Kisah Pembunuhan Para Penghafal Al Quran Pada Zaman Rasulullah, Peristiwa Bir Maunah.
PEMBUNUHAN PARA PENGHAFAL AL-QUR'AN
Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc حفظه الله تعالى
Kisah Pembunuhan Para Penghafal Al Quran |
Beliau terluka parah. Namun, tak ada yang menyangka ia akan terus hidup. Allah سبحانه وتعالى takdirkan Ka’ab berumur panjang hingga mengikuti perang Khandaq bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam, dan syahid di perang tersebut.
Apakah gerangan yang terjadi pada diri Ka’ab bin Zaid رضي الله عنه? Bersama jasad-jasad siapa tubuh beliau berlumur darah?
Beliaulah saksi hidup kekejian dan penghianatan kuffar (orang-orang kafir) terhadap perjanjian bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada peristiwa Bi’r Ma’unah. Tragedi berdarah Bi’r Ma’unah mengantarkan semua shahabat, tujuh puluh ahli Al-Quran menemui Rabb-Nya dalam keadaan Syahid. Kecuali Ka’ab bin Zaid. Bagaimana kisahnya?
Perang Uhud masih menyisakan kesedihan. Tujuh puluh shahabat terbaik, dari kaum Muhajirin dan Anshar meninggal. Hamzah bin Abdul Muththalib, Mush'ab bin Umair, Abdullah bin Haram, dan sederet nama patriot Islam menghembuskan nafas terakhir untuk Allah, syahid di bumi Uhud.
Selang beberapa bulan, musibah kembali menimpa kaum muslimin. Dua peristiwa, Ar-Rajii' dan Bi'r Ma'unah menjadi saksi pengorbanan shahabat dalam menyebarkan IsIam. Sekaligus bukti kegigihan mereka menegakkan kalimat Allah di muka Bumi.
SEBAB PENGIRIMAN SATUAN PASUKAN DALAM PERISTIWA BI’R MA'UNAH
Imam Muslim رحمه الله meriwayatkan dalam kitab Shahihnya¹, bahwa sebab pengiriman satuan perang ini adalah datangnya serombongan tamu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam meminta beliau agar mengutus shahabat-shahabat untuk mangajari mereka AI-Quran dan As-Sunnah.
Selaras dengan riwayat Muslim rahimahullah, Al-Bukhari رحمه الله menyebutkan bahwa sebab pengiriman rombongan shahabat adalah permohonan Ri’l dan Dzakwan dari Bani Sulaim, dan Ushayyah dari Bani Lahyan, mereka memohon bantuan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Maka beIiau mengutus tujuh puluh shahabat.
Dalam referensi Sirah Nabawiyah² disebutkan bahwa suatu ketika Abu Barra’, Amir bin Malik bin Ja‘far, pembesar Bani Amir, yang dikenal sebagai ahli tombak menemui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di Madinah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menawarkan Islam kepadanya. Abu Barra' tidak menerima ajakan Islam, namun tidak pula menolaknya.
Abu Barra' kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, seandainya Engkau mengutus shahabat-shahabatmu ke penduduk Najd untuk mengajak mereka kepada Islam. Aku berharap mereka mau menerima seruan tersebut."
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun menjawab, "Aku mengkhawatirkan mereka dari berbagai kemungkinan buruk yang dilakukan oieh penduduk Najd."
Kekhawatiran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sangat beralasan. Wilayah Najd saat itu masih dikuasai kuffar.
Abu Barra’ menyahut, "Aku yang menjamin keselamatan mereka."
Mendapat jaminan Abu Barra‘, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun mengutus 70 orang shahabat untuk membawa misi dakwah.
Dari semua riwayat-riwayat di atas, mungkin kita katakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengutus para shahabat dengan semua sebab itu. Pertama: permintaan Bani Sulaim, kedua: permintaan Abu Barra’. Allahu a’lam.
