Definisi dan Sejarah / Kisah Masjid Dhirar, Markas Kaum Munafik
MASJID DHIRAR, MARKAS KAUM MUNAFIK
✍🏻 Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifa'i حفظه الله تعالى
Dikisahkan, sebelum Rasulullah ﷺ tiba dalam rangka hijrah, di kota Madinah dikenal seorang tokoh terpandang dari suku Khazraj. Digelari Ar Rahib (sang pendeta), Abu Amir, tokoh tersebut, memang dikenal dengan ketekunan beribadah sejak masa jahiliyah. Abu Amir juga memeluk agama Nasrani dan mempelajari ilmu Ahli Kitab di masa Jahiliyah.
Saat Rasulullah ﷺ berhijrah dan tiba di Madinah, kaum muslimin bersatu padu. Islam menjadi ajaran mulia. Ketika Allah سبحانه وتعالى memberikan kemenangan dalam medan Badar, pada saat itulah Abu Amir Ar Rahib merasa kecewa. Sehingga dia mulai terang-terangan menampakkan permusuhan. Bahkan, Abu Amir meninggalkan Madinah untuk bergabung dalam pasukan musyrikin Quraisy.
Di Makkah, Abu Amir menghasut kaum musyrikin Quraisy untuk memerangi Rasulullah ﷺ. Hingga akhirnya, banyak suku-suku Arab yang kemudian terbawa dalam upaya memerangi Rasulullah. Upaya tersebut berujung dengan meletusnya perang Uhud.
Sebelum pertempuran Uhud pecah, Abu Amir masih menyempatkan diri untuk membujuk dan memengaruhi kaumnya dari kalangan Anshar agar mau bergabung dan membela dirinya. Akan tetapi, kaumnya menolak.
"Semoga Allah tidak membuat dirimu menjadi senang, wahai orang fasik! Wahai musuh Allah!" Kaumnya malah mencela dan mendoakan kejelekan untuknya.
Abu Amir kembali ke barisan kaum musyrikin sambil berkata, ”Demi Allah! Kaumku telah ditimpa keburukan sejak aku tinggal."
Sebenarnya, sebelum Abu Amir lari meninggalkan Madinah, Rasulullah pernah mengajaknya untuk memeluk Islam. Rasulullah juga membacakan Al Qur'an untuknya. Namun, ia menolak untuk masuk Islam. Bahkan, membangkang. Akhirnya, Rasulullah ﷺ pun berdoa kepada Allah agar Abu Amir mati sebagai seorang pelarian dan terasing.
Doa itu benar-benar terwujud.
Selepas perang Uhud, Abu Amir menyaksikan kenyataan yang tidak dapat ia ingkari. Islam semakin berkembang dan meluas ajarannya. Abu Amir pun memutuskan untuk bergabung dengan Heraklius, raja Romawi.
Kepada Heraklius, Abu Amir memohon bantuan untuk memerangi Rasulullah. Permohonan itu disambut dan diterima. Heraklius menjanjikan dan memberikan harapan baru. Sejak hari itu, Abu Amir menetap di negeri Romawi.
Langkah berikutnya, Abu Amir mengirim surat rahasia untuk kalangan munafikin dari kaumnya sendiri di kota Madinah. Di dalam surat tersebut, Abu Amir menyampaikan rencana dan angan-angannya. la akan datang kembali ke Madinah sambil membawa pasukan besar untuk memerangi dan mengalahkan Rasulullah. la ingin kedudukannya kembali seperti sedia kala.
Di dalam surat itu juga, Abu Amir menyarankan kaum munafikin untuk menyiapkan sebuah lokasi rahasia untuk digunakan sebagai landasan persiapan berperang. Dengan lokasi itu juga, kurir pembawa surat dari Abu Amir diharapkan bisa leluasa bergerak.
Kaum munafikin pun menyambut baik saran Abu Amir. Mulailah mereka membangun sebuah masjid di dekat masjid Quba. Masjid tersebut rampung dibangun beberapa waktu sebelum Rasulullah ﷺ berangkat menuju medan Tabuk.
Sebagai upaya kamuflase, kaum munafikin menemui Rasulullah untuk meminta beliau berkenan shalat di masjid tersebut. Dengan demikian, dikesankan bahwa Rasulullah telah merestui keberadaan masjid itu.
Kaum munafikin menyampaikan kepada Rasulullah bahwa masjid tersebut dibangun untuk kaum lemah, orang-orang sakit dan mereka yang tidak mampu menghadapi musim dingin di malam hari.
