Hendaknya Kita Berkata atas dasar ilmu dan tak malu bila mengatakan aku tidak tahu.
BERUCAP DENGAN ILMU
Di masa ini, banyak kita temui orang-orang yang sok intelek. Senang berbicara dan didengarkan. Seakan-akan dia tahu semuanya. Apabila pendapatnya dibenarkan atau bahkan disanjung-sanjung, senangnya bukan main. Bangga dengan buah pikirannya tersebut. Lebih parah dan sangat berbahaya, ketika orang-orang ini sudah berbicara tentang agama.
Bahaya, karena biasanya pendapatnya hanya berdasarkan akalnya semata. Atau dengan ayat dan hadits tapi dipahami semaunya tanpa melihat penjelasan para ulama. Bisa juga pendapatnya itu adalah buah dari taklid buta terhadap seseorang yang dia tokohkan. Akhirnya mereka berfatwa tanpa ilmu. Berbicara atas nama Allah tanpa ilmu.
Padahal kalau kita Iihat tuntunan para salafus shalih, mereka adalah orang yang sangat berhati-hati dalam masalah ini. Tak jarang mereka saling mengarahkan kepada ulama lain untuk menjawab sebuah pertanyaan. Itu semua karena sikap wara' (hati-hati) yang mereka miliki.
Bahkan banyak kita dapati, dengan tegas dan tanpa malu mereka mengatakan 'saya tidak tahu' ketika ditanya tentang suatu permasalahan yang mereka tidak mengiImuinya. Tentu saja sikap seperti ini sangat perlu kita contoh. Berikut ini beberapa kisahnya.
ABDULLAH BIN UMAR رضي الله عنهما
Siapa yang meragukan keilmuan beliau. Bahkan para shahabat pun mengakuinya. Namun untuk permasalahan yang memang beliau belum mengetahuinya, tanpa ragu beliau mengatakan 'saya tidak tahu'. Ibnul Jauzi dalam Ta'zhimul Futya menyebutkan bahwa Khalid bin Aslam رØمه الله berkata, "Kami pernah keluar bersama Ibnu Umar رضي الله عنهما kemudian kami bertemu seorang Arab Badui.
Dia berkata, 'Engkau Ibnu Umar?' maka beliau menjawab, 'Ya.' Lalu dia berkata lagi, 'Apakah 'ammah (saudara perempuan ayah) berhak mendapat warisan?' Beliau menjawab, 'Saya tidak tahu. Carilah ulama di Madinah dan tanyalah kepada mereka.' Kemudian saat orang itu hendak pergi, dia mencium tangan Ibnu Umar رضي الله عنهما seraya berkata, 'Sebaik-baik ucapan ialah yang dikatakan Abu Abdirrahman (Ibnu Umar). Ditanya tentang sesuatu yang tidak diketahui lalu mengatakan saya tidak tahu.”
IMAM MALIK BIN ANAS رØمه الله
Beliau adalah seorang ulama yang sangat banyak mengatakan 'saya tidak tahu'. Namun hal ini bukanlah menunjukkan sedikitnya ilmu beliau. Justru inilah seorang ulama sejati yang sangat takut berkata tentang Allah tanpa iImu.
Al-Qadhi ''Iyadh dalam Tartibul Madarik menyebutkan bahwa Ibnu Mahdi رØمه الله mengatakan, "Seseorang bertanya kepada Malik tentang suatu permasalahan. Dia mengatakan bahwa dia diutus dari daerah sejauh enam bulan perjalanan. Namun Imam Malik رØمه الله berkata, 'Kabarkan kepada orang yang mengutusmu bahwa aku tidak mengetahui permasalahan itu.' Kemudian orang itu bertanya lagi, 'Lalu siapa yang mengetahuinya?' Imam Malik menjawab, 'Orang yang diberi ilmu oleh Allah.”
Al-Haitsam mengatakan, “Aku menyaksikan Malik ditanya sebanyak 48 masalah. Lalu dia mengatakan tidak tahu dalam 32 masalah.”
Khalid bin Khirrasy رØمه الله mengatakan, "Aku datang dari Irak untuk menemui Malik guna bertanya 40 masalah. Dan dia hanya menjawab 5 pertanyaan saja."
Ibnu Wahb berkata, “Seandainya ada seseorang yang menuliskan kata-kata 'saya tidak tahu' yang diucapkan Malik dalam sebuah lembaran, maka lembaran itu akan penuh sebelum Malik menjawab sebuah pertanyaan."
Bahkan Imam Malik رØمه الله pernah mengatakan, "Aku hanyalah manusia biasa yang terkadang salah terkadang benar. Maka periksalah pendapatku. Apabila sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah maka ambillah pendapat itu. Dan bila tidak sesuai dengan keduanya maka tinggalkanlah."
Sumber : Majalah Qudwah Edisi 13 | https://t.me/Majalah_Qudwah
KOMENTAR