Biografi Halimah As Sa'diyah, Pengasuh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
HALIMAH AS-SA’DIYAH, SANG PENGASUH MANUSIA TERBAIK
Al-Ustadz Idral Harits Thalib Abrar حفظه الله تعالى
Kebiasaan bangsawan Arab ketika itu ialah menyerahkan bayi-bayi mereka kepada keluarga badui (Arab) di pedalaman. Tujuannya untuk disusukan dan diasuh oleh mereka selama beberapa waktu. Alasannya ialah agar anak-anak mereka terdidik menjadi orang yang berani, lugas, dan sehat. Karena udara dan lingkungan di pedalaman yang masih bersih.
Seakan-akan sudah sepakat, wanita-wanita dusun di Thaif berduyun-duyun ke kota Makkah mencari bayi-bayi bangsawan Quraisy yang ingin disusukan.
Tak ketinggalan, Halimah berangkat bersama suaminya dan salah seorang anaknya yang masih menyusui. Mereka ikut serta dalam rombongan wanita Bani Sa'ad bin Bakar yang turun ke Makkah untuk mencari bayi-bayi yang akan disusukan. Kejadian itu, di musim kemarau, tidak ada sesuatu yang tersisa pada keluarga Halimah.
Halimah dan suaminya bertolak dengan menunggangi seekor keledai betina yang kurus dan membawa seekor kambing. Demi Allah, tidak ada setetes pun susu yang keluar. Dan mereka tidak pula dapat tertidur karena tangis anak mereka yang sedang kelaparan. Air susu Halimah sudah kering dan tidak mengenyangkannya. Pada kambing itu juga tidak ada sesuatu yang dapat diberikan kepada anaknya. Akan tetapi, semuanya mengharapkan pertolongan dan kelapangan.
Halimah menuturkan, ”Kami pun berangkat menunggangi keledai betina itu, meskipun dengan susah payah karena dia sangat lemah.
Akhirnya, kami tiba di Makkah, dan mulai mencari bayi yang akan disusukan. Tidak seorang pun wanita rombongannya, kecuali telah ditawarkan untuk membawa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ketika dikatakan kepada mereka bahwa beliau adalah anak yatim, mereka semua mengatakan bahwa kedatangan mereka adalah untuk mendapatkan kebaikan (upah) dari ayah bayi yang mereka susukan. Kalau anak tersebut dalam keadaan yatim, apa yang akan diperbuat oleh ibu dan kakeknya❓ Sebab itulah kami tidak mau membawa beliau.
Akhirnya, tidak seorang pun wanita yang serombongan denganku, kecuali telah membawa seorang bayi, selain aku. Setelah kami sepakat untuk pulang ke kampung, aku berkata kepada suami, ’Demi Allah, aku tidak mau pulang bersama teman-teman dalam keadaan tidak membawa seorang bayi yang akan aku susui. Demi Allah, aku akan mendatangi anak yatim itu dan membawanya.’
’Tidak apa-apa, kalau engkau melakukannya,’ kata suamiku. ’Mudah-mudahan Allah menjadikannya membawa berkah bagi kita.’
Aku pun menemui keluarga anak yatim itu (Muhammad shallallahu alaihi wasalam) dan membawanya. Tidak ada yang mendorongku membawanya selain karena tidak ada Iagi anak yang Iain.
Setelah aku membawanya, aku kembali ke kendaraanku. Begitu aku letakkan Muhammad ﷺ dalam dekapanku, dia segera menyusu dengan lahapnya sampai puas. Demikian pula saudaranya, anak yang aku bawa. Kemudian keduanya tidur dalam keadaan kenyang. Kami pun tertidur, padahal sebelum itu kami tidak dapat tidur.
Kemudian suamiku mendekati kambing kami. Ternyata kambing kami susunya penuh. Dia pun memerahnya dan meminumnya. Aku juga meminum susu kambing sampai kenyang dan puas. Malam itu kami lalui dengan tenang.
Esok paginya, suamiku berkata, ’Ketahuilah, hai Halimah, demi Allah. Engkau sudah mengambil satu jiwa yang diberkahi.’
’Demi Allah, sungguh, aku juga berharap demikian,’ jawabku.
Kemudian aku mendekati keledai betina itu sambil menggendong Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Demi Allah, keledai itu menjadi tangkas dan berjalan dengan cepat.
Teman-teman serombongan berseru heran, ’Hai Bintu Abi Dzuaib, kasihani kami, jangan buru-buru. Bukankah ini keledai betinamu yang kurus itu?’
Aku berkata, 'Betul. Demi Allah, memang dia.’
’Demi Allah, dia jadi berubah,’ kata mereka.
Akhirnya, kami tiba di rumah kami, di perkampungan Bani Sa'ad. Aku tidak tahu apakah ada tanah yang lebih tandus dan gersang daripada tanah kami ini. Tiba-tiba, kambing-kambing kami mendatangi kami dalam keadaan kenyang dan penuh susu.
Kami pun memerah dan meminum susunya. Adapun kambing milik para tetangga dalam keadaan kurus dan tidak ada susunya. Kami selalu meyakini bahwa ini adalah tambahan kebaikan dari AIIah. Demikianlah sampai berjalan dua tahun, lalu aku menyapih Muhammad ﷺ.
Setelah disapih, Muhammad ﷺ tumbuh sehat dan kuat, tidak seperti anak kebanyakan. Belum lagi dua tahun usianya, dia sudah demikian cerdiknya.
