Biografi Ummul Mukminin Juwairiyah bintu Al Harits, Istri Nabi Muhammad.
WANITA MULIA PENUH KEBERKAHAN
Biografi Juwairiyah bintu Al Harits |
Sosok Pribadi
Ummul Mukminin Juwairiyah bintu Al Harits. Beliau adalah
sosok wanita mulia di tengah Bani Musthaliq. Kemuliaan beliau di antara
sebabnya adalah karena kedudukan ayahnya -Al Harits bin Abi Dhirar- sebagai
pembesar kaumnya.
Beliau tumbuh berkembang dalam naungan kepemimpinan ayahnya
yang sangat ditaati oleh kaumnya. Sebagaimana dimaklumi bahwa keadaan sebuah
keluarga sangat besar dan kuat pengaruhnya bagi perkembangan jiwa seorang anak.
Allah telah menghiasi beliau dari sejak kecilnya dengan sifat-sifat mulia,
kelembutan, dan keindahan akhlak serta berbagai keutamaan lainnya. Sifat-sifat
yang semakin menambah indah kejelitaannya. Sifat-sifat yang menjadi bekal
beliau nantinya untuk menjadi ibunda kaum mukminin, menjadi teladan bagi para
wanita yang ingin meraih kemuliaan, serta menjadi salah satu diantara
wanita-wanita suci ahlul bait yang memiliki kedudukan penting dalam Islam.
Saat masih belianya beliau telah dinikahkan oleh ayahnya
dengan Musafi' bin Shafwan, seorang pemuda dari khuza'ah yang juga merupakan saudara
sepupunya. Bagaimana jalan cerita yang mengantarkan beliau masuk dalam ikatan
mutiara kenabian dan menjadi salah satu diantara ibunda kaum mukminin? Inilah
yang akan kita urai pada lembaran-lembaran berikut:
Awal Kali Cahaya Islam Terpancar
Cahaya Islam telah muncul dan mulai merayap menerangi
Jazirah Arabiyah, terkhusus setelah Allah memberikan kemenangan yang gemilang
kepada Rasul-Nya dalam Perang Badar. Bahkan setelah peristiwa Perang Khandaq cahaya
Islam semakin kuat merambah dan menerangi Jazirah. Kenyataan ini menjadi bukti
akan kebenaran risalah Nabi.
Namun hal itu tidak menjadikan Bani Mushthaliq bergerak
untuk menyongsong cahaya Islam yang terus menyebar tersebut. Kekalahan mereka
ketika menjadi sekutu Quraisy dalam Perang Khandaq tidak menjadi pelajaran buat
mereka. Bahkan mereka terus-menerus terlelap dalam selimut jahiliyah di bawah
tali kekang pemimpin mereka, Al Harits bin Abi Dhirar. Mereka berusaha bangkit
dengan penuh kecongkakan dan kesombongan untuk menghadang dan menghalangi
cahaya yang suci tersebut.
Setan pun mulai mengusik, menggoda, dan mempermainkan
jiwa-jiwa mereka. Digambarkan kepada mereka bahwa mereka adalah orang-orang
kuat dan para penunggang kuda yang hebat. Bahwa mereka adalah orang-orang
tangguh dan perkasa. Mulailah mereka melakukan berbagai persiapan untuk
memerangi kaum muslimin. Semua yang bisa dipersiapkan untuk tujuan tersebut
mereka lakukan, baik personil tempur, kendaraan, persenjataan, maupun
perbekalan.
Mereka belum juga menyadari bahwa yang akan mereka perangi adalah
manusia-manusia mulia, para kekasih Allah. Manusia-manusia yang berusaha
mencari kebaikan, keselamatan, kesuksesan, dan kebahagiaan abadi. Manusia-manusia
yang ingin memberikan manfaat bagi manusia yang lainnya dengan mengeluarkan
mereka dari berbagai kegelapan dan kepekatan jahiliyah menuju cahaya hidayah
dan kebahagiaan hidup yang sebenarnya.
