Definisi Li'an, Hadits tentang Mula'anah yang terjadi di zaman para sahabat.
KISAH MULA'ANAH
HILAL BIN UMAYYAH DAN ISTRINYA
Seorang sahabat mulia Hilal bin Umayyah radhiyallahu anhu menyampaikan keadaan istrinya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa istrinya telah berselingkuh. Bagaimana sikap Nabi? Mari kita simak hadis berikut ini.
Imam Al Bukhari (4747) dan Imam Muslim (1496) meriwayatkan dalam kitab shahih keduanya. Hingga sampai sahabat mulia Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma. Ibnu Abbas berkata bahwa Hilal bin Umayyah menuduh istrinya (berzina) dengan Syarik bin Sahma, di sisi nabi. Maka Nabi berkata kepada Hilal:
البَيِّنَةُ أَوْ حَدٌّ فِيْ ظَهْرِكَ
"Engkau datangkan bukti atau hukuman had (cambuk) akan menimpa punggungmu."
Hilal pun berkata "Ya Rasulullah, jika salah seorang diantara kita melihat ada lelaki di atas istrinya. Apakah dia harus mencari cari saksi (tuduhan tersebut)? Maka Nabi mengucapkan kembali :
البَيِّنَةُ أَوْ حَدٌّ فِيْ ظَهْرِكَ
"Engkau datangkan bukti atau hukuman had akan menimpa punggungmu."
Maka Hilal berkata, "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, sesungguhnya aku jujur. Allah pasti akan menurunkan ayat yang akan membebaskan punggungku dari hukuman had"
Lalu malaikat Jibril turun dan menurunkan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam beberapa ayat :
وَٱلَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَٰجَهُمْ وَلَمْ يَكُن لَّهُمْ شُهَدَآءُ إِلَّآ أَنفُسُهُمْ فَشَهَٰدَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَٰدَٰتٍۭ بِٱللَّهِ ۙ إِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ
وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ ۙ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ
وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ
"Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri maka kesaksian orang-orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah bahwa sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang jujur. Dan sumpah yang kelima bahwa laknat Allah akan menimpanya jika dia termasuk orang-orang yang berdusta.
Dan istri itu terhindar dari hukuman apabila bersumpah empat kali atas nama Allah bahwa sesungguhnya suaminya benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan sumpah yang kelima bahwa laknat Allah menimpa istrinya jika suaminya termasuk orang-orang yang benar. (An-Nur 6-9)
Lalu Nabi beranjak dan mengirim utusan untuk menemui istri Hilal. Kemudian Hilal datang dan bersaksi. Nabi berkata setelah itu:
إنَّ اللَّهُ يَعْلَمُ أنَّ أحَدَكُما كَاذِبٌ، فَهلْ مِنْكُما تَائِبٌ؟
"Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa salah satu dari kalian berdua berdusta. Apakah di antara kalian berdua ada yang bertaubat?."
Lalu istri Hilal berdiri dan bersaksi maka tatkala hendak bersumpah yang kelima kaumnya menghentikannya. Mereka berkata, "Sesungguhnya hal itu murka dan laknat Allah pasti menimpanya". Ibnu Abbas berkata, "Wanita itu merenung dan berbalik sehingga kami menyangka bahwa dia akan rujuk. Lalu wanita itu berkata, "Aku tidak akan menjatuhkan kehormatan kaumku sepanjang masa."
Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata :
أَبْصِرُوهَا، فَإِنْ جَاءَتْ بِهِ أَكْحَلَ العَيْنَانِ، سَابِغَ الأَليَتَيْنِ، خَدَلَّجَ السَّقَيْنِ، فَهُوَ لِشَرْبِكِ ابْنِ سَحْمَاءَ
"Perhatikan wanita itu. Jika dia melahirkan anaknya yang berbola mata hitam pantatnya kecil dan kedua betis yang kecil maka dia dari Syarik bin Sahma."