Allah سبحانه وتعالى pun menjaga Rasulullah. Beliau tidak pernah sekali pun shalat di masjid tersebut. Beliau menyampaikan, "Sesungguhnya kami akan berangkat (ke Tabuk). Akan tetapi, setelah dari kepulangan kami, insya Allah (kami akan shalat di sana)."
Sekembalinya Rasulullah ﷺ dari medan Tabuk. Masih dalam perjalanan pulang, kira-kira jarak sehari atau setengah hari, wahyu dari Allah pun turun untuk menjelaskan hakikat masjid tersebut yang dibangun untuk menimbulkan madharat bagi kaum muslimin.
Juga untuk membuat perpecahan di dalam barisan kaum muslimin.
Lalu Rasulullah ﷺ memerintahkan sebagian shahabat untuk berangkat mendahului beliau ke Madinah dengan misi menghancurkan masjid tersebut.
Saudara pembaca, semoga AIIah merahmati Anda.
Konteks kisah di atas dibawakan oleh Al Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsir surat At Taubah ayat 107- 108. Di sana, Al Hafizh menyebutkan bahwa kisah di atas adalah latar belakang turunnya ayat 107-108 surat At Taubah. Hanya saja, Al Hafizh tidak menyebutkan sanad kisah ini.
Asy Syaikh Muqbil bin Hadi AI Wadi'i juga tidak menyebutkan ayat 107-108 surat At Taubah ini di dalam kitab beliau Ash Shahihul Musnad min Asbabin Nuzul.
Sebuah kisah serupa juga dibawakan oleh Al Hafizh lbnu Katsir setelah kisah di atas. Akan tetapi, Asy Syaikh AI Albani رحمه الله [Ar lrwa 5/370] menyatakan, ”Sebuah kisah yang cukup masyhur. Akan tetapi, aku tidak menilai shahih sanadnya.” Sebabnya adalah kisah tersebut diriwayatkan secara mursal.
والله أعلم.
HARUS TAKUT KEMUNAFIKAN
Surat At Taubah, surat kesembilan di dalam Al Qur’an disebut juga dengan surat Al Fadhihah (penyingkap makar kaum munafikin). Tidak sedikit kejahatan dan maksud buruk kaum munafikin yang terbongkar dengan ayat-ayat Allah di dalam surat At Taubah. Apakah karena ayat-ayat tersebut terkait dengan kaum munafikin, lalu seorang muslim merasa aman? Ia merasa selamat dari ayat-ayat tersebut?
Tidak boleh demikian! Seorang muslim sejati semestinya selalu merasa takut jika bentuk-bentuk kemunafikan itu menodai keimanannya.
Ibnu Abi Mulaikah menyatakan, "Aku pernah berjumpa dengan tiga puluh shahabat Nabi. Semuanya merasa takut jika kemunafikan menimpa dirinya.” [Shahihul Bukhari dalam Kitabul Iman bab 36 secara mu'allaq]
Al Hasan AI Bashri juga menyatakan, "Tidaklah seorang hamba takut akan kemunafikan kecuali ia seorang mukmin. Tidaklah seorang hamba merasa aman dari kemunafikan kecuali ia seorang munafik."
Memang, tidak ditemukan riwayat shahih tentang kisah masjid Dhirar sebagai sebab turunnya ayat 107-108 dari surat At Taubah. Akan tetapi, ayat-ayat tersebut tetaplah berlaku hukumnya dan bersifat umum. Sebab, inti pemahaman Al Qur’an tidak hanya dilihat dari sebab khusus turunnya ayat. Akan tetapi berdasarkan keumuman lafazh.
HAKIKAT MASJID DHIRAR
Sebenarnya hakikat masjid Dhirar itu seperti apa?
Masjid Dhirar adalah masjid yang dibangun dan digunakan untuk maksud-maksud jahat terhadap Islam dan kaum muslimin. Apakah memang ada masjid dibangun untuk tujuan semacam itu? Ada! Buktinya adalah masjid Dhirar di masa Rasulullah. Demikian pula setiap masjid yang memiliki kriteria yang disebutkan di dalam AI Qur'an.
Hanya saja, pihak yang membangun dan menggunakan masjid Dhirar tersebut tentu tidak akan mengakui dan menerima jika disebut masjid Dhirar. Persis yang dilakukan oleh kaum munafikin di masa Rasulullah. Bahkan, kaum munafikin saat itu berani bersumpah jika niat mereka memang baik.
Allah menyebutkan kriteria masjid Dhirar di dalam Al Aqur’an;
- Upaya menimbulkan madharat terhadap kaum muslimin.
