Mutiara Salaf tentang menjaga keikhlasan dengan menyembunyikan amalan shalih.
KEBIASAAN SALAF: MENJAGA KEIKHLASAN DENGAN MENYEMBUNYIKAN AMAL SHALIH
Berkata Al-Allamah Ibnul Jauzi rahimahullah,
كَانَ إِبْرَاهِيم النَّخعِيّ إِذا قَرَأَ فِي الْمُصحف فَدخل دَاخل غطاه
"Apabila Ibrahim an-Nakha'i sedang membaca Al-Qur'an dengan mushaf (di masjid), lalu ada orang yang masuk, beliau langsung menutupi mushaf tersebut." (Al-Mud-hisy, hlm. 400)
Abdah bin Sulaiman al-Marwazi menceritakan,
كُنَّا سَرِيَّةً مَعَ ابْنِ المُبَارَكِ فِي بِلاَدِ الرُّوْمِ، فَصَادَفْنَا العَدُوَّ، فَلَمَّا التَقَى الصَّفَّانِ، خَرَجَ رَجُلٌ مِنَ العَدُوِّ، فَدَعَا إِلَى البِرَازِ، فَخَرَجَ إِلَيْهِ رَجُلٌ، فَقَتَلَهُ، ثُمَّ آخَرُ، فَقَتَلَهُ، ثُمَّ آخَرُ، فَقَتَلَهُ، ثُمَّ دَعَا إِلَى البِرَازِ، فَخَرَجَ إِلَيْهِ رَجُلٌ، فَطَارَدَهُ سَاعَةً، فَطَعَنَهُ، فَقَتَلَهُ، فَازدَحَمَ إِلَيْهِ النَّاسُ، فَنَظَرْتُ، فَإِذَا هُوَ عَبْدُ اللهِ بنُ المُبَارَكِ، وَإِذَا هُوَ يَكْتُمُ وَجْهَهُ بِكُمِّهِ، فَأَخَذْتُ بِطَرَفِ كُمِّهِ، فَمَدَدْتُهُ، فَإِذَا هُوَ هُوَ
"Kami pernah bersama Abdullah bin Mubarak dalam satu pasukan jihad yang sama di negeri Romawi, hingga kami pun berhadapan dengan musuh. Ketika dua pasukan telah saling berhadapan, keluar salah satu pasukan dari barisan musuh dan mengajak duel satu lawan satu.
Salah seorang dari pasukan Islam pun keluar untuk menantangnya, namun musuh itu (memenangkan pertarungan) dan membunuhnya, keluar lagi satu dan dia kembali membunuhnya, keluar lagi satu dari umat Islam dan kembali terbunuh. Lalu dia kembali menantang duel, dan kembali keluar seseorang dari barisan umat Islam, terjadi pertarungan (sengit) selama beberapa saat hingga yang muslim berhasil mengalahkan musuhnya.
Kemudian berkerumunlah orang-orang mendatanginya, dan saya perhatikan baik-baik siapa orang itu, ternyata, dia Abdullah bin Mubarak, beliau menutupi wajahnya dengan kain lengan bajunya, saya mencoba untuk menarik kain yang menutupinya dan ternyata benar, ia Abdullah bin Mubarak." (Siyar A'lam an-Nubala', VIII/394)
Orang-orang shalih di masa salaf begitu mudah tersentuh dengan nasihat dan wejangan, sebagai upaya menjaga keikhlasan, tidak jarang mereka sungguh-sungguh untuk menyembunyikan tangisannya,
Al-Hafizh Hammad bin Zaid rahimahullah pernah mengisahkan,
كَانَ أَيُّوْبُ فِي مَجْلِسٍ، فَجَاءتْهُ عَبْرَةٌ، فَجَعَلَ يَمْتَخِطُ وَيَقُوْلُ: مَا أَشَدَّ الزُّكَامَ!
"Ayyub as-Sikhtiyani pernah berada di sebuah majelis hingga ia mulai menangis (karena suatu kalimat), saat itu, beliau mulai nampak memperlihatkan mengeluarkan lendir dari hidung beliau, sambil menyatakan, 'Betapa berat penyakit flu!'¹." (Siyar A'lam an-Nubala', VI/20)
¹ Pernyataan ini tidak tergolong dusta. Karena beliau hanya menyebutkan, 'Betapa berat penyakit flu!' karena flu memang benar berat. Baru disebut berdusta jika beliau berkata, 'Saya sedang flu.'
Padahal tidak lain, tangisan lah yang sedang beliau usahakan untuk tidak diketahui orang.