Ternyata wanita itu tadi melahirkan anak yang disebutkan Nabi. Maka Nabi berkata
"Kalaulah bukan karena perkara yang telah lewat di dalam kitabullah (ketetapan li'an), niscaya antara diriku dan wanita itu ada perkara (hukuman rajam karena berzina)"
LELAKI YANG PERTAMA BERMULA'ANAH
Pada riwayat Muslim nomor 1495 dari sahabat Anas radhiallahu anhu, sesungguhnya Hilal bin Umayyah radhiyallahu anhu menuduh istrinya berzina dengan Syarik bin Sahma. Hilal adalah saudara seibu dengan Al Barra bin Malik radhiyallahu anhu. Beliau adalah lelaki pertama yang melakukan mula'anah dalam Islam. Beliau berkata: Hilal melakukan mula'anah terhadap istrinya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
أَبْصِرُوهَا، فإنْ جَاءَتْ به أَبْيَضَ سَبِطًا قَضِيءَ العَيْنَيْنِ فَهو لِهِلَالِ بنِ أُمَيَّةَ، وإنْ جَاءَتْ به أَكْحَلَ جَعْدًا حَمْشَ السَّاقَيْنِ فَهو لِشَرِيكِ ابْنِ سَحْمَاءَ، قالَ: فَأُنْبِئْتُ أنَّهَا جَاءَتْ به أَكْحَلَ جَعْدًا حَمْشَ السَّاقَيْنِ
"Perhatikan wanita itu! Apabila ia melahirkan anak yang putih berambut lurus dan matanya tidak bening, berarti anak itu milik Hilal bin Umayyah. Bila melahirkan anak berbola mata hitam, keriting, dan kedua betisnya kecil, berarti anak itu Syarik bin Sahma'. Anas berkata "Saya diberitahu bahwa wanita itu melahirkan anak yang berbola mata hitam, keriting, dan kecil kedua betisnya.
KISAH UWAIMIR
Pada riwayat Imam Al Bukhari nomor 4745 dan 4746 serta Imam Muslim nomor 1487 / 3743 dari sahabat Sahl bin Saad, kisah yang serupa menimpa sahabat Uwaimir. Sahabat Sahl bin Saad menuturkan bahwa sesungguhnya Uwaimir mendatangi Ashim bin Adi. Sementara Ashim adalah kepala suku Bani Ajlan. Uwaimir berkata, "Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang mendapati seorang laki-laki bersama istrinya? Apakah ia boleh membunuhnya lalu kalian (balas dengan) membunuhnya? Atau apa yang harus ia lakukan? Tanyakanlah hal ini untukku kepada Rasulullah! Lalu Ashim mendatangi Nabi seraya berkata, "Wahai Rasulullah! -Rasulullah tidak menyukai pertanyaan seperti itu-.
Lalu Uwaimir bertanya kepada Ashim dan ia menjawab bahwa Rasulullah tidak menyukai pertanyaan tersebut dan mencelanya. Uwaimir berkata, "Demi Allah aku tidak akan berhenti sampai aku bisa bertanya kepada Rasulullah tentang hal itu." Lalu datang dan berkata, "Wahai Rasulullah seorang laki-laki mendapatkan lelaki lain bersama istrinya. Apakah boleh membunuhnya lalu kalian (membalasnya dengan) membunuhnya? Atau bagaimana seharusnya ia berbuat?" Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata:
قَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ الْقُرْآنَ فِيكَ وَفِي صَاحِبَتِكَ
"Sesungguhnya Allah telah menurunkan Alquran tentang mu dan istrimu"
Lalu Rasulullah memerintahkan keduanya bermula'anah (saling melaknat) dengan yang telah Allah sebutkan dalam kitab-Nya. Lalu Uwaimir melaknatnya. Kemudian Uwaimir berkata, "Ya Rasulullah jika aku menahannya berarti aku menzaliminya." Lalu Uwaimir menceraikan istrinya. Kemudian jadilah itu sebagai sunnah bagi generasi setelah keduanya dalam mula'anah. Lalu Rasulullah bersabda
انْظُرُوا فَإِنْ جَاءَتْ بِهِ أَسْحَمَ أَدْعَجَ الْعَيْنَيْنِ عَظِيمَ الأَلْيَتَيْنِ خَدَلَّجَ السَّاقَيْنِ فَلاَ أَحْسِبُ عُوَيْمِرًا إِلاَّ قَدْ صَدَقَ عَلَيْهَا، وَإِنْ جَاءَتْ بِهِ أُحَيْمِرَ كَأَنَّهُ وَحَرَةٌ فَلاَ أَحْسِبُ عُوَيْمِرًا، إِلاَّ قَدْ كَذَبَ عَلَيْهَا
Perhatikanlah! Apabila perempuan itu melahirkan anak yang hitam, bermata lebar dan hitam, pantatnya besar dan kedua betisnya besar, maka aku tidak mengira kecuali Uwaimir berkata jujur terhadap istrinya. Namun bila wanita itu melahirkan anak yang putih kemerahan, maka saya tidak mengira kecuali Uwaimir telah berdusta atas istrinya."
