Kisah 'Ayyasy bin Abi Rabi'ah dan Asma bintu Salamah dalam Menemukan Hidayah Islam dan Bersabar Mempertahankannya.
Asma bintu Salamah
oleh Al Ustadz Abu Hamzah Kaswa
Saat-Saat Yang Mencemaskan
Malam mulai mengembangkan sayapnya. Perlahan keadaan kota
Mekah semakin temaram. Asma' merasakan kegelisahan ketika sang suami -'Ayyasy
bin Abi Rabi'ah- tak kunjung pulang. Dia berpikir, apakah Abu Jahl yang
merupakan saudara seibu suaminya dan orang yang sangat kejam terhadap para shahabat
Nabi itu melihat suaminya bersama Nabi Muhammad? Apakah ada seseorang yang
mengabarkan kepada ibu suaminya -Asma' bintu Makhramah- bahwa putranya telah
menyambut dakwah sang Nabi tersebut?
Sekilas Asma' bintu Salamah
melihat sesosok tubuh berjalan mendekat. Hatinya terasa risau. Ternyata benar,
yang datang adalah suaminya. Setelah 'Ayyasy duduk, Asma' bertanya, "Berita
apa yang engkau bawa, wahai suamiku? Apakah engkau bertemu dengan beliau (Rasulullah)?"
'Ayyasy menjawab, "Tidak. Mata-mata kaum Quraisy senantiasa memantau rumah
beliau." Asma' berkata, "Saya punya usul. Bagaimana kalau engkau
mendatangi rumah Abu Bakar, Zaid bin Haritsah, Utsman bin Affan, dan
orang-orang yang diketahui telah mengikuti agama beliau?"
'Ayyasy pun
pergi menuju rumah Abu Bakar. Sesampainya di sana dia menoleh ke kanan dan ke
kiri, khawatir ada seseorang membuntutinya. Setelah dia yakin bahwa tidak ada
orang lain, perlahan dia ketuk rumah shahabat yang mulia tersebut.
Abu Bakar menyambut tamunya dengan ramah. Terjadi
perbincangan panjang antara 'Ayyasy dengan tuan rumah. Abu Bakar bercerita
tentang Nabi yang membawa ajaran Islam. 'Ayyasy bertanya, "Apa itu Islam?"
Abu Bakar menjawab, "Engkau pasrahkan hatimu kepada Allah, dan engkau jaga
lisan dan tanganmu dari mengganggu kaum muslimin."
'Ayyasy kembali bertanya, "Apa itu nabi?"
Abu Bakar menjawab, "Seseorang yang mendapatkan wahyu dari langit,
kemudian mengabarkannya kepada penduduk bumi." 'Ayyasy bertanya lagi, "Apakah Allah
berbicara kepada manusia?" Abu Bakar menjawab, "Allah benar-benar
telah berbicara dengan Musa bin Imran dengan sebenar-benar pembicaraan."
Begitu 'Ayyasy keluar dari rumah Abu Bakar, beliau bertemu
Utsman bin Affan. Beliau bertanya kepada Utsman, "Islam yang manakah yang
paling utama?" Utsman menjawab, "Kamu beriman kepada Allah, para
malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir, dan takdir yang baik maupun yang
buruk."
'Ayyasy malam itu kembali ke rumahnya. Sesampainya di rumah, sang
istri bertanya, "Apakah engkau telah berjumpa dengan salah seorang
diantara mereka?" 'Ayyasy menjawab,
"Ya." Sang istri kembali bertanya, "Apa yang mereka katakan?"
'Ayyasy menjawab, "Aku mendengar sesuatu yang membuatku kagum. Dan
sekarang aku betul-betul yakin dengan sesuatu yang kemarin aku meragukannya."
Sang istri berkata, "Tadi aku berpapasan dengan Ummu Fadhl
-istri Al Abbas bin Abdul Muththalib.- Dia mengajakku untuk masuk agama Islam.
Khadijah bintu Khuwailid, Ummu Fadhl dan Barakah Al Habasyiyah -istri Zaid bin
Haritsah- telah masuk Islam. Ummu Fadhl tadi membacakan beberapa ayat Al Quran
yang membuat hatiku bergetar dan seakan perasaanku melayang."
