kedua kaki, maka kepala yang terlihat. Maka, kedua kakinya direntangkan lalu ditutupi dengan rumput Idzkhir", kenang Khabbab.
Khabbab menangis bukan karena takut kematian. Beliau menangis bukan karena sedih akan berpisah dengan dunia.
Khabbab menangis karena teringat orang yang lebih baik darinya, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib telah menunaikan janji. Meninggal dunia tanpa memiliki apa-apa. Sementara dirinya masih menanti.
Sahabat Amr bin Al Ash (Sahih Muslim no.121) sempat menangis sebelum wafat, sambil memalingkan wajah ke arah dinding.
Amr bercerita tentang fase kehidupannya. Mulai dari fase kekafiran sampai masuk Islam. Kemudian fase beliau sebagai gubernur Mesir selama 7 tahun lebih 3 bulan.
Saat bercerita tentang Islamnya, Amr mengatakan :
ولو مُتُّ علَى تِلكَ الحالِ لَرَجَوْتُ أنْ أكُونَ مِن أهْلِ الجَنَّةِ
" Andaikan aku mati di saat itu, besar harapanku masuk surga "
Namun, Amr sangat takut dengan keadaannya yang terakhir. Ketika kekuasaan di tangan, harta benda berlimpah, makanan minuman selalu tersedia, dan fasilitas-fasilitas keduniaan serba ada.
Amr mengatakan, " Kemudian, kita berkuasa atas banyak hal. Namun, aku tidak tahu bagaimanakah keadaanku?"
Apa yang membuat sahabat Amr menangis?
Mungkin jawabannya ada pada cerita sahabat Abdurrahman bin Auf!
Hari itu, Abdurrahman berpuasa. Tiba berbuka dan berbagai hidangan disajikan, beliau menangis.
" Mush'ab bin Umar telah terbunuh, padahal ia lebih baik dari saya. Namun, tidak ada kain kafan yang cukup kecuali selembar kain burdah. Jika kepala ditutup, terbuka kedua kakinya. Bila kedua kaki tertutup, maka kepala yang terlihat ", kenangnya.
Abdurrahman menangis karena takut. Kenapa? Mengingat masa-masa awal perjuangan dakwah yang sulit. Mengingat kawan-kawan yang telah mendahului menunaikan janji.
Sementara, Abdurrahman melihatnya dirinya hidup dalam kesenangan dan ketersediaan. Dunia terbuka dan terbentang.
Abdurrahman bin Auf berkata :
وقدْ خَشِينَا أَنْ تَكُونَ حَسَنَاتُنَا عُجِّلَتْ لَنَا
" Sungguh! Kita mesti khawatir, jangan-jangan kebaikan-kebaikan yang diperbuat, balasan pahalanya disegerakan di dunia " HR Bukhari no.1275
Maka, janganlah tinggi hati karena merasa telah berhasil. Janganlah angkuh karena sekarang sudah banyak fasilitas. Janganlah pongah sebab merasa dakwah berkembang dan semakin diterima.
Janganlah lupa diri!
Bisa jadi, tanah yang semakin banyak, gedung bangunan yang terus tumbuh, ekonomi yang mapan, fasilitas yang lengkap, kendaraan yang banyak dan mewah, bisa jadi itu adalah pahala yang disegerakan di dunia.
Padahal, sahabat Abdurrahman bin Auf saja inginnya pahala disempurnakan esok di hari kiamat.
Demikianlah! Setiap perjuangan meninggalkan cerita. Ada yang telah pergi dan menunaikan janji. Ada yang terhempas jatuh. Ada yang masih menanti.
مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا۟ مَا عَٰهَدُوا۟ ٱللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُم مَّن قَضَىٰ نَحْبَهُۥ وَمِنْهُم مَّن يَنتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا۟ تَبْدِيلًا
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya) (QS Al Ahzab:23)
Semoga Allah Ta'ala merahmati saudara-saudara yang telah mendahului. Mudah-mudahan yang masih menanti dapat bersabar dalam istiqamah. Tidak terlena dengan dunia.
Jazirah Maluku, Ambon, 14 Shofar 1444 H/10 September 2022
t.me/anakmudadansalaf
KOMENTAR