Sejarah raja Abrahan dan tentara gajah menghancurkan Ka'bah.
TENTARA GAJAH
Al-Ustadz Abu Hafy Abdullah حفظه الله تعالى
Di antara peristiwa penting yang Allah abadikan dalam Al-Qur'an adalah kisah tentang kebinasaan pasukan gajah yang berambisi menghancurkan Ka'bah. Tahun itulah yang disebut dengan tahun Gajah. Allah turunkan lima ayat dalam surat Al-Fil (gajah) yang semuanya menjelaskan tentang peristiwa ini. Allah berfirman:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (١) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (٢) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (٣) تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (٤) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (٥)
“Apakah kamu tidak memerhatikan bagaimana Rabbmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar. Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).“ [Q.S. Al Fil: 1-5]
Dalam ayat ini, Allah سبحانه وتعالى menegaskan kepada Nabi-Nya dan juga kepada seluruh umatnya tentang apa yang dilakukan terhadap pasukan bergajah. Inilah salah satu bukti kemampuan Allah سبحانه وتعالى Yang Maha Agung dan sekaligus kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya pada peristiwa ini. Allah سبحانه وتعالى telah membinasakan pasukan bergajah yang datang untuk menghancurkan Ka'bah.
Kisah ini bermula dari suatu zaman. Dahulu, di negeri Yaman ada seorang raja yang bernama Abrahah. Tatkala raja ini senantiasa melihat begitu banyak orang-orang yang berhaji di Ka'bah, ia merasa tidak suka dan iri. Hal ini mendorongnya untuk membangun sebuah bangunan besar mirip Ka'bah di Shan'a sebagai ibu kota Yaman.
Dengan keberadaan bangunan ini, ia hendak mengalihkan perhatian manusia yang selama ini berhaji di Ka'bah. Selanjutnya dia pun menyeru manusia supaya menjadikan bangunan itu sebagai tempat berhaji dan meninggalkan Ka'bah. Sehingga jelaslah bahwa perbuatan Abrahah ini adalah upaya menghalangi manusia dari Allah سبحانه وتعالى.
Orang Arab sejak dahulu memang sudah memuliakan Ka'bah. Mereka menganggap Ka'bah sebagai bangunan suci peninggalan Nabi Ibrahim عليه السلام. Meskipun, terkadang mereka keliru dalam memuliakannya. Tatkala perbuatan Abrahah membuat tandingan Ka'bah sampai kepada orang-orang Arab, mereka pun sangat marah. Bangkitlah seorang laki-laki dari kalangan Bani Kinanah menuju bangunan tersebut.
Ketika ia lihat tidak ada orang di sekitar bangunan tersebut, ia pun melumurinya dengan kotoran manusia. Tatkala Abrahah mengetahui perbuatan itu dilakukan oleh salah seorang penduduk kabilah Arab, dia pun sangat marah. Bahkan ia bersumpah akan menyerang dan menghancurkan Ka'bah.
Daerah Yaman waktu itu termasuk bagian dari kerajaan Habasyah. Maka, Abrahah menceritakan kejadian ini kepada Raja Habasyah yang bergelar An-Najasyi. Dia sekaligus meminta bantuannya untuk mewujudkan keinginannya tersebut. Maka dikirimlah pasukan gajah yang sangat besar dan kuat, dalam sebuah riwayat disebutkan ada delapan atau dua belas gajah. Di antara pasukan gajah itu ada seekor gajah yang sangat besar dan kuat.
Inilah gajah milik Raja Najasyi yang bernama Mahmud dan secara fisik tidak ada tandingannya. Maka berangkatlah Abrahah dengan bala tentaranya yang sangat banyak menuju ke kota Makkah. Ka'bah hendak dihancurkan dengan cara diikat pondasi-pondasinya dengan rantai lalu dikaitkan pada leher gajah-gajah tersebut. Kemudian setelah terikat dengan kuat ditariklah Ka'bah hingga roboh dengan bangunannya. Inilah rencana jahat pasukan gajah tersebut terhadap Ka'bah.
Mendengar rencana penyerangan tersebut, orang-orang Arab merasa terpanggil untuk melindungi Ka'bah dan melawan pasukan gajah tersebut. Namun karena pasukan Abrahah begitu banyak dan kuat, maka mereka tidak berdaya melawannya. Penduduk Makkah dan sekitarnya lari menyelamatkan diri dari serangan pasukan gajah. Ada pula sebagian dari mereka yang menjadi tawanan dan dirampas harta bendanya. Termasuk yang dirampas adalah dua ratus unta milik Abdul Muththalib, kakek Nabi ﷺ.