- Upaya untuk menampakkan kekufuran kepada Allah سبحانه وتعالى.
- Upaya memecah belah kaum muslimin.
- Sebagai sarana musuh untuk memata-matai kaum muslimin.
Allah سبحانه وتعالى berfirman di dalam Al Qur'an:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَىٰ ۖ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
”Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran, dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin, serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah, ”Kami tidak menghendaki selain kebaikan.“ Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya)." [Q.S. At Taubah: 107].
Asy Syaikh Al Albani menjelaskan, "Ayat ini, meskipun secara khusus membahas masjid Dhirar (di masa Nabi), akan tetapi tidak terkhusus pada masjid tersebut, sebagaimana hal ini tidak tersembunyi. Akan tetapi, maksud dari ayat ini adalah kriteria-kriterianya. Seperti upaya untuk menimbulkan madharat dan memecah belah kaum muslimin."
Maka, setiap masjid yang memiliki kriteria-kriteria di daIam ayat atau sebagian kriteria saja bisa dihukumi sebagai masjid Dhirar.
Oleh sebab itu AI Qurthubi di dalam Tafsir nya mengatakan, ”Para ulama kita menegaskan, setiap masjid yang dibangun dengan niat dhirar, riya’, atau sum’ah, maka dihukumi sebagai masjid Dhirar. Tidak boleh menegakkan shalat di sana."
MASJID YANG DIGUNAKAN UNTUK KESYIRIKAN JUGA MASJID DHIRAR
Adakah dosa yang lebih besar dari kesyirikan? Syirik adalah dosa terbesar yang tidak akan diampuni oleh Allah, jika pelakunya tidak bertaubat sebelum meninggal dunia. Seorang hamba yang meninggal dunia dalam keadaan berbuat syirik, kelak akan dimasukkan ke dalam neraka dan diharamkan masuk ke dalam surga.
Masalahnya, banyak kalangan di tengah kaum muslimin yang tidak memahami arti dan hakikat syirik. Bahkan, sebuah amalan yang jelas-jelas bentuk kesyirikan, malah dianggap sebagai ibadah yang bisa mendekatkan diri kepada Allah.
Lebih menyedihkan lagi jika kesyirikan justru dilakukan di dalam masjid! Sebuah tempat yang semestinya digunakan dan dimanfaatkan untuk mengikhlaskan ibadah secara utuh dan murni untuk Allah.
Tak terbilang lagi banyaknya! Masjid yang dibangun di atas kuburan dan makam ”orang-orang shalih”. Juga “orang-orang shalih” yang dimakamkan di dalam masjid. Bahkan, di pengimaman shalat. Mungkin Anda sendiri pernah menyaksikannya?
Mereka datang ke masjid-masjid tersebut dengan keyakinan bahwa doa-doa yang dipanjatkan lebih cepat terkabul dengan perantara "para wali dan kyai”. Bahkan tidak sedikit yang langsung memanggil dan menyebut nama "para wali dan kyai" yang telah terkubur.
Mereka melakukan thawaf di sekeliling kubur. Mereka shalat di depan kubur, menghadap nisan yang dibangun. Mereka membaca Al Qur'an di hadapan makam. Mereka rela duduk semalam suntuk mengharap berkah. Apapun alasan mereka, inilah bentuk kesyirikan yang dilarang Allah dan diperangi oleh Rasulullah ﷺ.
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kalian menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah." [Q.S. Al Jin: 18].
Masjid yang dibangun dan difungsikan untuk hal-hal semacam di atas disebut masjid Dhirar!
Ibnul Qayyim menerangkan, "Lebih tegas lagi dari hal itu; Rasulullah ﷺ menghancurkan masjid Dhirar! Hal ini merupakan dalil untuk menghancurkan bangunan yang mafsadah nya Iebih besar dari itu. Misalnya, masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan. Hukum Islam yang berlaku dalam hal ini; masjid-masjid tersebut diratakan dengan tanah. Sebab masjid-masjid tersebut Iebih Iayak untuk dihancurkan dibandingkan masjid Dhirar." [lghatsatul Lahafan 1/210]
MASJID DIGUNAKAN UNTUK MENYUSUN MAKAR KEPADA PEMERINTAH?
Salah seorang mantan aktivis gerakan Negara Islam Indonesia pernah menceritakan pengalamannya kepada penulis. Setiap kali ia mengikuti pembicaraan rahasia dalam gerakan NII, rasa takut kepada ”tentara” benar-benar meliputi hati. Selalu dikejar-kejar rasa takut dan was-was, kalau-kalau saja pembicaraan rahasia itu digrebek oleh pihak berwajib. Rasa takut kepada Allah telah diduakan!