Berkata Imam Muhammad bin Wasi' al-Azdi rahimahullah,
لَقَدْ أَدْرَكْتُ رِجَالًا كَانَ الرَّجُلُ يَكُونُ رَأْسُهُ وَرَأْسُ امْرَأَتِهِ عَلَى وِسَادٍ وَاحِدٍ قَدْ بَلَّ مَا تَحْتَ خَدِّهِ مِنْ دُمُوعِهِ لَا تَشْعُرُ بِهِ امْرَأَتُهُ، وَاللَّهِ لَقَدْ أَدْرَكْتُ رِجَالًا كَانَ أَحَدُهُمْ يَقُومُ فِي الصَّفِّ فَتَسِيلُ دُمُوعُهُ عَلَى خَدِّهِ لَا يَشْعُرُ الَّذِي إِلَى جَنْبِهِ
"Sesungguhnya saya mendapati orang-orang yang kepalanya dengan kepala istrinya berada di satu bantal, basah pipinya karena air mata tanpa diketahui oleh istrinya. Dan demi Allah, saya mendapati orang-orang yang salah satu dari mereka berada di shaf shalat dalam keadaan bercucuran air matanya di pipi tanpa disadari oleh orang yang di sampingnya." (Al-Ikhlas oleh Ibnu Abid Dunya, hlm. 61)
Dalam Tahdzib al-Kamal (XX/392), tentang salah satu ibadah yang disembunyikan oleh Imam Ali bin al-Husain, yang dikenal dengan gelar Zainul Abidin,
Abu Hamzah ats-Tsimali berkata,
أن علي بن الحسين كان يحمل الخبز بالليل على ظهره يتتبع به المساكين في ظلمة الليل
"Di malam hari, Ali bin al-Husain memiliki kebiasaan memikul banyak roti (dalam karung) di pundaknya, beliau bagi-bagikan kepada orang-orang miskin di tengah pekatnya malam."
Dan semua pemberian tersebut, beliau letakkan secara diam-diam, kata Muhammad bin Ishaq,
كان ناس من أهل المدينة يعيشون لا يدرون من أين كان معاشهم، فلما مات علي بن الحسين فقدوا ما كانوا يؤتون به بالليل.
“Orang-orang miskin di kota Madinah pernah hidup mendapatkan pemberian tanpa mereka mengetahui siapa orang yang selalu berbuat baik tersebut. Ketika Ali bin al-Husain meninggal, mereka tidak lagi mendapatkan sedekah yang biasa mereka dapat pada tiap malam.”
Ya, baru ketika meninggalnya beliau orang-orang miskin tersebut menyadari bahwa ternyata Zainul Abidin yang selama ini bersedekah kepada mereka.
Amr bin Tsabit mengisahkan,
لما مات علي بن الحسين وجدوا بظهره أثرا، فسألوا عنه، فقالوا: هذا مما كان ينقل الجرب بالليل على ظهره إلى منازل الأرامل
“Ketika Ali bin al-Husain meninggal dunia, orang-orang menemukan sebuah bekas di pundaknya, sebagian mereka bertanya kepada yang lain tentang penyebab bekas tersebut, lalu ada yang menjelaskan, 'Itu karena seringnya beliau memikul karung dari kulit pada malam hari ke rumah-rumah orang-orang susah.'.”
- Bahkan, selama hidup beliau dikira sebagai orang yang kikir, tak diduga oleh mereka, bahwa nyatanya Ali bin al-Husain sesosok figur yang namanya tercatat oleh sejarah, sebagai pribadi yang memberikan contoh teladan dalam menyembunyikan sedekah.
Syaibah bin Nu'amah menceritakan,
كان علي بن الحسين يبخل، فلما مات وجدوه يعول مئة أهل بيت بالمدينة.
“Semasa hidupnya, Ali bin al-Husain (terlihat) jarang berbagi, di saat beliau meninggal dunia, baru diketahui bahwa ternyata beliau menjamin nafkah seratus keluarga di Madinah.”
Berpuasa sunnah dalam keadaan tidak pernah diketahui oleh keluarganya sendiri.
