Niat ikhlas dalam belajar menuntut ilmu agama.
(136)
Noda Niat Thalabul Ilmi
Ada beberapa bentuk kesedihan. Dan manusia tak bisa hidup lepas dari kesedihan. Hanya saja, kenapa dan untuk apa bersedih? Itulah pembedanya.
Ada 2 sebab yang juga membuat bersedih.
Pertama ; tentang seorang santri yang berpotensi. Pintar. Cerdas. Baik-baik saja. Didukung orangtua. Finansial cukup. Sopan sikap dan perilaku. Tetiba , ia ingin berhenti jadi santri.
Kedua ; seorang sahabat. Semangat berbuat baik. Cinta kepada ilmu. Terdepan di majlis ilmu. Baik akhlaknya. Sayangnya menghilang. Tak lagi hadir bersama mencari ilmu.
Perlu dicari, apa sebabnya? Agar ke depan dapat diantisipasi.
Niat sangat menentukan. Ibarat tumbuhan, niat adalah akar thalabul ilmi. Akar berfungsi untuk menyokong, memperkuat, dan mengokohkan tumbuhan. Thalabul ilmi pun akan kokoh bila kuat mengakar.
Sebagaimana akar dapat menyerap makanan, air, dan unsur hara. Maka, niat akan memacu semangat untuk terus bertahan dan menambah ilmu.
Bicara niat sangat sensitif. Privasi. Urusannya hati. Apalagi jika tentang orang lain. Lebih-lebih menilai atau menghukumi. Berat. Bahkan, jangan!
Jika demikian, ulama Salaf lah yang menjadi sandaran.
Hisyam ad Dustuwa'i (Siyar A'lam Nubala) menyatakan, " Demi Allah! Saya tidak bisa berkata pasti, bahwa saya pernah satu hari sekalipun menuntut ilmu hadis untuk berharap wajah Allah "
Adz Dzahabi menambahkan, " Demi Allah! Saya pun tidak berani mengatakan demikian "
Walau seperti itu, bukan artinya tidak berthalabul ilmi. Jangan jadikan alasan berhenti ngaji. Itu bukan penghalang menghadiri majlis ilmu.
Belajarlah dan teruslah belajar! Dengan ilmu yang dipelajari, akan diketahuilah keikhlasan.
Mujahid bin Jabr, ulama tabiin pakar tafsir dari Mekkah, mengakui : " Dulu saat kami thalabul ilmi, mula-mula tidak begitu besar niatnya. Kemudian, setelah itu Allah karuniakan niat yang benar"
Noda-noda yang mengotori niat sangat variatif. Motifnya beragam. Niat yang semestinya tulus hanya untuk Allah Ta'ala dirusak oleh bercak-bercak dan bopeng-bopeng dunia.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda :
مَن طلبَ العِلمَ ليُجاريَ بهِ العلَماءَ أو ليُماريَ بهِ السُّفَهاءَ أو يصرِفَ بهِ وجوهَ النَّاسِ إليهِ أدخلَهُ اللَّهُ النَّارَ
" Barangsiapa berthalabul ilmu dengan tujuan ; membanggakan diri di hadapan ulama, mencari bahan mendebat orang bodoh atau mencari perhatian orang agar terarah padanya, kelak Allah masukkan dia dalam neraka " HR Tirmidzi no.2654 dan disahihkan Al Albani.
Thalabul ilmi, ngaji, menghadiri majlis ilmu, mengikuti daurah, jadi santri, sejatinya cara untuk dimudahkan masuk surga. Maka, tak boleh kotor niatnya.
Dalam hadis di atas, Nabi Muhammad ﷺ menerangkan beberapa noda niat Thalabul Ilmi :
1. Membanggakan diri di hadapan ulama. Supaya ulama memujinya. Agar terlihat hebat dan terkesan baik di mata ulama.
2. Memperoleh bahan untuk berdebat. Supaya bisa merendahkan dan membuat malu orang lain. Ada kesempatan membodoh-bodohi. Punya peluang untuk menjatuhkan orang.
3. Mencari simpati. Berharap pujian dan sanjungan. Agar orang-orang memperhatikan. Supaya dihormati dan dimuliakan. Agar banyak pengikutnya. Agar tidak dijauhi dan ditinggalkan.
Naudzu billah, ancamannya sangat mengerikan! Neraka.
Memang sensitif jika bicara niat. Tetapi, hal ini selalu diingatkan ulama.
Al Fudhail bin Iyadh ( Siyar A'lam Nubala) berkata, " Kasihan benar engkau, He. Engkau jahat tapi merasa baik. Engkau bodoh namun menganggap diri pintar. Engkau kikir tapi merasa dermawan. Engkau dungu namun menganggap berakal. Ajalmu pendek walau angan-anganmu panjang "
Adz Dzahabi menambahkan, " Demi Allah, beliau memang benar! Engkaulah yang zalim tapi merasa dizalimi. Engkau makan yang haram namun menganggap diri wara'. Engkau fasik tapi merasa bersikap adil"
" Engkau thalabul ilmi untuk tendensi duniawi, namun engkau beralasan mencarinya karena Allah ", pungkas Adz Dzahabi.
Sedih sangat! Jika ada santri punya banyak potensi, pintar, cerdas, baik, sopan, dan semangat. Namun, i tengah perjalanan, ia ingin berhenti jadi santri. Ia ingin kerja, ingin cepat menikah saja, ingin jadi orang biasa, katanya.
Sedih juga, bila punya teman. Dia lebih pintar. Dia lebih cerdas. Dia lebih sopan. Dia lebih rajin. Tetapi, setelah cukup jauh melangkah, ia menghilang. Thalabul ilmi ditinggalkan.
Maka, koreksi niat harus rutin dilakukan. Menjaga dan merawat niat agar tetap bersih dan jernih. Niat terus dievaluasi supaya selalu bening dan hening. Cerah dan tidak keruh.
Apalah kita? Lemah dan kerdil. Naif dan bodoh.
Imam Ahmad bin Hanbal (Raudhatul Muhibbin 1/69) saja ketika ditanya, " Apakah Anda mempelajari ilmu karena Allah? ".
" Adapun karena Allah, amatlah berat. Namun, sesuatu yang aku dibuat suka, maka aku lakukan" , jawab beliau.
Jika niat thalabul ilmi, ngaji, menghadiri majlis ilmu, mengikuti daurah, jadi santri, benar-benar lillahi Ta'ala, tentu akan bertahan. Bila salah niat, akan tiba waktunya menguap dan menghilang.
Imam Malik bin Anas menyatakan, " Apapun, jika niatnya Lillahi Ta'ala, tentu akan bertahan".
Di Calon Asrama Kelas IV
Awal Shafar 1444 H/29 Agustus 2022
t.me/anakmudadansalaf
KOMENTAR