Sebelumnya Abrahah mengutus Hanathah Al-Himyari untuk menemui pemuka-pemuka Quraisy yang paling terpandang kedudukannya. Dia menyampaikan maksud kedatangan pasukan Abrahah semata-mata untuk menghancurkan Ka'bah. Tidak ada niatan untuk memerangi penduduk Makkah dan sekitarnya. Sesampainya di Makkah, ia pun dibawa menghadap Abdul Muththalib untuk menjelaskan maksud kedatangan pasukan tersebut.
Abdul Muthalib pun berkata kepada utusan tersebut, “Demi Allah kami tidak punya niatan untuk memeranginya (Abrahah) dan kami tidak punya kekuatan untuk melakukannya. Sesungguhnya Ka'bah adalah rumah Allah dan rumah Ibrahim kekasih-Nya. Jika Allah melindunginya, maka karena itu adalah rumah-Nya dan kehormatan-Nya. Namun jika Allah membiarkannya, maka kami tidak punya daya upaya untuk melindunginya.”
Hanathah berkata, “Kalau begitu pergilah bersamaku menghadap Abrahah." Ketika Abdul Muththalib bertemu Abrahah, ia justru meminta dua ratus ekor unta yang telah dirampas. Hal ini membuat Abrahah merasa heran, kenapa ia memikirkan dua ratus ekor unta miliknya yang telah dirampas. Sementara Ka'bah yang menjadi bagian dari agamanya serta agama nenek moyangnya dan terancam akan dihancurkan justru tidak dibicarakan.
Namun dengan tenangnya, Abdul Muththalib menyatakan, “Aku adalah pemilik unta, adapun Ka'bah akan dilindungi Pemiliknya.” Setelah pertemuan itu, Abdul Muththalib kembali kepada orang-orang Quraisy dan menceritakan pertemuannya dengan Abrahah. Dia memerintahkan supaya mereka keluar dari kota Makkah dan berlindung di puncak-puncak gunung agar selamat dari amukan pasukan tersebut.
Keesokan harinya, terjadi peristiwa aneh yang menunjukkan tanda-tanda kebesaran Allah سبحانه وتعالى. Ketika sampai di sebuah tempat yang bernama Mughammas, tiba-tiba Mahmud sang gajah besar menderum dan enggan melanjutkan perjalanan. Setiap kali di hadapkan ke arah Ka'bah, ia selalu menderum dan tidak mau bangkit. Namun jika dihadapkan ke arah Yaman, Syam, timur, dan arah selain Ka'bah yang lainnya, ia pun segera bangkit dan melanjutkan perjalanan.
Maka di saat itulah, Allah mengirim burung dengan jumlah yang sangat banyak dari arah laut. Masing-masing burung itu membawa tiga batu, yaitu dua batu dicengkram dengan kakinya dan sebuah batu dibawa dengan paruhnya. Tatkala burung-burung tersebut telah mengepung Abrahah dan bala tentaranya, burung-burung itu pun segera menghujamkan bebatuan itu ke arah mereka. Sungguh mengerikan, tidaklah satu pun di antara mereka yang terkena batu tersebut melainkan pasti binasa.
Namun tidak seluruh pasukan terkena lemparan batu tersebut. Sebagian dari mereka lari tunggang langgang untuk menyelamatkan diri. Adapun Abrahah bisa menyelamatkan diri sampai ke Yaman. Kemudian Allah سبحانه وتعالى menimpakan penyakit pada jasadnya yang membuat jari-jemarinya terputus. Kondisi Abrahah sangat mengenaskan setibanya di kota Shan'a, ia bagaikan burung yang baru saja menetas dari telurnya.
Akhirnya dia tewas dalam keadaan terbelah dadanya. Atha' bin Yasar رحمه الله berkata, “Tidak semua personel pasukan itu binasa dengan seketika. Ada di antara mereka yang langsung tewas dengan cepat, ada pula di antara mereka yang anggota tubuhnya saling berjatuhan satu per satu, merekalah orang-orang yang berhasil melarikan diri. Abrahah termasuk orang yang berjatuhan anggota badannya hingga tewas di negeri Khats'am." Demikianlah nasib tragis yang dialami orang-orang yang berniat buruk terhadap Ka'bah.
