Kisah Al Imam Al Baaji yang semangat thalabul ilmi.
(118 )
Al Imam Al Baaji : Semangat Thalabul Ilmi Tiada Henti
Bathalyous (Badajos) ; sebuah kota yang didirikan oleh Abdurrahman bin Marwan. Letaknya di bagian barat daya Spanyol.
Beja ; bagian dari Portugal untuk saat ini. 140 km tenggara dari Lisbon.
Cordoba ; induk dan ibukota kerajaan Islam Andalusia.
Almeria ; provinsi paling selatan negara Spanyol. Berada di tepi Laut Mediterania.
4 kota di atas erat terikat dalam biografi Al Imam Al Baaji.
Bernama lengkap ; Sulaiman bin Khalaf bin Sa'ad bin Ayyub bin Warits, Al Baaji adalah ulama fikih terkemuka di mazhab Maliki.
Kakek jauhnya berasal dari kabilah Tujib, anak suku bangsa Kindah yang mendiami bagian tengah jazirah Arab. Ketika menaklukan dataran Andalusia, orang-orang Tujib turut serta dalam pasukan Islam, sampai akhirnya menetap di sana.
Abul Walid Al Baaji lahir di Badajos. Bersama klan nya, beliau ikut bermigrasi ke Beja sampai berusia 23 tahun. Dari sana, keluarga itu berpindah lagi ke Cordoba.
Abul Walid Al Baaji wafat di Almeria tahun 474 H setelah menghabiskan umur untuk belajar dan mengajar. Rahimahullah.
Adz Dzahabi (Siyar A'lam 18/535) mencatat banyak hal tentang Al Baaji.
" ... pakar bermacam bidang ilmu, pejabat Qadhi...pemilik banyak karya-karya tulis...", sebut Adz Dzahabi.
Ada beberapa hal menarik pada diri Al Baaji :
1. Semangat thalabul ilmi sejak dini.
Didukung oleh lingkungan keluarga besar yang dikenal keilmuannya, Al Baaji sejak kecil telah terdidik dan terbentuk dengan kesalehan. Ayah ibunya tipe orang tua berilmu dan penuh perhatian.
Pusat-pusat ilmu di Andalusia beliau datangi. Di Cordoba, Tortosa, Toledo, Zaragoza, dan Huesca, dan madrasah-madrasah lainnya.
Menginjak usia 23 tahun, di kala terjadi kekacauan politik dan intrik kekuasaan, Al Baaji lebih memilih untuk rihlah thalabul ilmi.
Menempuh ribuan kilometer, mengarungi lautan, menembus gunung, dan melewati hamparan padang pasir, Al Baaji tekadkan niat untuk thalabul ilmi.
Ke Mekkah, ke Baghdad, ke Damaskus, ke Maushil, lalu ke Mesir.
Setelah 13 tahun merantau dalam thalabul ilmi, sesudah menguasai banyak bidang ilmu, rasa rindu ke kampung halaman dan beban kangen ke keluarga, mendorong Al Baaji untuk pulang ke Andalusia.
Adz Dzahabi menyatakan, " Setelah 13 tahun, beliau pulang ke Andalusia membawa banyak ilmu. Beliau peroleh itu semua dengan kefakiran dan merasa cukup dengan yang sedikit"
2. Al Baaji adalah tipe pekerja keras, mandiri, tidak mau merepotkan orang lain, dan pantang menyerah.
Semasa rihlah (perantauan thalabul ilmi), untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keperluan belajar, tercatatlah Al Baaji yang rela bekerja ; sebagai penjaga malam dan mendendangkan syair. Lampu pelita di lokasinya bekerja digunakan untuk menulis dan merapikan catatan.
Karakter tersebut tetap beliau jaga setelah kembali ke Andalusia.
Al Baaji adalah seorang pandai emas. Oleh sebab itu, beliau digelari Adz Dzahabi (pandai emas).
Al Qadhi Iyadh menyebutkan bahwa ketika mengajar, murid-muridnya masih bisa melihat bekas-bekas palu di telapak tangannya.
Selain itu, Al Baaji menjual jasa pembuatan dokumen-dokumen.
Al Baaji, menurut Qadhi Iyadh, meninggalkan harta warisan berlimpah ketika meninggal dunia.
3. Al Baaji adalah penulis produktif. Di tengah kesibukan dan aktivitas yang padat, Al Baaji tetap rajin menulis.
Paling tidak ada 34 judul kitab yang tercatat beliau tulis dengan Al Ma'ani Syarah Muwattha' Imam Malik sebagai karya terbesar sebanyak 20 jilid.
Terbayanglah profil Al Baaji ; sosok ulama, kaya raya atas hasil jerih payah mandiri, dipercaya sebagai Qadhi beberapa negeri dan dihormati kalangan istana, aktif berdakwah, senang beribadah, dan produktif berkarya dalam ujud tulisan.
Ash Shadafi ( Ibn Basykawal 1/202 ) memuji Al Baaji , " Tidak pernah aku menyaksikan seorang ulama sehebat beliau "
Namun itu semua, Al Baaji menggapainya dengan perjuangan, pengorbanan, dan dedikasi tinggi.
Tidak ada kesuksesan tanpa dedikasi! Mana ada bahagia itu didapat dengan berleha-leha?!
Musholla Al Ilmu, 24 Syawwal 1443 H/25 Mei 2022
t.me/anakmudadansalaf
KOMENTAR