Apakah Kebaikan yang Kita Lakukan Harus Diceritakan? Berbuat Baik Secara Sembunyi, Kisah Ali Zainal Abidin
APAKAH MEMANG HARUS BERCERITA?
Apakah Setiap Kebaikan Kita Harus Diceritakan? (Renungan) |
Pantas saja gelar Zainal Abidin disandangkan untuk beliau perhiasan dan kebanggaan para pecinta ibadah. kurang lebih seperti itulah makna dari gelar untuk Ali bin AI Husain bin Ali bin Abi Thalib tersebut.
Sejarah kehidupan beliau semestinya dupancangkan menjadi salah satu pondasi hidup seorang muslim. Tiada hari tanpa ibadah, setiap saat selalu bercakap kalimat hikmah, begitulah kesimpulan singkat dari biografi beliau. Gelar Zainal Abidin tentu cukup sebagai bukti akan kesungguhan beliau di dalam beribadah.
Beberapa waktu sepeninggal Zainal Abidin, kalangan fakir miskin kota Madinah merasakan perubahan yang nyata. Tidak ada lagi karung-karung berisi tepung yang biasanya mereka temukan di depan pintu rumah di kala pagi.
Iya, sudah cukup lama berlangsung sebuah misteri tentang sedekah untuk kaum fakir miskin. Sekian lama berjalan di kota Madinah, kaum fakir dan miskin merasa sangat terbantu dengan seseorang yang bersedekah di malam hari, tanpa seorang pun yang mengetahui siapa orang tersebut.
Ketika itu, sejumlah kerabat dan sahabat yang memandikan jenazah Zainal Abidin menemukan bekas kehitam-hitaman di punggungnya. Semua informasi dan data dipadukan, ternyata lelaki misterius yang setiap malam berkeliling kota Madinah sambil memanggul karung-karung berisi tepung untuk kaum fakir dan miskin adalah Ali bin Al Husain Zainal Abidin.
Subhanallah! Berbuat kebajikan dan berbagi kebahagiaan dilakukan oleh Zainal Abidin secara diam-diam. Ia tidak ingin ada seorang pun yang mengetahui. Hanya keridhaan dari Allah semata yang didambakan. Ia yakin bahwa Allah maha mengetahui tiap titik kebajikan yang dipersembahkan hamba, meskipun tak seorang pun manusia mengetahuinya.
Beramal itu bukan untuk dilihat orang!
Beribadah itu bukanlah bertujuan untuk disanjung dan dipuji sesama.
Apakah Anda merasa kurang afdhal jika setelah ”berbuat” tidak ada sanjungan yang datang?
Apakah Anda merasa lebih hebat jika setelah "berbuat" nama Anda disebut-sebut?
Apakah hati Anda menjadi sempit dan hampa jika justru nama orang lain yang disanjung-sanjung, padahal Andalah sesungguhnya yang telah “berbuat”?
Na'udzu billah!
Tidak semua hamba akan beroleh naungan pada hari kiamat kelak. Hanya hamba-hamba yang istimewa sajalah yang akan merasakan karunia Allah yang tak ternilai ini; naungan-Nya. Tahukah Anda siapakah salah satu golongan dari hamba-hamba istimewa tersebut?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberitakan salah satu golongan manusia yang kelak mendapatkan naungan-Nya pada hari kiamat:
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حتى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ ما صَنَعَتْ يَمِينُهُ
”...Dan seorang hamba yangbersedekah. Ia berusaha untuk menyembunyikannya. Tangan kirinya saja tidak mengetahui sedekah yang dilakukan oleh tangan kanannya...” [H.R. Al Bukhari no: 660 dan Muslim no:1031 Hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu].
Luar biasa bukan? Jangankan orang lain, anggota tubuhnya sendiri saja diupayakan untuk tidak mengetahuinya!
Maka janganlah heran jika ada ulama salaf (generasi terdahulu) yang bertahun-tahun menangis di gelapnya malam, air matanya membasahi bantal, sementara istrinya yang tidur di sampingnya tidak pernah mengetahui tangisan sang suami.