Baca juga : BIOGRAFI UMMU FADHL
Keesokan harinya mereka berdua bertekad untuk berjumpa
dengan Rasulullah. Mereka berusaha untuk keluar rumah dengan diam-diam. Mereka
mendapati Rasulullah sedang salat bersama Ali bin Abi Thalib di sebuah lembah
milik ayahnya. Setelah keduanya selesai dari salat, 'Ayyasy segera mendekati Nabi
diiringi oleh sang istri. Kemudian Nabi menawarkan Islam kepada keduanya.
Beliau juga membacakan beberapa ayat. Keduanya pun mendengarkan yang dibaca
Rasulullah dengan penuh khidmat. Ayat-ayat itu begitu dalam menembus dan
menerangi hati keduanya. 'Ayyasy dan istrinya mempersaksikan syahadatain
dihadapan sang Nabi.
Sejak peristiwa itu 'Ayyasy tidak pernah meninggalkan
Rasulullah. Beberapa waktu kemudian Nabi menjadikan rumah Al Arqam Bin Abil
Arqam Al Makhzumi sebagai tempat pertemuan Rasulullah dan para shahabatnya. Mereka
berkumpul di sekitar Rasulullah untuk mengambil ilmu yang paling mulia dan
mendengar kallamullah yang keluar dari lisan Nabi-Nya yang mulia.
Adapun Asma' bintu Salamah berupaya mengambil ilmu dari
suaminya, apa yang didapatkan dari Rasulullah. Keduanya senantiasa
mengulang-ulang ilmu yang mereka dapatkan dan menerapkannya dalam amalan harian
mereka.
Ujian Keimanan
Suatu hari Asma bintu Makhramah -ibunda 'Ayyasy- datang ke
rumah. Dia langsung berbicara kepada putranya, "Telah sampai berita kepadaku
bahwa kamu sudah murtad dan mengikuti Muhammad?!" 'Ayyasy menjawab, "Aku
tidak murtad. Bahkan aku masuk Islam."
Asma' bintu Makhramah memandang ke
arah menantunya dan bertanya, "Kalau kamu?" Asma' bintu Salamah
menjawab, "Aku membuang peribadatan kepada patung-patung itu dan aku
beriman kepada Allah yang Maha perkasa."
Asma' bintu Makhramah
menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata kepada putranya, "Apa kamu
tidak tahu kalau Bani Makhzum akan menindas dan menyiksa siapa saja yang
mengikuti Muhammad? Apa kamu tidak berpikir apa yang akan dialami oleh orang
yang keluar dari agama nenek moyangnya? Kembalilah kamu kepada agama nenek
moyangmu dan tinggalkan semua yang kamu dapatkan dari Muhammad. Dia telah
memisahkan antara ibu dengan anaknya, antara seorang suami dengan istrinya, dan
antara kawan dengan kawannya."
Asma' bintu Salamah berkata, "Nabi Allah justru telah
datang membawa kebaikan dunia dan kebaikan akhirat." Asma' bintu Makhramah
berkata, "Kalian berdua mau mengulang apa yang dia ucapkan tentang
kebangkitan dan hisab?" Mendengar itu sang ibu berkata, "Kalian
berdua memang sudah terkena sihir Muhammad." Sang ibu kemudian berkata
lagi kepada putranya, "Bukankah agama melarang dari perbuatan durhaka
kepada kedua orang tua?" 'Ayyasy menjawab,
"Allah telah berfirman:
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
"Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan dengan
aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik." [Q.S. Luqman
: 15]
Maka ibu berteriak, "Diam...! Jangan kau baca syair
Muhammad itu. Kalau tidak, maka aku akan panggil orang-orang sewaan ayahmu dan
akan kuperintahkan untuk menyiksamu dengan siksaan yang sekeras-kerasnya."
'Ayyasy kembali mencoba berdialog dengan ibunya, "Wahai ibunda, kenapa
engkau tidak mau mengikuti Rasulullah dan engkau lepaskan peribadatan kepada
patung dan berhala, yang tidak mempunyai kuasa untuk memberi manfaat ataupun
menolak bahaya?"
Sang ibu dengan kemarahan yang sangat berkata, "Sungguh...,
aku telah peringatkan kamu. Demi Latta dan Uzza, aku akan pasrahkan urusanmu
kepada kaummu. Biarlah mereka membunuhmu setelah kamu mempermalukan orang tuamu."