Parahnya, terkadang pembicaraan rahasia itu dilakukan di dalam masjid !
Kini, di era keterbukaan dan kebebasan yang tak terkendali, kaum Khawarij (teroris berkedok Jihad) berupaya memanfaatkan mimbar-mimbar di masjid untuk menyuarakan pemahaman sesat mereka.
Dengan lantang mereka mengkafirkan pemerintah Indonesia. Mengkafirkan tentara dan polisi, bahkan menyebut mereka sebagai thagut. Padahal, mereka sendiri tidak terlepas dari ketergantungan kepada pemerintah dan pihak keamanan. Aneh bukan ?
Masjid malah digunakan oleh kaum Khawarij untuk merekrut generasi muda guna dipersiapkan sebagai ”calon pengantin". Anak-anak muda itu dibakar emosinya dengan diajak menonton film-film kekejaman tentara Israel dan Amerika. Ditunjukkan kepada mereka kondisi kaum muslimin yang tertindas. Bayi-bayi yang dibunuh, perempuan yang diperkosa, masjid-masjid yang dihinakan, dan sekian macam cara digunakan.
”Apakah kamu tidak ingin berjuang untuk Islam? Apakah kamu rela dan tega kaum muslimin dihinakan ? Apakah kamu tidak ingin bergabung bersama kami?" lnstrukturnya bertanya dengan nada emosional.
Akhirnya, anak-anak muda itu dikondisikan fisik dan mentalnya. Mereka dilatih menggunakan senjata dan merakit bom. Mental kejiwaan mereka juga terus disiram dengan emosi buta. Akhirnya, terjadilah peledakan dan penembakan. Siapakah pelakunya ? Kaum Khawarij di masa kini. نعوذ بالله من ذلك.
Gerakan rahasia-terutama dari masjid-memang sering ditempuh oleh kaum Khawarij. Mereka benar- benar berusaha untuk bergerak senyap. Sebisa mungkin dibuat rahasia dan misterius. Jika memang mereka yakin berada di atas kebenaran dan yakin sedang memperjuangkan kebenaran, kenapa mesti bergerak rahasia?
Umar bin Abdul Aziz, salah seorang khalifah dan mujahid besar di dalam Islam, mengatakan, "Jika engkau menyaksikan sekelompok orang melakukan aksi diam-diam dalam beragama agar tidak diketahui oleh orang banyak, maka yakinlah bahwa mereka sedang menyusun gerakan kesesatan." [Ad Darimi 1/71]
Alangkah tepat ucapan Imam AI Barbahari yang menggambarkan kondisi ahlul bid’ah. Beliau menjelaskan, "Ahlul bid'ah itu bisa diibaratkan dengan kalajengking. Kalajengking akan menimbun kepala dan badannya di dalam tanah. Sementara ekornya tetap keluar. Jika ada kesempatan, kalajengking akan menyengat." [Thabaqatul Hanabilah 2/44]
Seperti itulah juga ahlul bid'ah! Mereka akan melakukan gerakan-gerakan rahasia di tengah-tengah umat. Tetapi, jika ada kesempatan, mereka akan mewujudkan apa yang mereka inginkan.”
MASJID KAUM KHAWARIJ ADALAH MASJID DHIRAR
Kita patut bersedih menyaksikan kenyataan pahit yang terjadi di sebagian masjid kaum muslimin. Masjid-masjid tersebut digunakan sebagai sarana dan ajang untuk mencaci dan mencela pemerintah Indonesia. Masjid-masjid itu digunakan untuk menyesatkan umat dengan menyebut pemerintah beserta aparat yang berwajib sebagai thaghut. نعوذ بالله من ذلك.
Andai saja semangat mereka yang membara untuk membela agama terarah dan terbimbing dengan pemahaman Salaf, tentu bumi Allah ini akan diliputi oleh rahmat dan berkah-Nya. Hanya saja, hidayah memang di tangan Allah. Kepada siapa hidayah itu diberikan, sesuai dengan keutamaan dan keadilan- Nya.
Mudah-mudahan, segenap pengurus dan takmir masjid menyadari betapa berbahayanya dai dan ustadz-ustadz yang berpemahaman khawarij. Sehingga tidak memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyampaikan ceramah dan khutbah. Demi kemaslahatan dan kebaikan umat Islam sendiri.
والله أعلم.
Sumber || Majalah Qudwah Edisi 10
https://t.me/Majalah_Qudwah
KOMENTAR