Nasihat Ustadz Mukhtar Untuk Pemuda Agar Semangat Menulis
Menulis Sejak Muda
Berdakwah melalui tulisan sudah dikenalkan oleh Nabi Muhammad ï·º. Hal tersebut ditunjukkan dengan surat-surat yang dibuat dan dikirimkan kepada para penguasa dunia saat itu, seperti raja Persia, kaisar Roma, raja Mesir, dan lain-lain. Melalui surat, Nabi Muhammad ï·º mengajak mereka masuk Islam.
Terlepas dari sejarah pro kontra penulisan selain Al Quran, di sini kita ingin melihat secara spesifik mengenai menulis sebagai sarana mendakwahkan Islam.
Tradisi ulama yang akhirnya berkembang dan terus dipertahankan adalah menulis sejak muda.
Contohnya adalah Imam Bukhari!
Beliau berkisah, “Menginjak usia 18 tahun, saya mulai menulis sejarah dan perkataan para sahabat dan tabi'in. Saat itu adalah hari-hari berguru kepada Ubaidullah bin Musa. Di waktu itu juga, saya menulis kitab Tarikh di dekat makam Nabi ; di malam-malam bertaburan cahaya bulan” (Thabaqat as Syafi'iyyah, as Subki, 1/216)
Minimal ada 4 pesan yang bisa kita tangkap dari kisah Imam Bukhari di atas ;
1. Semangat menulis kaum ulama sejak muda. Tidak harus menunggu tua. Apalagi jika tidak ada niatan untuk menulis! Seharusnya, minat dan bakat menulis sudah dicari, digali, dan dikembangkan sejak usia dini. Ini aspek waktu!
2. Cinta ulama terhadap ilmu Salaf hingga mereka menuliskannya untuk tersampaikan dan terpelihara. Ini aspek obyek! Obyek menulis seharusnya ilmu yang bermanfaat. Bukan cerita fiktif, kisah khayalan,atau buku karangan mengada-ada. Faktanya? Banyak muncul penulis-penulis muda, akan tetapi karya mereka hanya fiktif belaka. Nah, realita ini harus diimbangi bahkan dilawan dengan penulis-penulis muda Salafy.
3. Di usia muda, para ulama memanfaatkan bimbingan guru-gurunya untuk berkarya tulis. Mereka menulis bukannya tanpa pengarah. Bukannya tanpa pembimbing. Semasih ada guru yang membimbing, mereka semangat menulis. Ini aspek subyek penulis!
4. Sarana dan fasilitas bukan faktor penentu. Buktinya? Imam Bukhari menulis memanfaatkan cahaya bulan. Jangan beralasan dengan fasilitas yang terbatas! Jangan berlindung di balik dinding bernama minimnya sarana! Ada kertas, ada pena, jadilah tulisan! Ini aspek mental!
Kemudian, ulama-ulama yang dikenal sebagai penulis-penulis besar, mereka memang sudah produktif sejak usia muda.
Ada banyak ulama yang dalam biografinya menyandang predikat “ Penyusun karya-karya tulis”, antara lain ;
1. Muhammad bin Jarir ath Thabari. Beliau adalah penulis produktif yang karya-karyanya menghiasi pustaka Islam. Adz Dzahabi (Siyar A'lam 14/267) menyebut beliau sebagai, "Penulis karya-karya monumental".
2. Ibnu Abdil Barr. Beliau dipuji oleh Adz Dzahabi dengan pernyataan, " Ibnu Abdil Barr adalah penulis banyak kitab yang sangat berkualitas" (Siyar A'lam 18/153)
3. Al Khatib Al Baghdadi. Karya-karya beliau di disiplin ilmu hadis sangat banyak. Ibnu Katsir (Al Bidayah 12/108) mengatakan, " Abu Bakar Al Khatib. Seorang huffaz hadits yang tersohor. Penulis kitab Tarikh Baghdad dan banyak karya-karya tulis lainnya"
Selain beliau bertiga -yang untuk contoh saja-, masih banyak yang kita kenal sebagai penulis-penulis hebat. Seperti An Nawawi, Ibnu Hajar Al Asqalani, Ibnul Qayyim, Ibnu Taimiyah, dan lain-lain.
Untuk zaman ini, jangan lewatkan nama Syaikh Hafiz Al Hakami!
Semasih usia 19 tahun, atas arahan gurunya, beliau menulis bait-bait syair tentang Tauhid dan diberi tajuk "Sullamul Wushul ila Ilmil Ushul".
Setelahnya, Hafiz Al Hakami terus produktif menulis.
Di sini, kita tidak sedang berbicara tentang biografi ulama. Kita hanya sebatas menjelaskan bahwa tradisi para ulama adalah menulis sejak muda.
Keharusan berniat ikhlas, mutu tulisan, materi yang ditulis, sistem penulisan, dan lain sebagainya, bukan diungkapkan di sini.
Di sini, sekadar mengingatkan bahwa boleh jadi satu tulisan singkat menjadi sebab seseorang memperoleh hidayah. Maka, jangan ragu menulis dan jangan rendah diri!
(dicopypaste dari tulisan 02 November 2021)
Cirebon, 28 Rajab 1443 H/28 Februari 2022
t.me/anakmudadansalaf
KOMENTAR