Kisah Sejarah Perang yang Diikuti oleh Khalid bin Walid
TEBASAN PEDANG ALLAH MENEGAKKAN PANJI TAUHID
Al-Ustadz Abu Hamid Fauzi bin Isnaini حفظه الله تعالى
Sejak kelslamannya, Khalid bin Al Walid رضي الله عنه menemukan pelepas dahaga di medan laga. Bahkan, beliau menjadi ujung tombak, sebagai panglima perang. Mewujudkan kemenangan dan kemuliaan yang hakiki. Nabi ﷺ telah menyaksikan kehebatan Khalid dalam bertempur saat ia masih berada bersama pasukan syaithan.
Para shahabat pun menyaksikannya. Sangat tepat, jika beliau dan khalifah setelahnya selalu menjadikan Khalid sebagai amir dalam berbagai kesempatan. Dalam naungan Islam, ia adalah pedang Allah yang terhunus, penunggang kuda yang ulung, singa perang yang ditakuti, dan pimpinan mujahidin yang berwibawa.
Inilah sejumlah peperangan yang diikuti oleh Khalid.
PERANG MU'TAH
Perang ini terjadi pada bulan Jumadal Ula pada tahun 8 hijriah. Mu'tah sekarang berada di sebelah timur Yordania di wilayah Balqa, Syam. Mu'tah adalah perang tandang perdana yang terjadi di luar Jazirah Arabia. Jumlah tentara Islam 3.000 dengan pimpinan Zaid bin Haritsah, dan 2 panglima pengganti yang ditunjuk jika Zaid meninggal yaitu Ja'far bin Abi Thalib, kemudian Abdullah bin Rawahah. Kekuatan Romawi saat itu mencapai 20.000 personil ditambah lagi kekuatan dari berbagai kabilah Arab seperti Lakhm, Judzam, Qain, dan Bahra.
Dua pasukan besar bertemu dan terjadilah pertempuran sengit hingga menggugurkan Zaid bin Haritsah dan 2 panglima pengganti setelahnya. Kondisi begitu genting. Karena pasukan muslimin telah kehilangan panglima perangnya. Tsabit bin Al Aqram berinisiatif mengambil panji perang yang hampir saja jatuh sepeninggal Ibnu Rawahah.
la menyeru, “Wahai sekalian kaum muslimin, bersepakatlah kalian untuk memilih seorang dari kita sebagai komandan!”
Mereka berkata, "Kamu saja!” “Aku tidak mampu!”
Akhirnya seluruh pasukan bersepakat untuk menyerahkan bendera itu kepada Khalid bin Al Walid. Ketika mengambil bendera itu, Khalid memutuskan untuk mundur dan melepaskan kepungan musuh.
Keterlibatan Khalid dalam perang ini adalah setelah 3 bulan dari keislamannya. Walaupun tergolong baru dalam Islam, namun pengalamannya malang melintang dalam kancah peperangan membuatnya cukup teruji menghadapi kondisi-kondisi gawat dan berbahaya.
Akhirnya, ia mampu melepaskan pasukan dari kepungan lawan. Padahal, kekuatannya berlipat-lipat jauh lebih banyak. Taktik yang diterapkannya sehingga bisa lepas dari kepungan adalah dengan melukir posisi pasukan. Yang awalnya di sayap kiri dipindahkan ke bagian lain, yang di depan dipindahkan ke bagian lain dan demikian seterusnya.
Dengan strategi ini, tentara lawan mengira pasukan Islam mendapat pasokan bala tentara baru. Mereka pun menjadi ciut nyali sehingga tidak berpikir untuk mengejar pasukan Islam. Nabi ﷺ menganggap mundurnya Khalid dan pasukan Islam sebagai sebuah kemenangan.
Dengan pertolongan Allah, Khalid akhirnya berhasil melindungi pasukannya. Saat kembali ke Madinah, segelintir manusia mengatakan, “Kalian lari dari pertempuran. Kalian lari dari medan tempur!"