Siapa tujuh puluh orang shahabat yang diutus Rasulullah shallallahu alaihi wasallam? Mereka adalah shahabat-shahabat pilihan yang disebut qurra‘ (ahli Al-Qur‘an). Hari-hari mereka dipenuhi dengan amalan shalih dan semangat menuntut ilmu. Di siang hari mereka bekerja sebagai pencari kayu bakar, hasilnya mereka sedekahkan untuk ahli suffah, shahabat-shahabat fuqara'. Adapun di malam hari, mereka tekun menegakkan shalat dan ibadah kepada Allah.³
Dengan penuh pengharapan dan tawakkal kepada Allah, berangkatlah kesatuan pasukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Al-Mundzir bin Amr رضي الله عنه dari Bani Sa'idah ditunjuk sebagai pimpinan sariyyah (pasukan kecil) itu.
Dialah shahabat yang berjuluk 'aI-Mu'niq Ii Yamût', ’Sang pemberani mati, orang yang bergegas meraih syahadah (mati syahid)’.
Dialah shahabat yang berjuluk 'aI-Mu'niq Ii Yamût', ’Sang pemberani mati, orang yang bergegas meraih syahadah (mati syahid)’.
Di bawah kepemimpinannya, berangkatlah shahabat qurra’ lainnya seperti Amir bin Fuhairah, seorang bekas budak Abu Bakar Ash-Shiddiq, Haram bin Milhan, Ka'ab bin Zaid bin An-Najjar, AI-Harits bin Ash-Shimmah, Urwah bin Asma', Nafi’ bin Budail bin Warqâ', dan shahabat-sahabat pilihan Iainnya.
Mereka meninggalkan Madinah pada bulan Shafar tahun 4 hijriyah, empat bulan setelah perang Uhud.
TIBA DI BI'R MA’UNAH DAN WAFATNYA HARAM BIN MILHAN
Sampailah rombongan Al-Mundzir bin Amr di sebuah tempat bernama Bi‘r Ma'unah. Daerah ini berada di antara wilayah Bani Amir dan wilayah Bani Sulaim. Kedua daerah tersebut berdekatan, namun Bi'r Ma'unah lebih dekat kepada wilayah Bani Sulaim daripada wilayah Bani Amir.
Setibanya di Bi’r Ma'unah, diutuslah Haram bin Milhan, saudara Ummu Sulaim bintu Milhan untuk menyampaikan surat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada musuh Allah, Amir bin Ath Thufail.
Ternyata Haram رضي الله عنه tidak disambut sebagaimana mestinya seorang utusan yang terhormat. Surat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak dihiraukan sama sekali oleh Amir bin Ath Thufail. Bahkan, ia memberi isyarat kepada seseorang agar Haram bin Milham dibunuh.
Tombak nan tajam melesat, ditusukkan dengan demikian kuat dari belakang tubuh Haram. Benda tajam itu menembus dadanya, merobek dada yang selama ini dipenuhi dengan Kalamullah, Al-Qur'an. Innalillahi wa inna ilaihi Raji'un.
Darah bersimbah.
Detik-detik kematian menghampiri shahabat yang mulia, Haram bin Milhan رضي الله عنه.
Demi melihat darah segar, bukan kesedihan yang tersirat dari wajah Haram, justru kebahagiaan melingkupi relung qalbunya. Dengan lantang Haram bin Milhan, seorang yang pincang kakinya berteriak penuh kebahagiaan:
اللهُ أَكْبَرُ فُزْتُ وَرَبِّ الْكَعْبَتِ
"Allahu Akbar, Aku telah beruntung, Demi Rabb Ka’bah"
Subhanallah, sungguh tidak terbayang kalimat indah ini terucap
Tubuh Haram bin Milhan rebah, bersama diangkatnya Roh menuju keridhaan dan ampunan Rabbul'izzah.
AMIR BIN ATH THUFAIL MENGHASUT BANI AMIR DAN BANI SULAIM
Kematian Al-Haram tidak cukup bagi Amir bin Ath Thufail. Dia lanjutkan makar dan pengkhianatannya dengan menghasut orang-orang Bani Amir agar memerangi rombongan qurra’. Namun mereka menolak karena adanya perlindungan Abu Barra‘.