Lalu wanita itu melahirkan seorang bayi yang memiliki sifat-sifat yang disebutkan Rasulullah yang menunjukkan kejujuran Uwaimir. Setelah itu, anak tersebut dinasabkan kepada ibunya.
MULA'ANAH
Apa yang dialami oleh kedua sahabat yang mulia, menjadi landasan bagi kaum muslimin setelahnya. Menjadi ketetapan Allah pada keduanya dan umat setelahnya. Berdasarkan ayat dan hadits, serta kesepakatan para ulama, berlakulah hukum mula'anah. Sebagaimana dinukilkan oleh Ibnu Hajar pada kitab Fathul Bari adanya ijma' (kesepakatan) para ulama yang menunjukkan disyariatkannya mula'anah.
Secara bahasa dari kata dasar la'ana, dari kata al-la'an yaitu diusir dan dijauhkan dari kebaikan. Sebagian ahli ilmu menerangkan makna mula'anah adalah saling mendoakan laknat di antara dua pihak.
Secara syariat, persaksian-persaksian yang dikuatkan dengan sumpah, digandengkan dengan laknat dari arah suami dan disertai dengan doa murka Allah dari sisi istri. Menduduki posisi hukuman a- qadzf (tuduhan zina) pada hak suami dan menduduki hukuman had zina pada hak istri. Dinamakan li'an karena sumpah seorang lelaki pada ucapannya yang kelima bahwa Allah melaknatnya jika ia berdusta. Dan karena salah satu dari keduanya dusta dan hal ini tidak bisa dipungkiri, sehingga dia terlaknat.
Sebagian ahli ilmu yang lain mengatakan bahwa mula'anah adalah sumpah suami dengan lafaz khusus yang menyatakan bahwa istrinya berzina atau menolak anaknya istri dari dirinya dan sumpahnya istri untuk mendustakan suaminya terhadap perkara yang dituduhkan oleh suami.
Kapan suami melakukan mula'anah? Jika suami yakin bahwa istrinya berzina, hamil, atau anaknya yang dikandung bukan darinya. Maka saat itulah dilakukan mula'anah. Termasuk juga bila dia tidak menggaulinya namun anak tersebut lahir kurang dari enam bulan.
Adapun sekadar keraguan dan dugaan belaka, maka tidak boleh melakukan mula'anah. Hukumnya haram, dosa besar. Hendaklah dia berhati-hati. Bahkan tuduhan semisal itu termasuk dosa besar yang dilarang oleh Nabi.Sebagaimana pada ayat keempat dari surat An Nur :
وَٱلَّذِينَ يَرْمُونَ ٱلْمُحْصَنَٰتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا۟ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَآءَ فَٱجْلِدُوهُمْ ثَمَٰنِينَ جَلْدَةًۭ وَلَا تَقْبَلُوا۟ لَهُمْ شَهَٰدَةً أَبَدًۭا ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
"Dan orang-orang yang menuduh para wanita yang suci lalu tidak mendatangkan empat saksi, cambuklah dia 80 kali, jangan diterima persaksian mereka dan mereka adalah orang-orang fasik".
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ
Hindarilah oleh kalian tujuh hal yang membinasakan." Ada yang bertaya, "Apakah hal itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, menuduh zina terhadap wanita suci yang sudah menikah dan menjauh dari maksiat." [Muttafaqun alaih]
Sumber : Majalah Qudwah Edisi 71 Vol 06 1440 H halaman 57-61
Ditulis oleh Al Ustadz Abu Bakar Al Jombangi
KOMENTAR