Saat terjadi upaya penyerangan terhadap Ka'bah tersebut, mayoritas kaum Quraisy yang tinggal di sekeliling Ka'bah adalah para penyembah berhala. Sementara itu, pasukan yang hendak menghancurkan Ka'bah tersebut adalah kaum Nasrani. Agama kaum Nasrani saat itu lebih baik daripada agama orang-orang musyrik yang menyembah berhala. Hal ini menunjukkan perlindungan Allah terhadap Ka'bah bukan karena keberadaan orang-orang musyrik di sekitar Ka'bah.
Namun dalam melindungi Ka'bah itu sendiri yang merupakan Baitullah. Selain itu, ini sebagai mukadimah titik awal dilahirkannya manusia yang paling mulia, Nabi Muhammad ﷺ. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas رضي الله عنه bahwa ia berkata, “Nabi ﷺ dilahirkan pada tahun gajah." [H.R. Al-Hakim dan Asy-Syaikh Al-Albani menghasankannya dalam Silsilah Ash-Shahihah nomor 3152].
Oleh sebab itu, Nabi ﷺ bersabda yang artinya, “Allah telah memberikan tujuh keutamaan kepada kaum Quraisy, Allah beri keutamaan kepada mereka dengan menjadikan mereka menyembah Allah selama sepuluh tahun, tidak ada yang menyembah Allah pada kurun waktu tersebut kecuali orang-orang Quraisy. Allah mengutamakan mereka dengan pertolongan-Nya pada peristiwa pasukan gajah padahal saat itu mereka adalah orang-orang musyrik.
Allah utamakan mereka dengan turunnya sebuah surat Al-Qur'an tentang mereka dan tidak masuk seorang pun di alam semesta dalam surat tersebut (yaitu surat Al Fill). Allah mengutamakan mereka dengan turunnya kenabian di tengah-tengah mereka, khilafah, hijabah, dan siqayah." (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami' nomor 4208).
Hijabah yang dimaksud dalam hadits ini adalah pengabdian dan penjagaan terhadap Ka'bah. Pertama kali yang melakukannya adalah Bani Abdi Ad-Dar kemudian diambil alih oleh Bani Syaibah dengan persetujuan Nabi ﷺ. Adapun Siqayah dalam hadits tersebut maksudnya adalah sebuah tempat yang dijadikan sebagai pusat minuman pada musim haji. Mereka membeli kismis untuk dibuat minuman anggur dengan air zam-zam lalu diberikan kepada orang-orang yang berhaji.
Dahulu yang mengurusi hal ini adalah Al-Abbas di masa jahiliyah dan setelah datangnya Islam. Kemudian Nabi ﷺ menetapkan bahwa tugas tersebut bagi keluarga Al-Abbas untuk selama-lamanya. Kota Makkah yang menjadi tempat keberadaan Ka'bah sungguh mempunyai banyak keistimewaan dan menjadi negeri yang paling dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Peristiwa gajah ini sekaligus menjadi bukti kebenaran firman Allah سبحانه وتعالى:
وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
“Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih." [Q.S. Al-Hajj: 25]
Mujahid رحمه الله berkata tatkala menafsirkan ayat ini, “Yaitu melakukan segala perbuatan buruk di tanah haram." Allah سبحانه وتعالى mengancam siapa saja yang mempunyai keinginan jahat di tanah haram. Lalu bagaimana kiranya dengan pasukan gajah yang hendak menghalangi manusia untuk menunaikan ibadah haji di Ka'bah dan bahkan berambisi untuk menghancur Ka'bah.
Hal ini juga mengingatkan kita kepada sabda Nabi ﷺ dalam sebuah hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim bahwa ada sekelompok pasukan yang akan menyerang Ka'bah, namun ketika mereka sampai di tanah lapang yang gersang mereka ditenggelamkan dari yang paling depan sampai yang paling belakang. 'Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mereka ditenggelamkan dari yang paling muka sampai yang paling belakang, padahal di antara mereka ada orang pasar dan ada pula orang yang bukan dari golongan mereka ?”
Beliau ﷺ menjawab, “Mereka ditenggelamkan dari yang paling muka sampai yang paling belakang, kemudian mereka akan dibangkitkan sesuai niatnya masing-masing.” Sungguh ini semua menjadi bukti pemuliaan dan penjagaan Allah سبحانه وتعالى terhadap tanah Haram dan Ka'bah sebagai Baitullah. الله أعلم.
Sumber || Majalah Qudwah Edisi 015 || @majalah_qudwah
KOMENTAR