Maka Nabi ﷺ bersabda, bahkan kalian telah kembali bergabung dengan pasukan. Sejak perang inilah, Khalid dikenal dengan sebutan pedang Allah. Sebagaimana hal ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah ﷺ memberitakan kepada para shahabat di Madinah tentang gugurnya Zaid, Ja'far, dan Ibnu Rawahah ketika perang berlangsung.
Lalu bersabda, “Bendera perang dipegang oleh Zaid kemudian ia gugur, lalu diambillah oleh Ja'far sampai ia gugur. Kemudian diambil oleh Ibnu Rawahah hingga gugur. Kedua mata Rasulullah ﷺ berderai air mata ketika menceritakan peristiwa ini. Kemudian bendera perang diambil oleh pedang dari pedang-pedang Allah, sampai Allah memberikan kemenangan kepada mereka.
FATHU MAKKAH
Fathu Makkah terjadi pada bulan Ramadhan tahun 8 hijriah tepatnya pada tanggal 10 setelah terjadi pengkhianatan Quraisy dari perjanjian Hudaibiyah. Jumlah pasukan muslim ketika keluar dari Madinah adalah 10.000. Dan bergabung dengan mereka di tengah jalan sejumlah Kabilah Arab.
Di Marr Azh Zhahran umat Islam menyandera Abu Sufyan dan dua orang yang bersamanya. Abu Sufyan lalu masuk Islam.
Di tengah perjalannya, Rasulullah bertemu dengan pamannya yang sedang berhijrah menuju Madinah. Mengetahui keislaman Abu Sufyan, Al Abbas memberitahukan Rasulullah ﷺ, “Abu Sufyan itu orang yang senang disanjung. Berikanlah kepadanya sesuatu agar dia senang.”
Nabi mengumumkan, “Barang siapa masuk rumah dan mengunci pintunya, maka dia aman. Barang siapa masuk masjid, dia aman. Barang siapa yang masuk rumah Abu Sufyan, maka dia aman."
Terjadi silang pendapat di kalangan ulama tentang cara Fathu Makkah. Sebagian mengatakan bahwa Makkah takluk melalui jalan damai. Sebagian lagi mengatakan bahkan dengan paksa yakni melalui pertempuran. Dikisahkan bahwa Khalid bin Al Walid membunuh belasan orang musyrik di pinggiran Makkah. Ada yang mengatakan bahkan 70 orang Quraisy.
Diriwayatkan bahwa Nabi memang telah mengutus Khalid bin Al Walid dan Az Zubair untuk mengadakan penyisiran di pinggiran Makkah. Beliau berpesan, "Janganlah kalian berdua bertempur kecuali melawan orang-orang yang memerangi kalian di pinggiran Makkah.” Terjadilah pertempuran tersebut, dan tidak ada pertempuran saat Fathu Makkah melainkan pertempuran ini.
Nabi ﷺ mengangkat Khalid sebagai komandan pasukan khusus untuk menghancurkan Uzza yang terletak di Nakhlah. Uzza adalah sesembahan Quraisy dan semua keturunan Kinanah. Di antara berhala-berhala yang tersebar di sekitar Najed, Uzza adalah yang terbesar. Juru kuncinya adalah Bani Syaiban. 5 hari tersisa bulan Ramadhan, pergilah Khalid bersama 30 orang penunggang kuda. Sesampai di sana ia hancurkan patung Uzza dan langsung kembali ke Makkah menemui Rasulullah.
“Apakah engkau mendapati seseorang di sana?”
“Tidak, wahai Rasulullah."
“Kalau begitu engkau belum berbuat. Kembalilah ke sana! Akan muncul sesosok wanita yang berkulit gelap, acak-acakan rambutnya, busung dada, dan boncel."