Hikmah Nubuwah
Berita tentang berkumpulnya kekuatan Bani Mushthaliq untuk
menyerang kaum muslimin telah sampai kepada Nabi. Dengan penuh ketenangan dan
hikmah Nabi berupaya untuk mengecek kebenarannya. Maka diutuslah Buraidah bin
Al Hushaif untuk menakar kekuatan pasukan musuh tersebut. Dari misi tersebut
dipastikan bahwa mereka betul-betul telah mempersiapkan diri untuk menyerang
dan menghancurkan kaum muslimin serta memadamkan cahaya Islam.
Buraidah pun kembali ke Madinah dengan membawa berita yang
valid tentang kaum tersebut. Beliau kabarkan apa yang dilihat dan didengar dari
pembicaraan di antara mereka. Setelah mendengar laporan dari shahabatnya
tersebut, segera Nabi menyiapkan pasukan yang terdiri dari 700 orang petempur. Beliau
segera memimpin pasukan tersebut menuju kediaman Bani Mushthaliq. Ikut dalam
pasukan tersebut ibunda yang mulia, Aisyah.
Sampailah ke telinga Al Harits bin Abi Dhirar dan pasukannya
berita pergerakan pasukan Rasulullah menuju tempat mereka. Perasaan takut dan
gentar mulai merasuki hati-hati mereka. Semakin pasukan Rasulullah mendekat,
semakin kuat rasa takut itu menggoncang mereka. Sampai-sampai sebagian mereka
meninggalkan sang pemimpin itu untuk mencari keselamatan diri. Rasa takut telah
menguasai mereka. Mereka sangat khawatir ketika mereka lalai atau sedang dibuat
mimpi tiba-tiba mereka telah dikepung oleh pasukan muslimin dan para ksatria
Islam.
Adapun Rasulullah dan pasukannya telah sampai di wilayah
dekat mata air Muraisi'. Karena itu pula peperangan ini dikenal dengan perang Muraisi'
dan perang Bani Mushthaliq. Segeralah mereka membuat kemah untuk Rasulullah dan
istri beliau. Kemudian mereka segera melakukan persiapan untuk mengepung musuh.
Sebelum pertempuran terjadi, Rasulullah meminta Umar bin Khaththab agar menyeru
Bani Mushthaliq untuk masuk ke dalam Islam dengan mempersaksikan kalimat tauhid,
yang dengan persaksian tersebut akan menjadi pelindung terhadap darah dan harta
mereka.
Akan tetapi, Bani Mushthaliq telah dikuasai setan yang terus
meniup-niupkan kesombongan dan keangkuhan pada jiwa mereka. Mereka enggan untuk
memenuhi ajakan kebenaran dan menerima cahaya hidayah. Bahkan mereka berusaha
untuk memulai menyalakan api pertempuran. Salah seorang dari mereka melesatkan
anak panahnya hingga mengenai seorang dari pasukan Rasulullah.
Maka beliau
segera memerintahkan pasukan untuk menggempur mereka. Terbunuhlah dari mereka sepuluh
orang, diantaranya adalah Musafi' bin Shafwan, suami dari Juwairiyah bintu Al
Harits. Sedangkan yang lainnya ditawan oleh pasukan muslimin. Jumlah mereka
diperkirakan mencapai 700 an orang. Harta-harta mereka pun dijadikan ghanimah
sedangkan wanita-wanita dan anak-anak mereka dijadikan budak. Allah telah
menolong Rasul-Nya dengan kemenangan yang besar.
Juwairiyah dan Kemenangan Kaum Mukminin
Setelah pertempuran berakhir, Rasulullah dan pasukan beliau
kembali ke Madinah dengan menggiring para tawanan dan harta mereka. Ghanimah
yang didapatkan demikian banyak sampai mencapai sekitar 2000 ekor unta, 5000
ekor kambing, dan 200 keluarga yang dijadikan budak. Rasulullah membagikan
rampasan perang beserta budak-budak yang ada kepada pasukan beliau. Diantara
budak-budak tersebut adalah juwairiyah bintu Al Harits.