Dia pun menghasut Bani Sulaim. Ajakan ini kemudian disambut oleh Ushayyah, Ri'l, dan Dzakwan, padahal merekalah yang meminta kedatangan shahabat, dan mereka masih terikat perjanjian dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Ushayyah, Ri’l, dan Dzakwan termakan hasutan lbnu Ath Thufail. Segera mereka mengepung para shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Meskipun shahabat Qurra’ mencoba mengadakan perlawanan dengan senjata-senjata yang mereka bawa, namun Allah سبحانه وتعالى menghendaki kemuliaan atas mereka. Semua dibunuh, kecuali Ka’ab bin Zaid bin An-Najjar, tubuhnya terlempar, terbaring bersama jenazah lainnya dengan luka yang sangat parah. Hingga beliau selamat, bahkan menyaksikan Perang Khandaq, dan syahid di pertempuran tersebut.
lbnu Hajar رحمه الله dalam Fathul Bari juga memaparkan kisah yang disebutkan Al-lmam Al-Bukhari dalam Shahih-nya. Beliau mengatakan, ”Bahwasanya ada perjanjian antara kaum musyrikin dengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam. Mereka adalah kelompok yang tidak ikut memerangi beliau. Diceritakan oleh Ibnu Ishaq dari para gurunya, demikian pula oleh Musa bin Uqbah dari Ibnu Syihab, bahwa yang mengadakan perjanjian dengan beliau adalah Bani Amir yang dipimpin oleh Abu Barra‘ Amir bin Malik bin Ja'far si Pemain Tombak.
Sedangkan kelompok lain adalah Bani Sulaim. Amir bin Ath Thufail ingin mengkhianati perjanjian dengan para shahabat Rasulullah. Dia pun menghasut Bani Amir agar memerangi para shahabat. Namun, Bani Amir menolak. Kata mereka. "Kami tidak akan melanggar jaminan yang diberikan Abu Barra.” Kemudian dia menghasut Ushayyah dan Dzakwan dari Bani Sulaim. Mereka pun mengikutinya, membunuh para shahabat." Demikian secara ringkas.
PASCA PERISTIWA BI’R MA’UNAH
Pada saat pembantaian, Amr bin Umayyah Adh-Dhamri dan Al-Mundzir bin Uqbah bin Amir tidak bersama pasukan. Keduanya sedang mengurusi keperluan kaum Muslimin. Mereka tidak mengetahui peristiwa, melainkan karena adanya burung-burung yang mengitari tempat kejadian.
Akhirnya kedua shahabat ini melihat kenyataan yang memilukan. Menyaksikan para utusan berlumuran darah, sementara kuda-kuda mereka masih berdiri. Berkatalah Al-Mundzir bin Uqbah kepada Amr bin Umayyah, "Bagaimana pendapatmu?" Amr bin Umayyah berkata, "Aku berpendapat sebaiknya kita segera menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan memberitakan kepada beliau apa yang terjadi."
Namun Al-Mundzir bin Uqbah menolak dan lebih suka turun menyerang kaum musyrikin. Ia berkata, ”Aku lebih suka terbunuh bersama Al-Mundzir bin Amr di tempat ia terbunuh." Kemudian ia menyerang kabilah tersebut dan gugur terbunuh.
Adapun Amr, dia ditawan.
Namun, ketika dia menyebutkan bahwa dia berasal dari kabilah Mudhar, Amir bin Ath Thufail membebaskannya dan hanya memotong (mencukur) rambut ubun-ubunnya.
Amr bin Umayyah bergegas pulang ke Madinah. Setibanya di Al-Qarqarah, sekitar 8 burud (sekitar 177 Km) dari Madinah, dia berhenti berteduh di bawah sebuah pohon. Kemudian datanglah dua laki-laki Bani Kilab dan turut berteduh di tempat itu juga. Ketika keduanya tertidur, Amr menyergap mereka dan membunuhnya. Dia beranggapan bahwa ia telah membalas dendam para shahabatnya.