Sudah tiba waktunya, kami mengembalikannya kepada ibunya. Padahal, kami berharap dia masih tinggal bersama kami. Karena melihat berkah yang dilimpahkan Allah kepadanya.
Setelah kami tiba di Makkah, kami membujuk ibunya agar mengizinkannya tinggal lagi bersama kami. 'Kalau boleh kami ingin membawanya lagi bersama kami. Kami khawatir wabah Makkah menyerangnya.”
Akhirnya, ibu beliau mengizinkan.
⭕️ DADA RASULULLAH ﷺ DIBELAH
Setelah Rasulullah ﷺ kembali dalam asuhan Halimah dan suaminya, terjadi peristiwa besar. Diriwayatkan oleh Al Imam Muslim رحمه الله, bahwa Jibril mendatangi Rasulullah ﷺ yang sedang bermain-main dengan anak-anak lainnya. Jibril segera menangkap beliau dan membaringkan beliau. Lalu Jibril membelah dada beliau dan mengeluarkan qalbu beliau, sambil berkata, "lni bagian syaithan dari dirimu." Kemudian dia membasuhnya di dalam sebaskom air Zamzam. Setelah itu, Jibril memasukkan qalbu itu kembali ke tempatnya semula."
Anas bin Malik رضي الله عنه menceritakan bahwa dia pernah melihat bekas jahitan itu di dada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Anakku lari pulang dalam keadaan pucat pasi. Dengan nafas terengah-engah dia menceritakan, "Temanku Quraisy itu, ditangkap dua orang berpakaian putih-putih, lalu membaringkannya, dan membelah dadanya."
Akhirnya, Halimah dan suaminya segera menuju tempat itu. Mereka melihat Muhammad (ﷺ) dalam keadaan pucat pasi.
Halimah dan suaminya segera memeluk Muhammad (shallallahu alaihi wasallam) dengan penuh kasih sayang, sambil bertanya, ”Ada apa?"
Kata Muhammad shallallahu alaihi wasallam, "Tadi ada dua orang berpakaian putih-putih mendatangiku. Lalu membaringkanku dan membelah perutku. Mereka mengeluarkan sesuatu dari perutku. Aku tidak tahu apa yang mereka keluarkan.”
Suami Halimah berkata, "Aku khawatir anak ini terkena sesuatu (jin atau sejenisnya). Bawalah dia pulang kepada keluarganya."
Setelah tiba di Makkah, Aminah, ibunda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam merasa heran. Mengapa Halimah membawa putranya pulang, padahal mereka begitu antusias mengasuh Muhammad?.
Halimah mengelak, "Aku khawatir dia ditimpa sesuatu, maka aku kembalikan dia kepada Anda, sebagaimana yang Anda inginkan."
Kata Aminah, "Jujur saja, ada apa ?”
Setelah mendengar cerita Halimah, Aminah berkata, "Apakah engkau mengkhawatirkan anak ini diganggu syaithan? Demi Allah, tidak ada jalan bagi syaithan untuk mengganggunya. Anakku ini mempunyai urusan yang hebat. Apakah kau mau aku ceritakan sesuatu tentang dia?“
Kata Halimah, "Tentu."
"Ketika aku mengandung anak ini, aku melihat cahaya keluar dari rahimku menembus istana di Syam. Dan aku, demi Allah, selama kehamilan, merasakan keadaan yang sangat mudah. Sampai saat melahirkan. Ketika aku melahirkan anak ini, dia keluar dalam keadaan kepalanya menengadah menatap langit dan meIetakkan kedua tangannya di tanah. Pergilah, bawalah dia dengan aman."
Akhimya, Halimah kembali membawa Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Namun beberapa waktu kemudian, mereka mengembalikannya kepada Aminah.
YATlM PIATU
Dengan berat hati, Halimah menyerahkan Muhammad ﷺ kecil kepada Aminah. Adapun sebabnya -menurut lbnu Hisyam, seorang ahli tarikh yang terkenal- ialah adanya serombongan orang Nashrani Habasyah melihat Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersama Halimah.
Mereka mendekati Halimah dan menanyakan tentang beliau, sambil membolak-balikkan tubuh beliau. Setelah itu, mereka mengatakan ingin membawa Muhammad shallallahu alaihi wasallam kepada raja mereka, karena mereka mengetahui keadaan anak ini. Akan tetapi, Halimah menolak dan segera membawa Muhammad shallallahu alaihi wasallam ke Makkah.
Ketika itu, Muhammad shallallahu alaihi wasallam berusia enam tahun.
Setelah tinggal kembali bersama ibunya, Muhammad shallallahu alaihi wasallam diajak ibunya Aminah, bersama Ummu Aiman, budak hitam yang diwariskan oleh ayahnya, menziarahi keluarga ayahnya di Madinah, yang ketika itu masih bernama Yatsrib.
Setelah beberapa waktu di lingkungan Bani Adi bin An Najjar, mereka pun kembali ke Makkah.
Setibanya di Abwa‘ (antara Makkah dan Madinah), Aminah jatuh sakit, lalu meninggal dunia dan dikuburkan di sana.
Akhirnya, Muhammad shallallahu alaihi wasallam tinggal sebatang kara. Hanya bersama Ummu Aiman, inang pengasuh yang setia.
Sumber || Majalah Qudwah Edisi 07 || https://t.me/Majalah_Qudwah/1127
KOMENTAR