Bani Makhzum berusaha untuk menyiksa siapa saja dari kaumnya
yang berusaha mengikuti Nabi. Abu Jahl bin Hisyam menyiksa 'Ayyasy yang
merupakan saudara seibunya itu dengan siksaan yang luar biasa. Tetapi 'Ayyasy dan
istrinya tetap sabar dan tabah menghadapinya. Ketika siksaan yang dihadapi oleh
para shahabat semakin berat, Nabi memberikan izin kepada mereka untuk hijrah ke
Habasyah.
Hijrah ke Habasyah
'Ayyasy dan istrinya ikut dalam rombongan para shahabat
menuju Habasyah. Mereka meninggalkan harta dan keluarga mereka demi untuk
menyelamatkan agama. Dalam hijrahnya tersebut Asma' melahirkan seorang bayi lelaki
yang oleh ayahnya diberi nama Abdullah. Saat tersiar kabar bahwa orang-orang
Quraisy sujud bersama Nabi, 'Ayyasy dan istrinya termasuk yang ikut kembali ke
Mekah. Ternyata yang didapati justru sikap perlakuan mereka terhadap kaum
muslimin semakin keras dan sadis.
Hijrah ke Madinah
Setelah para shahabat Anshar membaiat Rasulullah, secara
berangsur para shahabat hijrah ke Madinah. 'Ayyasy berangkat menuju Madinah bersama
dengan Umar bin Al Khaththab. Kepergian 'Ayyasy diketahui oleh Abu Jahl. Dia
segera mengajak Al Harits bin Hisyam yang juga masih saudara seibu dengan 'Ayyasy
untuk berangkat ke Madinah dalam rangka mengembalikan 'Ayyasy dan menyiksanya. Mendengar
kepergian dua orang tersebut Asma' bintu Salamah berusaha mencari orang yang
bisa di minta tolong untuk mengabarkan kepada suaminya, namun dia tidak
mendapati seorang pun yang bisa dimintai tolong.
Di hadapan 'Ayyasy, Abu Jahl berkata, "Sesungguhnya
ibumu telah bernadzar tidak akan menyisir rambutnya dan tidak pula akan
berteduh dari panasnya mentari sampai dia bisa melihatmu." 'Ayyasy menjawab, "Dia wanita merdeka.
Dia bebas memilih apa yang dia senangi."
Al Harits ikut menukas, "Kamu
tahu betapa sayangnya ibumu kepadamu." 'Ayyasy menjawab, "Dan Allah
mengetahui betapa sayangnya aku kepadanya. Tetapi agamaku lebih aku cintai."
Abu Jahl berkata, "Bukankah agamamu menyuruh untuk berbakti kepada kedua
orang tua?" 'Ayyasy menjawab, "Benar." Al Harits berkata, "Lalu
kenapa kamu tidak mau berbakti kepada ibumu, sedangkan kedua matanya telah putih
akibat kesedihan ditinggal olehmu?"
Abu Jahl berkata, "Cobalah kamu
tengok ibumu sebelum dia meninggal. Andaipun kamu tidak ingin melihatnya, ibumu
sangat ingin melihatmu. Kamu jangan takut. Kamu ini adalah tokoh ditengah
kaummu. Kami tidak akan menyamakanmu dengan yang lain."
Mendengar itu hati 'Ayyasy menjadi hanyut dan lupa dengan
kerasnya permusuhan Abu Jahl terhadap Islam. Namun beliau cepat tersadar untuk
meminta bimbingan kepada Nabi. Beliau segera menuju kediaman Rasulullah. Di
tengah jalan beliau berjumpa dengan Umar. Beliau kabarkan apa yang beliau
bicarakan dengan Abu Jahl dan Al Harits.
Umar berkata, "Sesungguhnya
mereka berdua akan menipumu dan menyiksamu untuk mengeluarkanmu dari agama ini.
Demi Allah seandainya kutu telah mengganggu kepala ibumu pasti dia akan
menyisirnya, dan seandainya panasnya matahari di Mekah telah menyengat kulit
ibumu niscaya dia akan berteduh."
Namun 'Ayyasy bersikukuh untuk tetap
berangkat ke Mekah. Beliau beralasan ingin menunaikan sumpah ibunya dan
mengambil harta yang di tinggal disana. Umar berusaha untuk memberikan tawaran
setengah hartanya kepada 'Ayyasy, namun tidak digubris. Akhirnya Umar
menawarkan ontanya yang kuat untuk dinaiki 'Ayyasy dan menyelamatkan diri saat
mendapati hal yang mencurigakan.