Dalam biografi Al-Hafizh Dawud bin Abi Hind, adz-Dzahabi membawakan, dari Ibnu Abi Adi,
صَامَ دَاوُدُ بنُ أَبِي هِنْدٍ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً، لاَ يَعْلَمُ بِهِ أَهْلُه. كَانَ خَزَّازاً، يَحْمِلُ مَعَهُ غَدَاءهُ، فَيَتصدَّقُ بِهِ فِي الطَّرِيقِ
"Dawud bin Abi Hind menjalani puasa sunnah selama empat puluh tahun tanpa diketahui sama sekali oleh keluarganya. Berprofesi sebagai pedagang kain, tiap pagi beliau berangkat ke tokonya dengan membawa bekal makanan, di tengah perjalanan beliau menyedekahkannya." (Siyar A'lam an-Nubala', VI/378)
TIMBANGAN YANG PERTENGAHAN DALAM TIAP AKTIVITAS
Al-Allamah Yahya bin Aktsam rahimahullah pernah didatangi oleh seseorang saat beliau menjadi seorang Qadhi, lalu orang tersebut bertanya,
أصلح الله القاضي كم آكل؟ قال: فوق الجوع ودون الشبع
فقال: فكم أضحك؟ قال: حتى يسفر وجهك ولا يعلو صوتك
قال: فكم أبكي؟ قال: لا تمل من البكاء من خشية الله تعالى
قال فكم أخفي عملي؟ قال: ما استطعت
قال: فكم أظهر منه؟ قال: مقدار ما يقتدي بك البر الخير ويؤمن عليك قول الناس
Penanya, 'Semoga Allah selalu memperbagus keadaan Qadhi, berapa banyak sebaiknya saya makan?'
Yahya bin Aktsam, 'Seukuran menghilangkan lapar, tidak sampai kenyang.'
Penanya, 'Seukuran apa saya boleh tertawa.'
Yahya bin Aktsam, 'Hingga tampak bersinar wajahmu namun tidak nyaring suara tawamu.'
Penanya, 'Hingga batas apa saya bisa menangis?'
Yahya bin Aktsam, 'Jangan bosan untuk selalu menangis karena takut kepada Allah.'
Penanya, 'Berapa amalan yang harus saya sembunyikan?'
Yahya bin Aktsam, '(Sembunyikan) semaksimal kesanggupanmu.'
Penanya, 'Yang boleh saya tampakkan?'
Beliau menjelaskan, 'Sebatas orang baik bisa meneladani dan kamu bisa merasa aman dari sanjungan manusia.'" (Wafayat al-A'yan, VI/151)
PENILAIAN ALLAH TERHADAP HAMBA-NYA
Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إنَّ الله لا ينْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ، ولا إِلى صُوَرِكمْ، وَلَكن ينْظُرُ إلى قُلُوبِكمْ
"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad dan rupa kalian. Tapi Allah melihat kepada hati kalian." HR. Muslim (2564)
—————————————————————————————
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata,
مَنْ كَانَ ظَاهِرُهُ أَرْجَحَ مِنْ بَاطِنِهِ خَفَّ مِيزَانُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang siapa yang amalan lahirnya lebih baik daripada amalan batinnya (niat), maka akan ringan timbangannya di hari kiamat." (Al-Ikhlas oleh Ibnu Abid Dunya, hlm. 52, melalui Hayatus Salaf hlm. 226)
Imam Ibnu Uyainah berkata,
من تزين للناس بشيء يعلم الله منه غير ذلك شانه الله
"Orang yang berhias di hadapan manusia (dengan suatu amalan) yang Allah mengetahui di hatinya tidak seperti itu; maka Allah akan menyingkap keburukannya." (Shifah ash-Shafwah, I/425)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan,
أَنَّ فَضْلَ الْأَعْمَالِ وَثَوَابَهَا لَيْسَ لِمُجَرَّدِ صُوَرِهَا الظَّاهِرَةِ، بَلْ لِحَقَائِقِهَا الَّتِي فِي الْقُلُوبِ. وَالنَّاسُ يَتَفَاضَلُونَ ذَلِكَ تُفَاضُلًا عَظِيمًا
"Sesungguhnya keutamaan dan pahala amalan tidaklah diukur sebatas dari tampak lahirnya saja. Akan tetap dinilai dari hakikat yang ada dalam hatinya. Masing-masing manusia berbeda-beda dalam hal ini dengan perbedaan yang besar." (Minhaj as-Sunnah, VI/226)
✍ -- Jalur Masjid Agung @ Kota Raja
-- Hari Ahadi [Mutiara Hikmah Kehidupan Salafus Shalih]
________________________________
Mari ikut berdakwah dengan turut serta membagikan artikel ini, asalkan ikhlas insyaallah dapat pahala.
•••
https://t.me/nasehatetam
🖥 www.nasehatetam.net
KOMENTAR