Tentang kisah perjuangan Hajar, istri harus taat kepada suami.
(110)
Istri Salehah di Tarikh Makkah
Jarak tempuh dari atas bukit Shafa ke atas bukit Marwah kurang lebih 450 m. Jika tujuh putaran, maka 3 km lebih Sa'i dilakukan.
Berjalan di tengah padatnya arus manusia namun dituntut khusyuk dan tenang. Sambil membayangkan betapa berat perjuangan Ibunda Hajar.
Berdua, dengan anaknya yang masih bayi. Sepi sunyi tiada manusia. Bekal makanan dan minuman habis. Bagaimana seorang ibu berpikir dan berusaha ekstra luar biasa agar anaknya tetap tercukupi.
Dulu pasti panas terik, tak seperti sekarang yang terteduhi bangunan dengan fasilitas alat pendingin. Di sepanjang lintasan, kran-kran air zam-zam tersedia.
Dulu, permukaan dataran sampai naik ke kedua bukit tentu berbatu tajam dan berkerikil lancip. Tak semulus dan sehalus sekarang yang berlantaikan marmer kualitas terbaik.
Ibadah Sa'i mengingatkan kita tentang sosok istri tangguh dan pribadi ibu yang luar biasa!
As Syinqithi ( Adhwaul Bayan 4/481 ) : "...Supaya sadar bahwa kebutuhan dan ketergantungan mereka kepada dzat yang maha mencipta dan maha mengatur rejeki, sama halnya dengan kebutuhan dan ketergantungan wanita tersebut (Hajar) di waktu yang sangat sulit itu "
Ibnu Daqiqil Ied ( Al Ihkam hal.316 ) : " Contohnya ; sa'i antara Shafa dan Marwah. Jika saat melakukan dan kita mengingat-ingat bahwa sebabnya adalah kisah Hajar dan putranya, nabi Ibrahim al Khalil yang meninggalkan mereka berdua tanpa orang lain di tempat yang sunyi serta terputus dari sebab-sebab kehidupan...."
Iya! Ibadah Sa'i jangan dilewatkan begitu saja tanpa penghayatan. Ada makna-makna yang mesti digali. Lalu, coba aplikasikan dalam hidup.
Ingatlah Ibunda Hajar ketika sedang ber-Sa'i.
_____
Wahai istri, sejak dinyatakan sah dalam proses ijab kabul, mulai saat itulah, engkau menjadi "milik" suamimu. Ketaatanmu berikan untuknya! Selama bukan maksiat.
Taat suami bukan saja di saat lapang, ketika susah pun taatilah! Tersenyum buat suami tidak hanya di waktu bahagia, saat ia bersedih hibur-hiburlah dirinya!
Sadarilah, wahai Istri, rumah tangga itu dimulai dari nol. Dari garis start, memang tidak punya apa-apa. Daripada menuntut ini dan itu, tidakkah seharusnya engkau mensupport suami untuk terus melangkah maju?
Engkau mungkin mencuci masih dengan tangan, engkau harus memasak bukan membeli matang, engkau belum memiliki perabot lengkap, dan engkau, wahai Istri, yang belum mampu membeli kendaraan.
Sabarlah! Berjuanglah bersama-sama bukan engkau bebankan di pundak suamimu saja. Berjuang bersama tidak berarti engkau harus turut bekerja. Kalaupun bisa, kenapa tidak? Jika tak bisa, berjuanglah dengan tiada henti mendoakan suamimu dan semangat-semangatilah ia!
Hari ini engkau belum memiliki rumah. Kontrak sana-kontrak sini. Sewa kesana dan kemari. Jangan ngambek! Jangan merajuk! Jangan banding-bandingkan dengan lain orang!
Ikuti saja suamimu! Panas atau dinginnya cuaca jangan jadikan alasan. Ramai sunyinya lokasi bukan dalih. Jauh dekatnya dengan keluarga, itu sebuah keniscayaan. Tak bisa dihindarkan.
Ingatlah, bahwa istri bukan hanya separuh jiwa suami. Suami istri telah menyatu. Tertambat hati, terpaut sayang. Sakit sama mengaduh, luka sama mengeluh. Terlentang sama makan abu, tengkurap sama makan tanah.
Jangan biarkan ia sendiri! Temani, iringi, dan berdirilah di sampingnya.
Ibunda Hajar memang hebat dan luar biasa! Cobalah baca ulang kisahnya.
Prinsip beliau ;
Ø¥ِØ°َÙ†ْ Ù„َا ÙŠُضَÙŠِّعُÙ†َا
" Jika demikian adanya, Allah tidak akan mungkin sia-siakan kami " (HR Bukhari 3364 )
Benar! Apalagi suamimu pejuang dakwah. Terlebih ia orang baik.
Walaupun kurang harta, meskipun ia tak pandai berkata-kata bak pujangga, kendatipun ia tak bisa seromantis yang engkau sangka, yakinlah bahwa Allah tidak akan sia-siakan hamba-Nya yang bertakwa.
Semoga sempit sulitnya kehidupan di dunia, Allah gantikannya dengan senang damainya di surga. Semoga rumah tangga kita selalu sakinah, mawaddah, dan penuh rahmah.
Makkah, 15 Ramadhan 1443 H/ 16 April 2022
t.me/anakmudadansalaf
KOMENTAR