Akhirnya ia berangkat bersama dua utusan Bani Makhzum
tersebut. Ternyata di tengah perjalanan Abu Jahl berhasil mengikat kedua tangan
'Ayyasy. Abu Jahl berkata, "Nanti sampai di Mekah kami akan melemparkanmu
ke dalam penjara. Kami tidak akan melepaskanmu dari siksaan sampai kamu kembali
ke jalan yang benar."
Siksaan Dalam Penjara
Sesampainya di Mekkah, Abu Jahl langsung berteriak memanggil
penduduknya, "Wahai penduduk Mekkah, lakukan oleh kalian terhadap
orang-orang dungu kalian sebagaimana yang kami lakukan terhadap orang dungu
dari kami ini!"
'Ayyasy langsung dimasukkan ke dalam penjara yang tak
beratap bersama Hisyam bin Al-'Ash. Adapun sang istri -Asma' bintu Salamah-
setelah tahu keadaan suaminya, dengan sabar dan setia mengirimi makanan dan
minuman untuk 'Ayyasy dan rekannya tersebut.
Suatu hari sang ibu datang ke
penjara dan berkata, "Muhammad telah menyihir kalian." 'Ayyasy menjawab,
"Mustahil seorang rasul itu penyihir." Sang ibu berkata lagi, "Wahai
anakku, kembalilah kamu mengibadahi Latta dan 'Uzza!" 'Ayyasy menjawab, "Demi
Allah, aku tidak akan kembali kepada kekufuran setelah merasakan manisnya iman."
Sang ibu berkata lagi, "Apakah kami ini orang-orang kafir?" 'Ayyasy kembali
menjawab, "Ya. Kalian kufur terhadap nikmat Allah. Kalian justru bersyukur
dan menyembah patung-patung itu."
Dengan marah sang ibu berkata kepada para suruhannya, "Siksa
dia, tapi jangan dibunuh! Aku sudah lupa, dan hampir-hampir tidak ingat kalau
dulu aku pernah punya anak yang namanya 'Ayyasy."
Lepas dari Penindasan
Tidak berselang lama Asma' bintu Salamah mendengar kabar
tentang kekalahan musyrikin Quraisy dalam Perang Badar. Bahkan tokoh-tokoh
utamanya termasuk Abu Jahl mati dalam pertempuran tersebut. Beliau juga sangat
gembira dengan keislaman dua tokoh Bani Makhzum yakni 'Umair bin Wahb dan Al
Walid bin Al Walid yang sebelumnya sangat bengis terhadap kaum muslimin.
Suatu malam Al Walid datang kerumah Asma' bintu Salamah,
menanyakan kepada beliau penjara tempat 'Ayyasy dan Hisyam dipenjara. Setelah
ditunjuki, Al Walid segera menuju penjara tersebut. Beliau mengetuk penjara itu
seraya berkata, "Sesungguhnya Rasulullah tidak lupa dengan keadaan
orang-orang yang tertindas. Bahkan beliau mendoakan dan menyebut nama kalian
dalam qunutnya."
Asma' yang juga berada di tempat tersebut segera
mengangkatkan batu ke dekat Al Walid. Kemudian Al Walid naik ke atas batu
tersebut, dan dengan ketajaman pedangnya dia robek dinding penjara tersebut. Setelah
itu diayunkan pedangnya untuk memutus tali yang mengikat 'Ayyasy dan Hisyam. Setelah
lepas dari penjara tersebut, mereka bergegas meninggalkan Mekah menuju Madinah
untuk bergabung bersama Rasulullah dan kaum muslimin.
Baca juga : KISAH PEMBUNUHAN PARA PENGHAFAL AL QURAN
Rujukan:
· Al Ishaabah, Al
Hafizh Ibnu Hajar (8/157).
· Al Isti'aab, Ibnu Abdil Barr (1/574-575).
· Usudul Ghaabah, Ibnu Atsir (3/309-310).
· Zaujatus Shahabah, Abdul Aziz Asy Syanawi (7-16).
Sumber: Majalah Qudwah edisi 75 Vol. 07 1441 H Hal. 46
KOMENTAR