Jadilah semisal gaharu, wangi semerbak memberikan manfaat bagi sesama.
Seperti Gaharu, Tumbuhlah dan Jangan Layu
Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma'ad mengulas tentang Oud (kayu gaharu).
Ada beberapa jenis gaharu disebutkan. Asal daerah nya, warna dan karakteristiknya.
Ada yang digunakan sebagai obat-obatan. Ada pula yang ditonjolkan sebagai pengharum (parfum).
Sebuah hadits riwayat Muslim juga dinukil oleh Ibnul Qayyim tentang penduduk surga yang perdupaan mereka menggunakan gaharu.
Wangi gaharu memang luar biasa! Semerbak harumnya mampu bertahan sekian lama. Ilmu kedokteran modern bahkan meneliti efek positif dari harumnya.
Bagi yang pernah berkunjung ke 2 tanah Suci, mestinya pernah masuk -minimalnya melihat dari luar- , toko-toko yang menjual kayu gaharu. Masih bahan mentah maupun yang telah diolah.
Bicara tentang kayu gaharu, sama saja membahas tentang aroma wangi dan harum.
--
Dari berbagai literatur bacaan, dapatlah disimpulkan bahwa damar wangi yang ada pada pohon penghasil gaharu, semua bermula dari penyakit atau luka.
Alami maupun buatan, luka atau penyakit itu akan menimbulkan infeksi. Pohon gaharu merespon secara positif dengan keluarnya getah. Setelah memadat, getah itu memiliki nilai jual yang sangat tinggi.
--
Dek. . . cobalah lihat gaharu! Seperti itulah seharusnya dirimu!
Di pesantren, di pondok, belajarlah menjadi gaharu.
Pesantren adalah miniatur kehidupan. Ada warna-warni manusia. Watak dan karakter yang berbeda bahkan bertentangan. Ada ego dan ada bentuk masing-masing.
Pelajari dan jadikanlah panutanmu! Mereka yang penyabar, setia kawan, berlapang dada, dermawan, rajin dan bercita-cita tinggi.
Belajarlah mengelola dan mengendalikan diri saat mengenal watak buruk dari orang lain.
Pasti engkau, Dek. . . merasakan luka dalam pergaulan. Tentu tumbuh penyakit-penyakit hati. Namun, responlah dengan baik. Dengan positif.
Dengan luka, engkau akan tegar dan tabah. Dengan luka, engkau tidak mudah patah. Dengan luka, engkau harus kuat. Dengan luka, engkau belajar bahwa tidak ada masalah yang tidak terselesaikan.
Bi idznillah.
--
Pujangga lahiran 176 H bernama Abu Tamam pernah menyebut kayu gaharu dalam bait syairnya.
Sebelum masuk Islam, Abu Tamam memeluk agama nasrani. Gubahan-gubahannya banyak ditemukan dalam literatur Islam.
Beberapanya dinukil oleh Adz Dzahabi dalam biografi beliau di Siyar A'lam Nubala.
Abu Tamam dengan indah menggubah :
وَإِذا أَرادَ اللهُ نَشْرَ فَضيلَةٍ -- طُوِيَتْ أَتاحَ لَها لِسانَ حَسُودِ
لَوْلَا اشْتِعَالُ النَّارِ فِيمَا جاوَرَتْ -- مَا كَانَ يُعرَفُ طِيبُ عُرْفِ الْعَوْدِ
Jika Allah berkehendak tersebarnya kebaikan yang tersembunyi.
Dia bentangkan untuknya lisan orang yang mendengki.
Kalau bukan sebab di dekatnya ada nyala api.
Harumnya kayu gaharu niscaya tak dapat dikenali.
--
Kayu gaharu barulah mewangi jika dibakar. Diletakkan di dekat api, bahkan di atas api. Dengan api, harum gaharu akan menyerbak mewangi.
Dek. . . di pesantren nanti, tidak semua berjalan seperti yang engkau harapkan.
Ada kegagalan. Ada keinginan yang tertunda. Ada angan-angan yang tidak terwujud.
Engkau harus seperti gaharu! Semakin mewangi.
Ada musibah. Kadang sakit. Kadang lapar. Sering rindu. Sering kangen.
Engkau harus seperti gaharu! Tambah harum.
Ada ucapan orang yang menyinggung perasaan. Ada kata-kata yang tidak mengenakkan. Ada canda yang berlebihan.
Tersenyumlah, karena engkau adalah gaharu.
Baarakallahu fiikum
Lendah. 03/12/20
t.me/anakmudadansalaf
KOMENTAR