Ternyata, keduanya mempunyai ikatan perjanjian dengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam yang tidak disadarinya. Setelah tiba di Madinah, dia ceritakan semuanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau pun berkata, "Sungguh kamu membunuh mereka berdua, tentu saya akan tebus keduanya.”5
KARAMAH IBNU FUHAIRAH
Hisyam bin Urwah meriwayatkan dari Ayahnya, bahwa ketika orang-orang yang pergi ke Bi'r Ma’unah terbunuh, dan Amr bin Umayyah Adh-Dhamri ditawan, Amir bin Ath Thufail bertanya kepada Amr bin Umayyah, ”Siapa orang ini?" Sambil menunjuk kepada salah seorang yang terbunuh.
Amr bin Umayyah menjawab, ”lni Amir bin Fuhairah.”
Amir bin Ath Thufail berkata, ”Sungguh, setelah ia terbunuh, aku melihatnya diangkat ke atas, sehingga berada di antara langit dan bumi. Kemudian diletakkan kembali ke bumi."
SAMPAINYA BERITA DAN TURUNNYA WAHYU KEPADA RASULULLAH
Berita tentang musibah yang menimpa satuan dakwah Nabi sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui Malaikat Jibril. Berita mereka juga datang dari Amr bin Umayyah Adh Dhamri. Lalu beliau mengabarkan kematian mereka kepada para shahabat. Beliau shallallahu alaihi wasallam berkata, “Shahabat-shahabat kalian telah gugur dan mereka teIah berdoa kepada Allah,
”Wahai Rabb kami, beritahukanlah kepada saudara-saudara kami, bahwa kami ridha kepada-Mu dan Engkau ridha kepada kami."
Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengabarkan hal tersebut kepada para shahabat.
[H.R. Al Bukhari dari jalur Hisyam bin Urwah].
Dalam Riwayat AI-Imam Al-Baihaqi, lbnu Mas'ud رضي الله عنه menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengirim pasukan. Tidak lama kemudian Rasulullah berdiri, memuji Allah, dan berkata,
"Saudara-saudara kalian telah berhadapan dengan orang-orang musyrik dan mereka gugur, hingga tidak tersisa seorang pun. Mereka telah berdoa, ‘Wahai Rabb, sampaikan kepada kaum kami bahwa kami telah ridha kepada-Mu dan Engkau telah ridha kepada kami.‘ Aku adalah utusan mereka untuk menyampaikan hal ini kepada kalian. Mereka telah ridha dan Allah meridhai mereka."
"Saudara-saudara kalian telah berhadapan dengan orang-orang musyrik dan mereka gugur, hingga tidak tersisa seorang pun. Mereka telah berdoa, ‘Wahai Rabb, sampaikan kepada kaum kami bahwa kami telah ridha kepada-Mu dan Engkau telah ridha kepada kami.‘ Aku adalah utusan mereka untuk menyampaikan hal ini kepada kalian. Mereka telah ridha dan Allah meridhai mereka."
Demikianlah syuhada, mereka meninggal, namun sesungguhnya mereka telah meraih kehidupan barzakh yang membahagiakan. Mereka ingin mengabarkan kabar gembira kepada kaum mukminin di dunia akan nikmat yang mereka raih. Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ (١٦٩) فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (١٧٠)
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb mereka dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” [Q.S. Ali lmran: 169-170].
QUNUT NAZILAH
Kesedihan sangat tampak pada wajah beliau dengan tragedi Bi'r Ma’unah. Sebagaimana dikisahkan shahabat Anas bin Malik رضي الله عنه dalam riwayat Al-Bukhari. Belum pernah para shahabat melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam begitu berduka dibandingkan ketika mendengar berita ini.
Dengan sebab kejadian inilah, kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukan qunut selama sebulan mendoakan kejelekan atas orang-orang yang membunuh shahabat-shahabat qurra‘ di Bi‘r Ma’unah.
