Kisah Umar dan Para Sahabat Saat Memasuki Wilayah yang Kena Wabah dan mereka musyawarah.
KISAH UMAR DAN PARA SAHABAT SAAT AKAN MEMASUKI WILAYAH YANG TERKENA WABAH
Kisah Umar dan Para Sahabat Saat Memasuki Wilayah yang Kena Wabah |
Umar dan para Sahabat lain yang masih hidup saat itu pernah hendak memasuki wilayah Syam. Namun, ketika belum masuk wilayah itu, ada laporan dari Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan pasukannya bahwa di Syam sedang terjangkit wabah penyakit.
Umar kemudian bermusyawarah dengan memilih orang-orang pilihan secara bertahap untuk memutuskan apakah pasukan ini terus masuk ke Syam atau kembali pulang. Awalnya, Umar mengajak bermusyawarah khusus Sahabat Muhajirin yang masih hidup. Para Sahabat Muhajirin ini tidak satu suara. Mereka berselisih. Ada yang berpendapat terus masuk ke Syam, ada juga yang berpendapat kembali ke Madinah.
Kemudian Umar mengajak musyawarah kaum Anshar. Demikian juga, ada perbedaan pendapat di antara mereka.
Selanjutnya, Umar mengajak musyawarah masyayikh Quraisy yang berhijrah menjelang Fathu Makkah. Mereka tidak ada yang berselisih, berpendapat bahwa sebaiknya kembali pulang.
Umar pun mengumumkan agar pasukan bersiap pulang esok pagi. Kemudian datang Abu Ubaidah bin al-Jarrah radhiyallahu anhu bertanya kepada Umar: Apakah anda lari dari takdir Allah?
Umar menjawab:
نَفِرُّ مِنْ قَدَرِ اللَّهِ إِلَى قَدَرِ اللَّهِ أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَتْ لَكَ إِبِلٌ فَهَبَطَتْ وَادِيًا لَهُ عُدْوَتَانِ إِحْدَاهُمَا خَصْبَةٌ وَالْأُخْرَى جَدْبَةٌ أَلَيْسَ إِنْ رَعَيْتَ الْخَصْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ وَإِنْ رَعَيْتَ الْجَدْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللَّهِ
Kita lari dari takdir Allah menuju takdir Allah. Bukankah jika engkau memiliki unta kemudian berhenti (ada pilihan) pada 2 lembah yang memiliki 2 tempat. Satu tempat subur dan tempat yang lain tandus. Bukankah jika engkau gembalakan untamu di tempat yang subur, engkau menggembalakannya dengan takdir Allah? dan jika engkau gembalakan di tempat yang tandus engkau menggembalakannya dengan takdir Allah?
Setelah itu datanglah Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu yang sebelumnya tidak hadir karena ada suatu keperluan, menyampaikan hadits yang pernah didengarnya dari Nabi shollallahu alaihi wasallam. Abdurrahman bin Auf menyatakan:
إِنَّ عِنْدِي فِي هَذَا عِلْمًا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ
Sesungguhnya aku memiliki ilmu tentang hal ini. Aku mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Jika kalian mendengar di suatu tempat (terjangkit wabah) jangan masuk ke dalamnya. Jika (wabah itu) menimpa suatu tempat sedangkan engkau berada di dalamnya, janganlah keluar karena lari dari wabah itu (H.R al-Bukhari dan Muslim)
Kisah dalam hadits Shahih al-Bukhari dan Muslim tersebut memiliki sekian banyak pelajaran berharga bagi kita. Sedikit faidah atau pelajaran berharaga tersebut di antaranya adalah:
Faidah pertama: Tawadhu’nya Umar. Meski beliau memiliki ilmu yang luas, pemahaman yang kokoh dan akal yang cerdas, bahkan Nabi mengatakan bahwa ia termasuk yang mendapat ilham, namun beliau tetap bermusyawarah. Apalagi hal itu terkait dengan urusan orang banyak.
Faidah kedua: Hendaknya yang diajak musyawarah adalah orang-orang pilihan. Sebaiknya yang diikutkan dalam musyawarah adalah orang-orang yang berjumlah sedikit. Agar tidak banyak perselisihan. Umar pada awalnya mengumpulkan hanya Muhajirin, kemudian Anshar saja, kemudian masyayikh Quraisy yang berhijrah sebelum Fathu Makkah. Hal itu juga menunjukkan bahwa pihak yang diajak bermusyawarah secara terpisah memiliki kekhususan tersendiri. Misalkan, awalnya mengajak musyawarah para pemimpin, kemudian berikutnya mengajak musyawarah tersendiri para Ulama, dan seterusnya.
Faidah ketiga: Melakukan aksi atau tindakan-tindakan tertentu sebagai penyebab adalah bagian dari takdir Allah. Bukan peniadaan terhadap takdir Allah. Seseorang yang tidak mau masuk ke suatu wilayah yang terkena wabah, ia menghindar dari wabah itu karena takdir Allah juga.
Faidah keempat: Musyawarah adalah untuk hal-hal yang tidak memiliki nash hujjah yang jelas. Jika telah ada hujjah dalil yang tegas, itulah yang diambil. Tidak perlu dimusyawarahkan lagi.
Faidah kelima: Diterimanya khabar ahad dalam hadits. Meski pun yang menyampaikan hadits hanya seorang, yaitu Abdurrahman bin Auf saja, itu sudah cukup dan diterima.
Faidah keenam: Kadangkala seseorang yang berilmu tidak mengetahui suatu hadits. Ada orang yang tingkatan keilmuannya di bawahnya, pernah mengetahui adanya suatu hadits. Sekian banyak Sahabat termasuk Umar tidak pernah mendengar hadits Nabi itu. Barulah mereka tahu setelah disampaikan oleh Abdurrahman bin Auf.
(disarikan dari penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Ta'liq ala Shahih Muslim (7/20-26))
(dikutip dari buku "Sirah Sahabat bag ke-1", Abu Utsman Kharisman, penerbit atTuqa) | WA al I'tishom
Majmu'ah Salafy Baturaja
Kanal Telegram: https://t.me/salafybaturaja
KOMENTAR