Juwairiyah merupakan gadis muda dengan segenap kecantikan
yang menghias dirinya. 'Aisyah mengungkapkan, "Juwairiyah adalah wanita
yang manis menawan. Tiada seorang pun yang memandangnya kecuali akan jatuh hati
kepadanya." [H.R. Abu Dawud].
Beliau juga seorang wanita yang cerdas dan
memiliki pandangan yang jauh. Keistimewaan ini yang menjadikan beliau tampak
berbeda dari budak-budak wanita yang lain. Saat itu beliau jatuh dalam
kepemilikan Tsabit bin Qais bin Syammas Al Anshari. Tsabit pun memberikan janji
pembebasan untuknya jika membayar 7 'uqiyah1 emas.
Dengan kecerdasannya beliau mengerti bagaimana rendahnya
menjadi hamba sahaya. Belum lagi selama ini beliau hidup dalam kemuliaan
sebagai putri pembesar kaumnya. Maka beliau menerima tawaran pembebasan
tersebut, meskipun yang harus dibayarkan demikian tinggi untuk ukuran harta di
masa itu.
Beliau pun berusaha untuk bisa menghadap Nabi yang mulia. Dia memohon
kepada Nabi untuk membantu urusannya dan mengisahkan kepada beliau perjalanan
hidup yang telah dilewatinya. Beliau berkata, "Wahai Rasulullah. Saya
adalah seorang wanita muslimah. Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
benar selain Allah dan bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah. Saya adalah
Juwairiyah bintu Al Harits pemimpin Bani Musthaliq. Dan perkara saya tentu
tidaklah tersembunyi bagi engkau."
Dalam riwayat lain beliau berkata, "Telah menimpa saya
sebuah musibah sebagaimana yang engkau ketahui. Saya jatuh dalam kepemilikan
Tsabit bin Qais, dan dia menjanjikan pembebasan diri saya dengan sesuatu yang
saya tidak memiliki kemampuan untuk menunaikannya. Saya harus membayar 7 'uqiyah
emas untuk bisa bebas. Tidak ada yang memaksa saya menghadap Anda kecuali saya
berharap bantuan Anda."
Mendengar ungkapan wanita tersebut Nabi balik bertanya, "Apakah
engkau berharap yang lebih baik daripada itu?" Juwairiyah menjawab, "Apa
itu wahai Rasulullah?" Nabi menjawab, "Aku tunaikan pembebasanmu dan
aku nikahi dirimu." Allahuakbar... Uluran tangan dari sebaik-baik makhluk
untuk Juwairiyah. Lepas dari perbudakan dan menjadi istri Nabi di dunia dan
akhirat. Menjadi ibunda bagi seluruh mukminin dan mukminat. Menjadi salah satu
diantara para pembesar wanita di dunia dan akhirat.
Al Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya bahwa Juwairiyah
berkata, "Tiga hari sebelum kedatangan Rasulullah dan pasukannya, aku
bermimpi seakan rembulan bergerak dari Madinah hingga sampai di pangkuanku. Aku
tidak mau menceritakan mimpiku tersebut kepada siapapun. Ketika kami menjadi
tawanan, saat itu pula aku teringat dengan mimpiku. Dan aku sangat berharap
Allah mewujudkan mimpiku hingga akhirnya Rasulullah membebaskanku dan
menikahiku." Disebutkan pula bahwa Rasulullah menikahinya dan saat itu
usianya sekitar 20 tahun.
