Renungan untuk semangat menuntut ilmu.
Bertahan Bagai Ikan
Ibukota Jakarta dan kota-kota penyangga yang sebelah bersebelah sungguh terasa berbeda. Suasana dan nuansa nya punya berlain warna.
Jarak kilometernya bukan rumus tentang cepat atau lambat. Ruang sela antar wilayah tidak menunjukkan lama waktu dan tempo geraknya.
Ada banyak variabel di sana. Kemacetan yang selalu tak terduga. Kepadatan yang terus berubah irama. Juga mengenai penguasaan medan dan jalan-jalan penghubung. Genap sudah!
Ini Jakarta!
Ada banyak residu waktu. Ada pula sedimentasi kesempatan yang terbuang. Mulai dari hulu hingga menuju hilir. Ada muara kehidupan yang terpinggirkan.
Pantaslah jika kulturnya khas. Persaingan keras, gesekan yang seolah terbiasakan, egoisme, dan bujuk rayu dunia yang selalu menjanjipalsukan kepuasan. Hedonistik ; saat kesenangan materi menjadi tujuan utama, bahkan satu-satunya.
Namun, di celah sempitnya hingar bingar ibukota. Di sudut yang terimpit. Ada sabana kehidupan. Ada telaga-telaga kecil yang memancarkan kedamaian.
Majlis ilmu tersebar dan diselenggarakan oleh Ahlus Sunnah. Semangat thalabul ilmi ibarat api yang menolak padam. Kajian-kajian berlandaskan manhaj Salaf menjadi telaga untuk ikan-ikan.
Ibnul Qayyim ( Miftah Daris Sa'adah 1/362 ) menegaskan hakikat kebahagiaan, yaitu ilmu yang bermanfaat. Ilmu agama yang selalu menemani di berbagai keadaan. Ilmu agama adalah teman setia dalam perjalanan.
Lalu kenapa banyak orang tak tergerak mencari ilmu agama?
Ibnul Qayyim menerangkan, " Sebab, ilmu agama tak mungkin diperoleh melainkan harus melewati jembatan kelelahan"
Dunia dan mengejarnya sangatlah melelahkan. Jika pun tercapai, tidak bisa membayarkan lelah.
Menuntut ilmu agama pun melelahkan. Bedanya, lelah itu akan terlunaskan dengan kedamaian yang kekal.
Menurut Ibnul Qayyim, hati tidak mungkin lepas dari 2 jenis penyakit, yakni syahwat dan syubhat. Terkadang kombinasi keduanya. Semuanya diakibatkan kejahilan.
و دواؤها العلم
" Hanya satu obatnya ; ilmu agama", terang Ibnul Qayyim.
Kesenangan syahwat dan kepuasan bersyubhat, adalah tantangan berat di perkotaan. Walau di manapun demikian, termasuk yang di desa.
Hidup di tengah-tengahnya ibarat ikan yang terlepas dan terpisahkan dari air. Agar tetap bertahan hidup, ia harus berjuang untuk menemukan air.
وبالجملة فالعلم للقلب مثل الماء للسمك
" Kesimpulannya ; ilmu agama dan hati ibarat air dan ikan " , kata Ibnul Qayyim ( Miftah Daris Sa'adah 1/111 )
Jika tidak menghadiri majlis-majlis ilmu agama, akhirnya akan mati walau perlahan-lahan. Bukan mati orangnya, namun hatinya yang akan mati.
Persis ikan yang terpisahkan dari air. Seberapa lama akan bertahan, ujungnya pun mati juga.
Alhamdulillah semarak kajian-kajian ilmu meniupkan harum semerbak.
Salut dan apresiasi buat saudara-saudara semanhaj yang berjuang untuk membuat telaga-telaga ilmu. Teriring doa dan terpanjatkan harapan ; semoga kita semua tetap istiqamah di atas Sunnah, di atas cinta kepada majlis ilmu, di atas Islam.
Jakarta, 19 Desember 2021
t.me/anakmudadansalaf
Aamiin aamiin aamiin
BalasHapus