Kembalilah Khalid kali kedua dengan geram. Saat mana Khalid menemukan sosok yang persis dengan gambaran Nabi, segera ditebasnya wanita tersebut dan mengatakan Uzza telah sirna, tidak ada lagi Uzza setelah hari ini.
Nabi juga mengutus Khalid kepada Bani Judzaimah untuk berdakwah dan mengajak masuk Islam, bukan untuk memerangi mereka. Bersama Khalid ada 350 pasukan dari Muhajirin dan Anshar, serta sejumlah orang dari Bani Salim. Setelah didakwahi, mereka mengatakan “shaba'na”. Khalid memahami bahwa mereka tetap di atas kesyirikan, padahal ungkapan itu sebenarnya ungkapan masuk Islam menurut logat mereka.
Karena salah paham, akhirnya mereka ditawan. Dibagilah oleh Khalid para tawanan itu kepada tiap anggota pasukan. Bahkan Khalid di kemudian hari memerintahkan untuk membunuh para tawanan tersebut. Abdullah bin Umar tidak sependapat dengan pandangan Khalid. Begitu pula seluruh Muhajirin dan Anshar. Namun Bani Salimah segera menunaikan perintah Khalid untuk membunuh para tawanan itu.
Sekembalinya dari misi ini, disampaikanlah kepada Rasulullah yang terjadi. Maka Rasulullah ﷺ mengangkat kedua tangannya dan bersabda, “Ya AlIah, aku berlepas diri dari apa yang diperbuat Khalid." Beliau ucapkan dua kali.
Rasulullah ﷺ mengutus Ali bin Abi Thalib untuk kembali menemui Bani Judzaimah dan menyampaikan Islam. Mereka pun memahami apa yang disampaikan Ali. Selanjutnya, Ali memberikan tebusan kepada setiap keluarga yang terbunuh dan mengganti harta yang hilang dari mereka.
Sesungguhnya, ridha Allah dan ampunan-Nya tercurah untuk seluruh para shahabat Rasulullah ﷺ.
PERANG HAWAZIN PADA PERTEMPURAN HUNAIN
Perang ini terjadi pada bulan Syawal sekitar tanggal 5 atau 10 tahun ke delapan, kurang lebih satu bulan setelah fathu makkah. Jumlah pasukan lawan dari kabilah-kabilah Hamadan yang meliputi Tsaqif, Hawazin, dan Jusyam sekitar 20 hingga 30 ribu orang. Pimpinannya Malik bin 'Auf An Nashry. Masih muda, kurang lebih 30 tahun usianya.
Jumlah pasukan Islam 12 ribu. 10.000 dari Muhajirin dan Anshar, sedangkan sisanya adalah dari penduduk Makkah.
Pasukan berkuda yang menempati garda depan diserahkan kepemimpinannya kepada Khalid bin Al Walid. Jumlah pasukan berkuda yang bersama Khalid adalah 100 prajurit dari Bani Sulaim. Namun, Nabi memintanya kembali setelah pasukan muslim terdesak di awal-awal pertempuran.
Perang ini boleh dikatakan peperangan terbesar dalam sejarah pertempuran bersama Rasulullah ﷺ. Pasukan Islam merasa kuat dengan jumlah pasukan yang besar. Seakan tidak peduli dengan musuh yang secara jumlah sebenarnya jauh lebih besar. Kala itu ada perasaan ujub yang menghinggapi sebagian pasukan. Namun, ternyata jumlah yang banyak ini tidak berfaedah sama sekali jika Allah tidak memberikan pertolongan-Nya. Allah سبحانه وتعالى berfirman:
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ ۙ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ ۙ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ
"Sesungguhnya Allah telah menolong kalian (hai kaum mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kalian menjadi congkak karena banyaknya jumlah kalian. Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit oleh kalian. Kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai.“ (Q.S. At Taubah: 25).
