Esensi thalabul ilmi adalah mengamalkan. Bukan banyak-banyakan. Bukan pula hitung-hitungan jumlah.
( 94 )
Walau Satu Hadis
Esensi thalabul ilmi adalah mengamalkan. Bukan banyak-banyakan. Bukan pula hitung-hitungan jumlah. Bukan juga sebagai koleksi pajangan.
Oleh sebabnya, untuk satu hadis pun, ulama Salaf rela berpuluh-puluh hari menempuh perjalanan.
Jabir bin Abdillah, sahabat Nabi, mengeluarkan biaya membeli seekor unta tunggangan. Persiapan-persiapan dilakukan.
Sebulan lamanya perjalanan , Jabir tiba di negeri Syam. Menemui Abdullah bin Unais, sahabat Nabi yang lain, Jabir hendak mendengarkan sebuah hadis dari Rasulullah ï·º yang pernah beliau dengar.
Demikianlah semangat Salaf untuk thalabul ilmi!
Walaupun satu hadis. Meskipun demi beberapa kalimat. Bagi mereka bukanlah persoalan. Sebab, substansi thalabul ilmi adalah mengamalkannya.
Seorang tabi'in, Zirr bin Hubaisy, datang menemui sahabat Nabi bernama Shafwan bin Assal al Muradi. Tujuannya menanyakan hadis tentang mengusap dua khuff saat bersuci.
Zirr tidak hanya memperoleh jawaban, bahkan Shafwan melecut semangatnya untuk thalabul ilmi.
" Apa sebabnya engkau datang kemari, wahai Zirr? ", tanya Shafwan.
Zirr menjawab, " Mencari ilmu".
Shafwan lantas menyampaikan bahwa :
إنَّ الملائكةَ لتضعُ أجنØَتَها لطالبِ العلمِ ، رضًا يما يطلبُ
" Sungguh! Para malaikat meletakkan sayap mereka untuk para pencari ilmu. Karena meridhai apa yang mereka cari "
Dihasankan al Albani dalam Sahih Tirmidzi 3535.
Sungguh mulia engkau, wahai pencari ilmu agama. Bukan pencari ilmu dunia. Malaikat turut pula memuliakan.
Walau terkadang, bahkan seringkali, terlena oleh buaian dunia, namun pertahankanlah nyala api thalabul ilmi agar tidak redup. Apalagi padam.
Bermohonlah kepada Allah Ta'ala dalam rangkaian doa, agar cinta thalabul ilmi tidak dicabut dari diri kita. Sungguh, Allah maha penyayang.
* * *
Masjid Agung Istiqamah, Tanjung Selor. Walau terasa sesaat, tenang dan damainya majlis ilmu hadir nyata.
Dakwah Salaf telah menyentuh titik-titik di sepanjang garis tepi timur pulau Kalimantan.
Mulai dari Banjarbaru yang masuk Kalimantan Selatan, naik hingga ke Balikpapan. Penajam di seberangnya, calon ibukota baru, terus ke atas hingga Samarinda, Bontang, dan Sanggata.
Terus naik utara di Berau, Tanjung Selor, Malinau, bahkan pulau Sebatik di perbatasan Indonesia-Malaysia.
Dakwah Salaf - Alhamdulillah- telah menjangkau pedalaman. Di perusahaan-perusahaan tambang, Dakwah Salaf bukan lagi satu hal asing.
Semuanya semata-mata karunia Allah Ta'ala.
Tanjung Selor. Dari Tarakan, menggunakan speed boat 200 pk, harus ditempuh kurang lebih 1,5 jam. Melintasi laut dan menelusuri sungai bercabang-cabang.
Musholla kecil di Tanjung Selor. Meski terhitung rintisan, semangat thalabul ilmi telah dihidupkan.
Di Musholla bermaterialkan papan-papan kayu Bangkerai dan Meranti sebagai lantai dan dindingnya, setiap sepekan sekali selepas Isya, thalabul ilmi diselenggarakan.
" Biasanya memutar rekaman kajian untuk kita dengar bersama-sama", kata mereka.
Subhanallah! Belum adanya ustadz yang menetap bukanlah penghalang. Sebab, esensinya adalah mengamalkan.
Dengan rekaman-rekaman kajian yang diputar ulang dengan sistem pause dan play, thalabul ilmi tetap diikhtiarkan.
Hmm, hanya bisa membayangkan. Sebuah alat audio diletakkan lalu dikelilingi sejumlah orang yang tenang mendengarkan.
Bersabarlah, saudaraku. Rencana-rencana masa depan itu tetap lanjutkan.
Walau selangkah-selangkah, bagaimana pun jauhnya akan juga tiba. Meski sedikit demi sedikit, jika kontinyu, akhirnya akan banyak juga.
Terpenting ; jangan berhenti melangkah walaupun telah lelah.
Justru saat merasa lelah, semakinlah berpacu waktu agar secepatnya tiba di tujuan. Di sanalah, silahkan beristirahat.
24 Desember 2021
t.me/anakmudadansalaf
KOMENTAR