Kronologi Kisah Kematian Husain bin Ali, Hubungannya dengan Yazid bin Muawiyah serta Syiah Rafidhah.
Bismillah, artikel ini merupakan lanjutan dari BIOGRAFI YAZID BIN MUAWIYAH
KISAH KEMATIAN AL HUSAIN BIN ALI
PEMBERONTAKAN YANG DILAKUKAN OLEH AL HUSAIN DAN PEMBUNUHAN TERHADAPNYA
Al Husain bin Ali berada di Madinah ketika Yazid bin Muawiyah memegang tampuk kekuasaan. Lalu Yazid mengirim surat kepada Al Walid bin Utbah, gubernur Madinah yang diangkatnya, agar mengambil baiat (sumpah setia) dari sejumlah orang yang menolak membaiatnya, mereka adalah Al Husain bin Ali, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Az Zubair radhiyallahu anhum.
Ketika Al Husain bin Ali mengetahui hal ini, beliau menuju Makkah dan tinggal di sana. Semenjak itu, sebagian kaum muslimin ada yang mengikuti beliau dan memberikan kepercayaan padanya. Mereka juga menggantungkan sejumlah harapan kepadanya. Dengan demikian para penyulut api fitnah berbahagia karena mulai ada perpecahan di antara kaum muslimin. Mereka mulai mengambil langkah untuk memanfaatkan keadaan dalam rangka memecah belah barisan kaum muslimin.
SIKAP PENDUDUK KUFAH TERHADAP AL HUSAIN
Penduduk Kufah dari kalangan penyulut api fitnah berbahagia ketika mengetahui bahwa Al Husain bin Ali tidak berbaiat kepada Yazid dan telah tinggal di Makkah. Sekian angan-angan telah merayap dalam jiwa jahat mereka. Mereka berusaha mengetahui keberadaannya di Makkah sebagaimana seorang yang tersesat mencari bintang penunjuk arah dan tempat berlabuh yang amanah.
Sejumlah surat mulai mereka layangkan kepadanya untuk mengharap kedatangannya dari Makkah menuju kepada mereka (di Kufah). Penduduk Kufah menampakkan bahwa mereka telah siap siaga untuk bergabung dengannya dan memberontak kepada Bani Umayyah sampai Al Husain memegang kekuasaan karena beliau -menurut mereka- adalah orang yang paling berhak dan orang yang tepat untuk memegang kekuasaan. Mereka tidak peduli dengan sekian bencana dan pertumpahan darah yang akan terjadi karena perbuatan yang mereka lakukan.
Al Husain mengutus anak pamannya, yaitu Muslim bin Aqil untuk menjadi penunjuk jalan dan untuk mencari tahu kenyataan yang ada. Sampailah Muslim bin Aqil di Kufah. Para penduduknya menyambutnya dengan baik. Sejumlah orang yang mendekati 18.000 orang berkumpul di sekitarnya. Mereka semua mendukung Al Husain dan menjanjikan kepadanya bantuan.
Ketika melihat hal yang demikian, Muslim bin Aqil segera menulis surat kepada Al Husain tentang keadaan yang beliau saksikan. Kemudian Al Husain memantapkan pilihan untuk menuju Kufah.
Akan tetapi begitu cepatnya penduduk Kufah meninggalkan Muslim bin Aqil, yaitu ketika Khalifah Yazid memutuskan pernggantian An-Nu'man bin Basyir sebagai gubernur Kufah -beliau adalah seorang pemimpin yang lebih condong kepada sifat pemaaf dan lemah lembut- diganti dengan Ubaidullah bin Ziyad seorang yang berperangai keras dan bengis dalam menjaga pamor negara dan dalam menebarkan keamanan dan ketertiban.
Tindakan gubernur yang kejam dan keras nampak jelas ketika ia menghalau pendukung Muslim bin Aqil dimana dia mampu menangkap pemimpin-pemimpin mereka sehingga yang lain pun menyingkir dari Muslim bin Aqil. Akhirnya, ia menangkap Muslim bin Aqil dan memerintahkan untuk dibunuh.
