Kisah Abu Ismail Al Harawi yang Difitnah.
(133)
Siapa Yang Membuat Lubang Untuk Mencelakakan Orang, Justru Dia Yang Akan Celaka
Ada sebuah kitab, jika diterjemahkan judulnya, akan begini kira-kira : Cerita Unik, Kisah Aneh, Peristiwa Ganjil, Berita Ajaib, dan Nasehat Dammaj. Bersumber dari Majlis Adab Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi'i; Ahli Hadis Negeri Yaman.
Penulis buku tentunya salah satu murid beliau.
Di antara yang pernah diceritakan Syaikh Muqbil di majlis beliau adalah tentang Abu Ismail Abdullah bin Muhammad Al Harawi Al Anshari (halaman 117 dan 118 )
Kisah lengkapnya disampaikan oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A'lam Nubala (18/512).
Raja Seljuq kedua, yaitu Sultan Alp Arslan pernah melakukan kunjungan ke kota Harah.
Kesempatan itu disalahgunakan oleh sejumlah tokoh untuk memfitnah Abu Ismail Al Harawi.
Mereka datang menemui Al Harawi ke rumahnya.
" Sultan datang berkunjung. Kami ingin bersama-sama menemui beliau untuk mengucapkan salam. Namun, sebelum itu, kami ingin mengucapkan salam terlebih dahulu kepada Anda ", ujar mereka.
Tanpa diketahui Al Harawi, diam-diam mereka meletakkan sebuah patung kecil dari tembaga di bawah sajadah salat Al Harawi.
Setelah bertemu Sultan, mereka memfitnah, " Al Harawi seorang mujassim. Dia menyimpan sebuah patung di tempat salatnya. Dia meyakini Allah memiliki wujud seperti patung tersebut "
Mendengar itu, Sultan Alp Arslan marah. Beliau memerintahkan pengawal-pengawalnya untuk menghadirkan Abu Ismail. Sekaligus memeriksa kebenaran informasi orang-orang itu.
Benar saja! Para pengawal menemukan patung tembaga di lokasi salat Al Harawi.
" Tahukah engkau apa ini? ", Sultan bertanya.
Al Harawi menjawab, " Ini patung tembaga. Seperti mainan anak-anak "
" Bukan itu yang saya tanyakan!" bentak Sultan.
" Lalu, mengenai apa yang ditanyakan Sultan? ", kata Al Harawi.
Sultan Alp menjelaskan, " Orang-orang itu bilang engkau menyembah patung ini. Engkau meyakini Allah memiliki wujud seperti patung ini "
Al Harawi tersadar bahwa beliau difitnah. Ada orang-orang menghasut Sultan.
Dengan lantang, keras, dan penuh keyakinan, Al Harawi menyatakan, " Maha suci Engkau, yaa Allah! Ini semua tuduhan dusta yang nyata! "
Mendengar itu, Sultan merasa ada yang janggal. Kata-kata Al Harawi benar-benar mengena dan sangat terasa. Sultan sadar bahwa Al Harawi lah yang berada di posisi yang benar.
Al Harawi lantas dimuliakan dan dihantarkan pulang ke rumah dengan penghormatan.
Kepada orang-orang yang memfitnah, Sultan bertanya dengan ancaman. Supaya mereka mengaku. Dan mereka akhirnya mengakui.
Ketika ditanyakan apa sebabnya?
" Di hadapan khalayak umum, kami tidak berarti apa-apa bila dibandingkan dia. Maka, kami ingin memutus itu semua ", mereka beralasan.
Sultan lalu memerintahkan agar mereka diusir dan dihinakan.
Subhanallah!
Oleh penulis, kisah di atas diberi judul : Barangsiapa membuat lubang untuk mencelakai saudaranya, justru dialah yang akan terperosok.
Cerita di atas menarik dicermati :
1. Siapa yang berbuat, dialah yang akan menanggung akibat. Siapa menabur benih, dia juga yang akan memanennya.
2. Balasan sesuai perbuatan. Apa yang didapat tergantung apa yang diperbuat.
3. Hati-hati dan takutlah untuk berlaku jahat. Apalagi bukan sebatas berniat. Sudah nyata-nyata berbuat. Sebab, hukuman atasnya sudah menunggu; jauh atau dekat.
4. Walau merasa sudah rapi dan teliti merancang kejahatan, ada saatnya terungkap. Karena tidak ada kejahatan yang sempurna.
5. Jangan karena alasan iri. Jangan karena alasan, kenapa saudaranya bisa lebih diterima orang lain, lebih disukai dan lebih diikuti, sementara dirinya tidak, lantas membuat-buat cara untuk menjatuhkan. Jangan!
6. Salah satu sebab iri adalah melihat kenyataan bahwa saudaranya lebih banyak diikuti dan lebih disukai. Sementara dirinya, hanya sedikit yang menyukai. Merasa tidak dihargai. Daripada iri, akan lebih baik jika instrospeksi diri.
7. Berbuat baik tidak perlu takut. Tidak ada rasa khawatir. Berbuat baiklah dan ikhlaskan niat. Allah yang melindungi. Allah yang menjagamu.