Anda pun tak perlu heran dengan seorang ulama salaf yang semalam suntuk menghidupkannya dengan qiyamulIail, lalu ketika shubuh datang ia berpura-pura seakan-akan baru bangun saat itu.
Janganlah Anda heran dengan kisah-kisah inspiratif semacam ini, sebab yang justru mesti diherankan adalah kenapa kita berbangga diri dengan bercerita kepada orang lain, "Aku telah berbuat ini dan berbuat itu?!"
Di belahan bumi yang lain, pada latar waktu yang lain, Abdullah bin Al Mubarak senang sekali berkunjung ke Thursus untuk turut berjaga-jaga di benteng kaum muslimin di tapal batas. Setiap kali beliau tiba, kaum muslimin selalu menyambutnya dengan hangat. Mereka berusaha untuk menimba ilmu dari Abdullah bin Al Mubarak. Salah seorang dari mereka terdapat anak muda yang nampak bersemangat.
Suatu saat, Abdullah bin Al Mubarak berkunjung kembali ke Thursus. Anak muda penuh semangat yang dikenalnya tidak nampak terlihat. Setelah ditanyakan oleh beliau, ternyata anak muda itu sedang menjalani hukuman penjara karena terlilit hutang. Abdullah bin Al Mubarak pun meminta keterangan tentang kepada siapakah anak muda itu berhutang.
‘Jangan engkau ceritakan kepada siapa pun!‘ pesan Abdullah bin Al Mubarak kepada orang yang menghutangi anak muda itu. Pesan itu dititipkan oleh Abdullah bin Al Mubarak setelah beliau melunasi hutang-hutang anak muda tersebut yang mencapai 10.000 dirham.
Abdullah bin Al Mubarak lalu meninggalkan negeri Thursus. Sekira jarak dua marhalah, terlihat seorang anak muda mengejar Abdullah bin Al Mubarak dengan terburu-buru. ”He, anak muda. Dari mana saja engkau? Aku tidak melihatmu sejak beberapa waktu yang lalu?” tanya Abdullah bin Al Mubarak.
”Aku dipenjara karena terlilit hutang. Tiba-tiba ada seseorang yang datang untuk melunasi hutang-hutangku tersebut, sehingga aku pun dibebaskan dari penjara.” anak muda itu menjawab.
Abdullah bin Al Mubarak hanya tersenyum sambil mendoakan kebaikan untuk sang pemuda.
Tidak ada kata yang terucap oleh Abdullah bin Al Mubarak, ”Akulah orang yang melunasi hutang-hutangmu, anak muda.” Juga beliau tidak bercerita kepada orang-orang, "Anak muda itu dibebaskan dari penjara karena aku yang membantunya." Semua dilakukan secara diam-diam, rahasia, dan tidak ada keinginan ada seorang pun yang mengetahuinya.
Abdullah bin Al Mubarak yakin benar dengan firman-Nya:
وَمَا تُنفِقُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنفُسِكُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُونَ إِلَّا ٱبْتِغَآءَ وَجْهِ ٱللَّهِ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
”Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kalian sendiri. Dan janganlah kalian membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan, niscaya kalian akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kalian sedikit pun tidak akan dianiaya.” [Q.S. AI Baqarah-272].
Bagaimana dengan Anda? Bukankah Anda selalu bersemangat untuk mengupdate status Anda? Bahwa Anda telah berbuat ini dan berbuat itu? Bukankah Anda merasa senang dan puas melihat sederet panjang komentar dari sahabat dan kerabat Anda? Pernah merasa bersedih ketika tidak ada satu pun komentar yang datang? Lalu apakah mamang harus bercerita?Jangan-jangan...? Semoga saja tidak.
Wallahu a'lam.
BACA JUGA : DOA SI TUKANG SEPATU
Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifai
Sumber : Majalah Qudwah edisi 11 vol.01 2013
http://mudahberfaedah.blogspot.com/2017/04/apakah-memang-harus-bercerita.html
KOMENTAR