Apa Boleh Membuat dan Menyebarkan Cerita Fiksi? Cerpen, Novel, dsb.
BOLEHKAH MEMBUAT ATAU MENYEBARKAN CERITA FIKSI?
Pertanyaan,
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Ustadz izin bertanya, bolehkah membuat atau menyebarkan cerita fiksi. Jazaakumullahu khairon atas jawabannya ya ustadz
Jawaban,
al-Ustadz Abu Fudhail 'Abdurrahman bin Umar hafizhahullah,
Syekh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin menerangkan
Jika hanya sekadar memberi permisalan dan seseorang berkata bahwa hal ini tidak terjadi serta ada maslahatnya, maka boleh. Jika tidak demikian, maka sebaiknya dihindari.
Beliau memberikan rincian dalam hal ini beliau berkata,
الإنسان إذا ضرب مثلا بقصة، مثل أن يقول: أضرب لكم مثلا برجل قال كذا أو فعل كذا وحصلت ونتيجته كذا وكذا، فهذه لا بأس بها، حتى إن بعض أهل العلم قال في قول الله تعالى: {واضرب لهم مثلا رجلين جعلنا لأحدهما جنتين من أعناب} [الكهف:٣٢] قال: هذه ليست حقيقة واقعة، وفي القرآن: {ضرب الله مثلا رجلا فيه شركاء متشاكسون ورجلا سلما لرجل هل يستويان مثلا الحمد لله بل أكثرهم لا يعلمون} [الزمر:٢٩] فإذا ذكر الإنسان قصة لم ينسبها إلى شخص معين، لكن كأن شيئا وقع وكانت العاقبة كذا وكذا فهذا لا بأس به.
أما إذا نسبه إلى شخص وهي كذب فهذا حرام تكون كذبة، وكذلك إذا كان المقصود بها إضحاك القوم، فإنه قد ورد عن النبي عليه الصلاة والسلام أنه قال: (ويل لمن حدث فكذب ليضحك به القوم ويل له ثم ويل له)
"Apabila seseorang memberikan permisalan dengan suatu kisah seperti dia berkata,
'Aku mempermisalkan kalian dengan seseorang, dia berkata dan berbuat demikian dan demikian, terjadi dan hasilnya demikian-demikian, maka yang seperti ini tidak mengapa. Oleh karena ini sebagian ulama berkata tentang firman Allah Ta'ala,
'Berilah permisalan kepada mereka tentang dua orang yang kami berikan kepada mereka dua kebun anggur.' (al-Kahfi: 32).
Ini tidak terjadi, dan disebutkan di dalam al-Quran,
"Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji hanya milik Allah bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahui." (az-Zumar: 29).
Apabila seseorang menyebutkan suatu kisah yang tidak dia sandarkan kepada orang tertentu tetapi seakan-akan terjadi dan keberakhirannya demikian dan demikian, maka ini tidak mengapa.
Adapun jika dia sandarkan kepada orang tertentu padahal itu dusta, maka hukumnya haram demikian pula jika tujuannya membuat orang-orang tertawa. Sungguh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
'Celakalah orang yang berbicara dengan pembicaraan ingin membuat manusia tertawa namun dia berdusta, celakalah dia kemudian celakalah dia.'" (Liqā' al-Bāb al-Maftūh, 77/23).
Di dalam kesempatan lain beliau menerangkan,
فإن كان تصويرا لأمور غير جائزة في الشرع فإن هذا محرم ولا يجوز بأي حال من الأحوال لما في ذلك من التعاون على الإثم والعدوان وقد قال الله سبحانه وتعالى (وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الأثم والعدوان)
"Jika digunakan untuk perkara-perkara yang tidak boleh secara syariat , maka hukumnya haram dan tidak boleh bagaimana pun keadaannya karena padanya terdapat tolong menolong dalam perkara dosa dan melampaui batas. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
'Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kalian tolong menolong dalam perkara dosa dan melampaui batas.'" (al-Maidah: 2).
Dari penjelasan syekh di atas dapat diambil kesimpulan boleh namun, jika ada maslahatnya dan tidak terkesan berdusta serta tidak menyelisihi syariat. Adapun cerita yang tertuang dalam tulisan kemudian disebar luaskan atau pun disampaikan dengan lisan apapun namanya namun, ada penyelisihan terhadap syariat padanya seperti adanya gambar makhluk bernyawa, cerita yang dibawakan merusak akhlak dan kejelekan-kejelekan lainnya, maka hukumnya haram.
Wallahua'lam
📃 Sumber: Majmu'ah al-Fudhail
✉️ Publikasi: https://t.me/TJMajmuahFudhail
➖➖➖➖➖
KOMENTAR