Lendah, 04 Muharram 1444 H/02 Agustus 2022
t.me/anakmudadansalaf
----------------
Siapa Yang Membuat Lubang Untuk Mencelakakan Orang, Justru Dia Yang Akan Celaka ( bagian II )
Kalimat di atas bukanlah riwayat hadis dari Rasulullah ﷺ.
Jika diteliti agak jauh, kalimat tersebut diriwayatkan sebagai ucapan Ka'ab Al Ahbar dan Abdullah bin 'Amr.
Walau lebih tepat dinyatakan sebagai kalimat bijak di kalangan orang Arab.
As Sakhawi dalam Al Maqashidul (hal. 1113) menukil tanggapan Al Hafiz Ibnu Hajar, " Saya tidak menemukan sumber riwayatnya"
As Sakhawi justru menyebutkan diskusi antara Ka'ab Al Ahbar dengan sahabat Ibnu Abbas mengenai status kalimat di atas.
" Kami menemukannya di dalam Al Qur'an", kata Ibnu Abbas.
Setelahnya, beliau membaca firman Allah Ta'ala :
وَلَا يَحِيْقُ الْمَكْرُ السَّيِّئُ اِلَّا بِاَهْلِهٖ
" Rencana yang jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya sendiri " ( Fathir 43)
Membuat makar artinya : bertipu muslihat, akal busuk, merekayasa rencana jahat, secara licik ingin menjatuhkan orang, dan itu semua di akhir cerita justru akibatnya akan menimpa pelakunya.
Cepat lambat akan tersingkap. Kalau tidak hari ini, esok tentu terungkap. Kebenaran tak bisa disembunyikan. Sebab, cahaya dapat menembus banyak batas.
Banyak kisah dalam Al Qur'an yang harus dibaca agar hadir rasa takut berbuat makar.
Coba ulang-ulang kisah Nabi Yusuf! Berapa lapis makar dan berapa babak tipu muslihat diarahkan kepada Nabi Yusuf?
Makar abang-abangnya, makar para kafilah, dan makar perempuan, adalah bukti beratnya ujian Nabi Yusuf.
Ada putar balik fakta, berpura-pura sebagai korban, diskenariokan selaku yang terzalimi, diperparah lagi dengan menyerang orang lain dengan fitnah dan berita hoaks, seakan-akan orang lain itulah yang membuat onar, yang membikin masalah, dan orang lainlah yang memperkeruh keadaan.
Ia lupa dan tidak sadar, bahwa akibatnya justru ia yang menanggung.
Syaikh Muqbil Al Wadi'i ( Minal Majalis Al Adabiyyah, hal 118-120 ) bercerita tentang kisah Mas'ud bin Ali Al Ansi.
Cerita lengkapnya dalam Hajrul Ilmi (2/731-732)
Di akhir abad ke- 5 hijiriah, sejumlah pejabat qadhi di wilayah Yaman menaruh hasad kepada Mas'ud. Dikarenakan banyak masyarakat yang senang dan tertarik dengan penjelasan-penjelasan fikihnya.
Suatu saat, Mas'ud difitnah. Teks jawaban tertulis dari Mas'ud diubah-ubah titiknya. Menanggapi sebuah jawaban fikih yang tidak tepat, Mas'ud menulis:
هذا المجيب لا يعرف شيئا
" Pemberi jawaban tidak mengetahui sama sekali ".
Namun, di zaman itu, memang masih terbiasa huruf-huruf Arab tidak diberi titik.
Oleh pihak-pihak yang hasad, teks jawaban itu diubah menjadi :
هذا المخنث لا يعرف شيئا
" Si banci ini tidak mengetahui sama sekali "
Pemberi jawaban ( المجيب ) diubah menjadi si banci ( المخنث ).
Setelah itu, ramai-ramai mereka melapor kepada Saifus Salam, penguasa setempat, dan menyatakan, " Wahai penguasa kami, muncul seseorang mengaku-aku pandai fikih. Orang itu sering menghina ahli-ahli fikih yang ada dan membodoh-bodohkan mereka. Tidak cukup dengan kata-kata, bahkan orang itu melakukan dalam bentuk tulisan"
Teks jawaban Mas'ud yang telah diubah-ubah lalu diserahkan sebagai bukti.
Saifus Salam langsung marah dan memerintahkan agar Mas'ud bin Ali dibawa menghadap. Di depan orang banyak, Saifus Salam menanyakan kebenaran tulisan itu.
" Subhanallah! Apakah akal-akal yang waras sudah tidak bisa lagi membedakan antara warna huruf dan warna titik-titiknya?", Mas'ud membela diri.
Memang! Ada perbedaan tinta yang dipakai oleh Mas'ud dengan pihak yang memfitnah.
Saifus Salam pun sadar tentang apa yang sedang terjadi. Beliau mengerti ada upaya untuk menghasut.
Beliau perintahkan agar Qadhi Ahmad, selaku dalangnya, dipecat dari jabatannya, sementara Mas'ud bin Ali diangkat sebagai Qadhi baru.
Rencana yang jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya sendiri.
Berhati-hatilah! Jangan berpikir untuk mencelakakan orang lain. Jangan berencana untuk menjatuhkan orang lain. Sebab, yang akan celaka dan jatuh adalah dirinya sendiri.
Semoga Allah memberi hidayah untuk kita.
Lendah, 13 Muharram 1444 H/11 Agustus 2022
t.me/anakmudadansalaf
KOMENTAR