Al-Imam Al-Bukhari menceritakan dari Anas bin Malik رضي الله عنه, ”Rasulullah shallallahu alaihi wasallam qunut selama satu bulan ketika para qurra‘ itu terbunuh. Dan aku belum pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam begitu berduka dibandingkan ketika kejadian tersebut.”
Dalam Shahih Muslim diriwayatkan bahwa Anas bin Malik رضي الله عنه berkata, “Rasulullah ﷺ berdoa untuk kehancuran orang-orang yang telah membunuh para shahabat di Bi’r Ma'unah sebanyak tiga puluh kali setiap Shubuh. Beliau juga mendoakan untuk kehancuran Bani Ri‘l, Bani Dzakwan, Bani Lihyan, dan Bani Ushayyah, serta orang yang mendustai Allah dan Rasul-Nya." [H.R. Muslim No.1085].
Ya Allah, dengan Nama-nama dan Shifat-Mu Aku memohon kepada Mu, kumpulkanlah diri-diri kami bersama dengan Rasul-Mu dan shahabat-shahabat beliau di jannah -Mu. Ampunilah kami sebagaimana Engkau telah mengampuni mereka, dan ridhailah kami sebagaimana Engkau telah meridhai mereka. Amin.
FAEDAH-FAEDAH KISAH
Banyak pelajaran penting dan berharga yang mungkin kita ambil dari peristiwa Bi’r Ma'unah. Di antara faedah-faedahnya adalah:
1. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak mengetahui perkara ghaib. Beliau tidak mengetahui sama sekali apa yang akan terjadi atas shahabat Qurra' di Bi’r Ma’unah. lni di antara pelajaran akidah yang perlu kita tanamkan. Bahwasannya perkara ghaib hanya di sisi Allah سبحانه وتعالى.
2. Wali-wali Allah mendapatkan mushibah sebagai ujian untuk mengangkat derajat mereka sebagaimana hal ini menimpa para shahabat dalam banyak peristiwa termasuk Bi’r Ma’unah.
3. Syuhada, jasad-jasad mereka terluka di dunia namun mereka hidup mendapatkan rezeki dan kebahagiaan di sisi Rabbul 'alamin.
4. Kisah ini memberikan pelajaran agar kaum muslimin selalu waspada terhadap makar dan pengkhianatan kuffar. Mereka adalah kaum yang terus melakukan upaya penipuan demi menjebak umat Islam dalam segala aspek kehidupan.
5. Telah menjadi sunnatullah bahwa musuh-musuh Islam akan terus berupaya memadamkan cahaya agama ini. Tidak saja dengan menghalangi penyebaran dakwah Islam, bahkan bisa jadi berupaya membunuh para ulama dan dainya. Seperti makar Amr bin Ath-Thufail membunuh shahabat ahli Al-quran yang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam utus kepada mereka.
6. Keberuntungan dan kebahagiaan yang sesungguhnya adalah meraih keridhaan Allah. Renungkanlah ucapan Haram bin Milhan, ”Allahu Akbar, Fuztu Birabbil Ka’bah," saat ajal menjemput. Sungguh, ucapan ini salah satu di antara bukti yang menunjukkan bagaimana shahabat memahami arti kebahagiaan dan keberuntungan.
7. Pentingnya dakwah dan pengutusan delegasi dakwah sebagaimana dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Perang Uhud yang menjadi sebab gugurnya tujuh puluh shahabat tidak menghalangi Rasulullah ﷺ untuk tetap mengutus delegasi yang berakhir dengan wafatnya para shahabat dalam dua peristiwa, Ar-Rajii’ dan Bi’r Ma’unah.
