“Ridha Allah pada ridha kedua orang tua dan murka Allah pada murka kedua orang tua."
AGUNGNYA IBADAH BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
وَعَنْ عَبْدِ الله بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنْ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: «رِضَا اللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ، وَسَخَطُ اللَّهُ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ» أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ، وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ
Dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Muhammad ﷺ, beliau bersabda,
“Ridha Allah pada ridha kedua orang tua dan murka Allah pada murka kedua orang tua.”
H.R. At-Tirmidzi [1899]. Ibnu Hibban dan al-Hakim menilai hadits ini shahih.
_____________________________________________
Hadits di atas membimbing agar anak perhatian dan memikirkan perasaan orang tuanya.
Imam Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah menerangkan,
“Hadits di atas memberikan dorongan untuk perhatian terhadap orang tua, berupaya membuat mereka ridha dan bahagia; dengan tutur kata yang santun, perbuatan yang baik, dan tingkah laku yang indah. Serta berusaha untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang membuat mereka marah, sebab membuat orang tua marah ialah perbuatan dosa.” (Syarah Kitab al-Jamiʼ, hlm. 62)
Syaikh al-Fauzan hafizhahullah berkata,
“Jika engkau ingin mendapatkan ridha Allah, maka buatlah orang tuamu bahagia.” (Tashil al-Ilmam, 6/186)
Dan ada beberapa pelajaran lain terkait hadits di atas yang perlu kita ketahui:
• Jika orang tua meminta anaknya agar melakukan perbuatan dosa, maka anak tidak boleh patuh. Meskipun mereka marah.
Allah ta‘ala berfirman,
وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,” (Q.S. Luqman: 15)
Rasulullah ﷺ bersabda,
لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
“Sama sekali tidak ada ketaatan (kepada makhluk) dalam perbuatan kemaksiatan, ketaatan itu dalam perkara kebaikan.” [H.R. Al-Bukhari (7527) dan Muslim (1840)]
Beliau ﷺ juga bersabda,
لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ
“Tidak boleh taat kepada makhluk dalam perkara maksiat kepada Allah.” [SHAHIH (Ash-Shahihah, 179) H.R. Ahmad (20653)]
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata,
“Jika orang tuamu memerintahkan untuk meninggalkan shalat, maka jangan patuhi! Jika ia memerintahmu untuk merokok atau membelikan rokok, maka jangan patuhi! Sebab itu maksiat. Menolak perintahnya dalam kondisi tersebut bukan termasuk kedurhakaan. Bahkan, seandainya engkau mematuhinya dalam perkara maksiat, maka itulah kedurhakaan! Kewajibanmu adalah mematuhi kedua orang tuamu dalam perbuatan yang bukan maksiat.” (Tashil al-Ilmam 6/186)
• Apabila orang tua menelantarkan anaknya, maka mereka tetap berhak untuk dipatuhi. Sebab orang tua dan anak memiliki kewajibannya masing-masing.¹
Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak dengan baik. Jika tidak dilakukan, maka orang tua berdosa. Namun, bukan berarti anak tidak wajib berbakti lagi karena tindakan orang tuanya tersebut.
Bahkan kewajiban berbakti tetap ada. Rasulullah ﷺ bersabda,
الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
“Orang yang benar-benar menyambung silaturahmi adalah yang silaturahminya diputus namun ia menyambungnya.” [H.R. Al-Bukhari (5991)]
Dan hubungan rahim terdekat ialah hubungan dengan orang tua.
¹ Lihat: Fath Dzil Jalali wal Ikram, 15/112.
• Apakah perintah orang tua untuk menikah dengan orang tertentu harus dipatuhi?
Dari kumpulan dalil yang ada dalam masalah ini. Para ulama yang tergabung dalam al-Lajnah ad-Da‘imah, yang saat itu diketuai oleh Imam Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz, memberikan penjelasan tentang masalah ini.
Berikut keterangan mereka,
“Permasalahan patuh kepada orang tua dalam perkara yang:
- mubah;
- atau dalam permasalahan menikah;
- atau perceraian;
maka kembali pada pertimbangan maslahat (untung) dan mudharat (ruginya), ditimbang mana yang terbaik.
▫️ Apabila kedua orang tua memerintah atau melarang anaknya yang terkait dengan hal-hal tersebut [untuk menikah atau untuk bercerai, —pent], namun maslahat lebih kuat jika tidak mematuhi mereka, maka tidak masalah jika anak menolaknya, tapi dengan kelembutan, dan tetap menjaga hubungan dengan baik. Hukum ini didasari dengan sabda Nabi Muhammad ﷺ,
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kalian lebih paham tentang urusan dunia kalian.” [H.R. Muslim, 2363].
Dan anak tidak teranggap durhaka.
▫️ Tetapi, jika maslahat lebih banyak dengan mematuhi keduanya [kalaupun anak kurang menyukai], maka jika ia mematuhi, niscaya akan ada kebaikan, berkah, bentuk bakti, dan wujud perbuatan baik kepada mereka.” (Al-Majmu‘ah al-Ula, 25/134)
Baca juga : Amalan-amalan Berbakti Kepada Orang Tua
✍ -- Hari Ahadi [Pembahasan hadits keempat | Kitab al-Jami' | Bab al-Birru wa ash-Shilah]
📡 https://t.me/nasehatetam
🖥 www.nasehatetam.net
KOMENTAR