Keberkahan Juwairiyah Bagi Kaumnya
Juwairiyah telah menjadi ibunda bagi kaum mukminin. Tersebarlah
berita pernikahan Nabi dengan Juwairiyah ditengah kaum mukminin. Mendengar itu
seketika mereka membebaskan budak-budak yang mereka dapatkan dari peperangan
dengan Bani Musthaliq tersebut. Mereka mengatakan, "Sesungguhnya
Rasulullah telah menikahi Sayyidah Juwairiyah bintu Al Harits. Dan mereka
adalah ipar-ipar Rasulullah. Tidak pantas kita menjadikan mereka sebagai budak."
Melihat kejadian tersebut, Aisyah berkata, "Kami tidak pernah mendapati seorang
wanita pun yang lebih besar keberkahannya dibandingkan dia." Allah telah
membebaskan dengannya 100 keluarga Bani Musthaliq. Sikap kasih sayang kaum
mukminin inilah yang menjadi sebab mereka bersegera masuk ke dalam Islam. Semua
ini menjadi sebab semakin besarnya kekuatan kaum muslimin.
Ibnu Abdil Bar menyebutkan dalam kitab Al Isti'ab, "Beliau
asalnya bernama Barrah. Kemudian Rasulullah mengubah namanya menjadi Juwairiyah.
Rasulullah menikahi Juwairiyah pada tahun ke-5 H."
Kehidupan Juwairiyah sebagai Istri Nabi
Beliau telah mendapatkan kesejukan mata dan ketentraman hati
dengan menjadi istri Nabi. Beliau mendapatkan bimbingan dan teladan langsung dari
Nabi dalam menjalankan tugas sebagai hamba Allah di kehidupan dunia ini. Cahaya
nubuwah benar-benar telah memoles sosok wanita mulia ini untuk menjadi teladan
bagi para wanita umat ini. Beliau seorang ahli ibadah, penyabar, pemurah, dan
penyampai ilmu Nabi kepada umat. Diantara sahabat Nabi yang telah meriwayatkan
hadis beliau adalah Ibnu Abbas, Jabir bin Abdillah, Ibnu Umar, dan yang lainnya.
Beliau telah meriwayatkan 7 hadis. Diantaranya 1 hadis dalam Shahih Al-Bukhari
dan 2 hadis dalam Shahih Muslim.
Al Imam Muslim telah meriwayatkan dalam shahihnya bahwa Juwairiyah
berkata, "Suatu pagi Rasulullah datang ke rumahku dalam keadaan aku sedang
salat sunnah. Beliau kemudian keluar untuk keperluannya. Mendekati tengah hari
beliau datang kembali. Beliau bertanya, 'Apakah engkau sejak pagi tadi masih di
tempatmu ini?' Aku menjawab, 'Iya'. Beliau bersabda, "Maukah aku ajari
beberapa kalimat yang mampu menandingi salat sunnah yang engkau laksanakan
sejak tadi pagi? Ucapkanlah:
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ عَدَدَ خَلْقَهِ وَرِضَى نَفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ
"Mahasuci Allah dengan segala pujian untuk-Nya,
sebanyak makhluk-Nya, sebanyak rida-Nya, seberat Arsy-Nya, dan sebanyak kalimat-Nya."
Sepeninggal Rasulullah, para ummahatul mukminin dimuliakan
oleh para Khulafaur Rasyidun, demikian juga para khalifah dari Bani Umayyah.
Juwairiyah berumur panjang hingga khilafah Muawiyyah bin Abi
Sufyan. Pada tahun ke-50 H, beliau merasa ajal beliau semakin dekat. Tepat di
bulan Rabi'ul awal tahun 50 dia wafat di usia sekitar 70 tahun. Beliau
dimakamkan di pemakaman Baqi'.
Baca juga : KHADIJAH, KEKASIH SEPANJANG MASA
Rujukan:
1. Sirah Ibnu Hisyam (2/497)
2. Siyar A'lamin Nubala (3/504-507)
Sumber: Majalah Qudwah Edisi 73 vol.07 1441H Hal. 32
KOMENTAR