8. Disyariatkan Qunut Nazilah atas mushibah yang menimpa kaum muslimin
9. Perlu menjadi perhatian bahwasanya qunut yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hanyalah qunut nazilah. Itupun beliau lakukan selama satu bulan, mendoakan kejelekan terhadap Bani Libyan, 'Ushayyah, dan Iain-lain. Qunut yang beliau lakukan bukanlah Qunut yang dilakukan terus menerus pada shalat shubuh. AI-lmam Ahmad dan lainnya meriwayatkan dari Anas bin Malik رضي الله عنه beliau berkata, "Bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam qunut selama satu bulan lalu meninggalkannya.“
Kisah Amir bin Fuhairah yang diangkat ke langit di antara bukti bahwa karamah Wali-wali Allah adalah perkara yang ada dan wajib diyakini keberadaannya.
11. Bolehnya bersedih atas mushibah yang menimpa. Dan sesungguhnya kesedihan tidaklah menafikkan kesabaran sebagaimana kesedihan Rasulullah ﷺ atas peristiwa Bi’r Ma’unah. Bahkan tetesan air mata sekalipun, sebagaimana Rasulullah ﷺ meneteskan air mata saat kematian putranya, Ibrahim. Yang tercela adalah An-Niyahah, yaitu meratapi mayit dengan ratapan-ratapan jahiliah.
12. Bolehnya mengabarkan kematian saudara muslim, sebagaimana Rasulullah ﷺ kabarkan wafatnya delegasi beliau. Rasulullah ﷺ juga mengabarkan kematian Najasyi di hari kematiannya.
13. Semua apa yang menimpa kita hendaknya selalu diserahkan dan diadukan kepada Allah Yang Maha Agung. ltulah yang dilakukan Rasuluiiah ﷺ. Beliau mengadukan semua kepedihan itu kepada Allah dan menyerahkan urusannya kepada Allah. Di antaranya dengan Qunut Nazilah. Demikian yang dilakukan semua Nabi dan Rasul. Adalah Nabi Ya'qub ketika cobaan demi cobaan datang mendera beliau mengadukan urusannya kepada Allah سبحانه وتعالى:
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
"Ya'qub mengatakan, ‘Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tiada mengetahuinya.” [Q.S. Yusuf: 86].
14. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajarkan kepada umatnya untuk bersikap adil dan selalu menetapi perjanjian meskipun kepada musuh. Lihatlah kisah di atas, ketika Amr bin Umayyah Adh-Dhamri membunuh dua orang Bani Kilab, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersama kaum Muslimin tetap bertanggungjawab membayar diat (denda). Amr bin Umayyah semula hanya berniat membalas dendam atas terbunuhnya shahabat-shahabat beliau.
Ternyata yang dia bunuh adalah dua orang dari Bani Kilab yang telah mengadakan perjanjian damai dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di Madinah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tetap bertanggungjawab membayar diatnya. Semua ini memberikan tauladan kepada kaum muslimin untuk bersikap adil dan selalu menjaga hak-hak manusia bagaimana pun gentingnya suasana.
BACA JUGA : BIOGRAFI PARA ULAMA
BACA JUGA : BIOGRAFI PARA ULAMA
Catatan Kaki:
1) Shahih Muslim (3/1511 no. 677)
2) Sirah Ibnu Hisyam (3/260) dengan sanad Mursal, Ibnu Sa'd dalam Ath-Thabaqat (2/51) tanpa sanad, dan Al-Waqidi (1/346).
3) Lihat Shahih Al-Bukhari no. 3064.
4) Amir bin Fuhairah رضي الله عنه memiliki jasa andil dalam perjalanan Hijrah Rasulullah ﷺ dari Makkah ke Madinah. Dialah shahabat yang ditugasi Abu Bakar رضي الله عنه untuk mengembalakan kambing di sekitar persembunyian Rasulullah ﷺ untuk menghilangkan jejak.
5) Ibnu Jarir meriwayatkan pula dalam Tarikh-nya (2/81), dan dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma'ad (3/247).
6) Lihat keterangan Ibnul Qayyim tentang masalah ini dalam kitabnya Zaadul Ma'ad (1/273-285).
Sumber : Majalah Qudwah Edisi 07 | Telegram : t.me/majalah_qudwah
KOMENTAR