Semua ada waktunya, ada saatnya, agar tidak jenuh.
Ada Waktunya Masing-Masing
Kemudian beliau melanjutkan,
وَإِنِّي أَتَخَوَّلُكُمْ بِالْمَوْعِظَةِ كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلُنَا بِهَا مَخَافَةَ السَّآمَةِ عَلَيْنَا
“Sungguh! Saya memberi jeda waktu kalian untuk mauizhah sebagaimana dahulu Rasulullah صلى الله عليه و سلم melakukannya. Sebab, beliau khawatir kami jenuh” (HR Bukhari Muslim)
Mauizhah adalah lebih dari sekadar nasehat. Mauizhah disampaikan sebagai nasehat yang ke arah lebih tegas dan keras. Misalkan mengingatkan tentang surga dan neraka, juga pahala dan dosa. Dalam hal ini, mauizhah berbeda dengan thalabul ilmi yang dianjurkan untuk setiap waktu dan setiap hari.
Hal ini menggambarkan kasih dan cinta Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم kepada ummat. Beliau tidak ingin memberatkan. Beliau selalu memperhatikan kondisi dan situasi, termasuk faktor kejenuhan. Padahal, di hadapan beliau adalah generasi terbaik. Sahabat-sahabat yang penuh semangat. Namun, manusia tetaplah manusia. Kadang jenuh, kadang bosan.
Selama dalam koridor syar'i, hidup dapat dilalui dengan kegiatan yang variatif. Tidak monoton. Tidak begitu-begitu saja. Jika jenuh datang, cobalah beralih ke kegiatan lain. Bila bosan menyapa, kenapa enggan untuk berganti ke lain aktifitas?
Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم bersabda,
إنّ لكلِّ عَمَلٍ شِرَّةً وَلكُل شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فمن كان فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتي فقدَ اهْتَدَى ومَنْ كانَتْ إِلَى غَيْرِ ذلِك فقد هَلَكَ
“Sungguh! Setiap amalan, ada masa puncaknya. Setiap kali di puncak, akan datang masa jenuhnya. Barangsiapa di saat jenuhnya, ia tetap di atas Sunnah-ku, telah memperoleh hidayah. Namun, yang saat jenuhnya bukan di atas Sunnah, sungguh ia telah binasa” (HR Abdullah bin Amr bin Al Ash. Disahihkan Al Albani dalam Sahihul Jami' no.2152)
Memang benar! Itu fakta yang tak terelakkan.
Setiap aktifitas, pasti mengalami titik kulminasi. Saat tinggi-tingginya. Saat puncak-puncaknya. Saat semangat-semangatnya. Mood terbaik. Namun, akan tiba masanya di titik nadir. Ketika rendah-rendahnya. Ketika bawah-bawahnya. Ketika malas-malasnya. Begitulah manusia! Tak sempurna dan susah konsisten.
Namun, tidak berarti menyerah lalu pasrah. Harus ada tata kelola semangat. Semua diatur dan dimanage. Kita mesti mempelajari siklus semangat. Kapan naik kapan turun. Bilamana menguat, dan bilamana melemah.
Di dalam hadis di atas, Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم mengarahkan jika telah mencapai titik nadir, jangan sampai keluar jalur. Harus tetap di atas Sunnah beliau. Ada pilihan-pilihan yang bisa diambil.
Sebagai contoh, saat jenuh bermajlis ilmu. Jangan mencari pelampiasan yang negatif. Jangan tergoda mencari penyaluran yang tak bermanfaat. Coba pilih langkah silaturahmi! Ke rumah sahabat, atau kerabat. Cobalah kunjungi orang fakir miskin. Atau bisa saja menengok orang sakit. Sambil membawakan hadiah, tentu kita bisa mengambil ibrah! Lebih-lebih, hal itu akan menyenangkan hati mereka.
Imam Muslim meriwayatkan sahabat Hanzholah yang merasa telah terjatuh dalam kemunafikan. Hal itu diungkapkan kepada sahabat Abu Bakar Ash Shidiq, “ Kita ini, jika sedang bersama Rasulullah, beliau ingatkan kita tentang surga dan neraka, seolah-olah kita menyaksikannya langsung. Namun, sepulang kita dari beliau, lalu bertemu istri, anak, dan sibuk bekerja, seringkali kita lupa”
Sahabat Hanzholah termasuk sangat dekat dengan Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم .
Bahkan, beliau termasuk yang dipilih untuk menjadi juru tulis wahyu jika Allah menurunkan. Dan kita tentu mengetahui siapa Abu Bakar Ash Shidiq? Orang terbaik dalam Islam setelah Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم.
Abu Bakar mengatakan, “ Demi Allah! Saya juga merasakan hal yang sama'
Beliau berdua lantas menemui Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم dan menceritakannya. Apa arahan dan bimbingan beliau?
Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم menjelaskan bahwa, “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya! Andaikan kalian tetap mempertahankan seperti saat berada di dekatku, niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian di jalan dan di atas ranjang kalian”
Di akhir arahan, Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم bersabda”
وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً
“Hanzholah, ada waktunya masing-masing! Hanzholah, ada waktunya masing-masing! Hanzholah, ada waktunya masing-masing”
Syaikh al Utsaimin (Syarah Riyadhus Salihin 2/235) menjelaskan, maksudnya adalah “ Ada waktunya fokus beribadah untuk Allah, ada waktunya untuk kepentingan istri dan anak-anak, ada waktunya mengistirahatkan diri, dan ada waktunya menunaikan hak-hak orang lain”
Demikianlah ujud keadilan dan kesempurnaan syariat Islam, kata beliau.
Maka, tugas kita adalah menakar dan mengukur waktu. Tentukanlah kepentingan-kepentingan yang harus diselesaikan. Buatlah skala prioritas. Perkirakan kebutuhan waktunya. Biasakanlah disiplin. Jangan menunda-nunda pekerjaan karena akan terus menumpuk. Lebih cepat kerja, lebih cepat istirahat.
Jangan biarkan jenuh datang menerjang. Namun, mampulah membaca tanda-tanda datangnya jenuh. Sehingga, sebelum mood itu jatuh, sudah dipersiapkan matras solusi.
Pendopo Lama, Lendah, 13 Oktober 2021
Menjelang Zuhur.
Materi Streaming Radio Islam Palu 08/10/21
t.me/anakmudadansalaf
KOMENTAR