Pada awalnya pasukan muslimin dikejutkan dengan serangan musuh yang dilancarkan ketika fajar. Serangan fajar yang datang tanpa diduga sebelumnya cukup mengagetkan pasukan Islam. Namun serangan ini bisa dihadapi. Mereka berhasil dipukul mundur.
Tak lama kemudian kaum muslimin terpancing dengan ghanimah yang tercecer dari pasukan musuh yang berhasil dilumpuhkan. Persis seperti yang terjadi saat perang Uhud. Secara tiba-tiba pasukan musuh menyambut pasukan Islam dengan anak-anak panahnya. Serangan anak panah itu membuat pasukan Islam bercerai berai. Bahkan, penduduk Makkah yang turut serta dalam perang ini juga lari.
Tinggallah Rasulullah ﷺ di atas bighalnya yang dituntun Abu Sufyan. Di atas bighal itulah beliau berseru, "Aku benar-benar seorang Nabi, aku adalah cucu Abdul Muthalib."
Di tengah situasi yang kacau balau, beredarlah isu di kalangan pasukan Islam bahwa Nabi telah terbunuh, persis seperti yang terjadi saat perang Uhud. Rumor yang mau tidak mau mengendurkan semangat bertempur. Padahal kenyataanya Nabi ﷺ masih hidup dan dikitari oleh sejumlah shahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar.
Al Abbas dengan suara lantang dan menggema berseru, “Sesungguhnya Rasulullah masih hidup."
Dan Rasulullah ﷺ juga menyeru, dengan menoleh ke kanan dan ke kiri, “Wahai manusia kembalilah kalian kepadaku. Aku adalah Rasulullah, aku Muhammad bin Abdullah." Mendengar teriakan ini, maka kaum muslimin yang mundur kembali lagi ke kancah pertempuran dan bertempur dengan gigihnya.
Kaum muslimin mendapat pertolongan dari Allah سبحانه وتعالى setelah mereka disadarkan dari kesalahan fatal. Banyak ghanimah yang berhasil direbut dari pasukan musuh. Komandan perang dari pihak musuh, Malik bin Auf An Nashry lari tunggang langgang dan berlindung di balik bentengThaif bersama pembesar-pembesar Bani Tsaqif lainnya.
Dengan kemenangan ini pula, banyak kalangan penduduk Makkah menyatakan masuk Islam.
Dalam perang ini banyak korban jiwa dari kabilah Tsaqif, terutama dari Bani Malik. Lebih kurang 70 dari mereka mati sia-sia. Mereka mati di bawah panji perang yang dipegang oleh Dzil Khimar.
Terbunuh pula pemuda dari Bani Kabah yang dijuluki Al Julah, termasuk tokoh pemuda dari Bani Tsaqif.
Disebutkan pula oleh Ibnu Ishaq, bahwa Rasulullah ﷺ melewati mayat wanita yang dibunuh oleh Khalid bin Al Walid. Para shahabat mengerumuni mayat ini. Nabi ﷺ berkata kepda sebagian shahabat, “Temuilah Khalid dan beritahukan kepadanya bahwa Rasulullah ﷺ melarang dari membunuh anak-anak dan wanita, atau budak.”
Dalam perang ini, Khalid tidak bisa berbuat banyak. Ia mengalami luka- luka sehingga tidak kuasa menunggang kudanya. Nabi mendoakan keberkahan untuk Khalid dan menghiburnya. Adapun terpukulnya pasukan muslim setelah serangan pertama, sebabnya adalah serangan mendadak yang tidak diperhitungkan sama sekali sebelumnya.
Khalid tidak kuasa membendung serangan ini. Demikianlah yang namanya pertempuran, ada kalah ada menang. Tidak ada pada diri Khalid kehendak yang mengalahkan kehendak Allah, atau menentukan sepenuhnya kemenangan dan kekalahan.
Insyaallah bersambung...
Sumber || Majalah Qudwah Edisi 11
https://t.me/Majalah_Qudwah
KOMENTAR