AL HUSAIN BERANGKAT MENUJU KUFAH
Al Husain bin Ali memenuhi permintaan penduduk Kufah. Keinginannya untuk menuju Kufah semakian kuat ketika surat Muslim bin Aqil sampai kepadanya. Surat itu dikirim sebelum Muslim dibunuh. Muslim bin Aqil mengatakan kepada Al Husain bahwa 18.000 orang telah berbaiat kepadanya, mempersiapkan diri dan nyawa mereka untuk membelanya dan menghadap musuh-musuhnya.
Para pemberi nasihat yang sejati telah memberikan nasihat kepada Al Husain dan memohon dengan sangat agar beliau tetap tinggal di Makkah. Mereka juga menjelaskan kepadanya makar penduduk Iraq dan apa yang mereka perbuat terhadap ayahnya dahulu, yaitu Ali bin Abi Thalib. Juga menjelaskan bahwa apa yang akan beliau lakukan akan memecah belah persatuan dan menyulut api fitnah.
Diantara orang yang memberikan nasihat kepada beliau adalah Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Sa'id Al Khudri, Abu Waaqid Al Laitsi, Jabir bin Abdillah, dan selain mereka radhiyallahu 'anhum. Akan tetapi beliau telah terpengaruh oleh surat yang begitu banyaknya dari penduduk Kufah. Oleh karena itu, beliau tetap bersikeras untuk pergi menuju Kufah sebagaimana telah kami terangkan.
Al Husain keluar dan berangkat menuju Kufah bersama keluarganya, anak-anaknya, dan sejumlah rekan-rekannya. Mereka semua berjumlah kurang lebih 80 orang. Al Farazdaq (penyair terkenal) di tengah perjalanan menemuinya lalu Al Husain menanyainya tentang kondisi penduduk Makkah.
Dia menjawab, "Hati mereka bersamamu, akan tetapi pedang mereka bersama Bani Umayyah, sedangkan takdir telah turun dari langit. Allah ta'ala mengerjakan apa yang Dia kehendaki." Namun beliau tetap melanjutkan langkahnya dan tidak memperdulikan isyarat yang disampaikan oleh Al-Farazdaq berupaya marabahaya yang telah menanti baik dari penduduk Irak maupun dari kalangan Bani Umayyah.
Dia menjawab, "Hati mereka bersamamu, akan tetapi pedang mereka bersama Bani Umayyah, sedangkan takdir telah turun dari langit. Allah ta'ala mengerjakan apa yang Dia kehendaki." Namun beliau tetap melanjutkan langkahnya dan tidak memperdulikan isyarat yang disampaikan oleh Al-Farazdaq berupaya marabahaya yang telah menanti baik dari penduduk Irak maupun dari kalangan Bani Umayyah.
Al Husain juga berjumpa dengan seorang yang baru pulang dari Kufah, namanya Bukair bin Tsa'labah. Beliau mengetahui darinya bahwa kondisi di Kufah telah berubah, pendukung-pendukung Al Husain telah menjauh, mereka enggan menolongnya dihadapan keganasan Ubaidullah bin Ziyad dan kekuatannya. Juga tentang kematian Muslim bin Aqil. Tidak lagi di Kufah kekuatan penolong Al Husain.
Ketika itu, sebagian rekannya mengatakan kepada Al Husain : "Kami meminta kepadamu dengan nama Allah demi dirimu dan keluargamu agar kembali ke arah kamu datang (Makkah). Sesungguhnya tidak ada di Kufah penolong dan pembantu bagimu."
Akan tetapi saudara-saudara Muslim bin Aqil mengatakan : "Demi Allah, kami akan tetap melanjutkan perjalanan sampai kami berhasil mengambil hak kami atau merasakan apa yang dirasakan saudara kami." Al Husain mengatakan, "Tidak ada lagi kehidupan yang baik setelah mereka." Beliau tetap melanjutkan perjalanannya bersama sekelompok kecil orang yang telah bersamanya (semenjak meninggalkan Makkah).
Akan tetapi saudara-saudara Muslim bin Aqil mengatakan : "Demi Allah, kami akan tetap melanjutkan perjalanan sampai kami berhasil mengambil hak kami atau merasakan apa yang dirasakan saudara kami." Al Husain mengatakan, "Tidak ada lagi kehidupan yang baik setelah mereka." Beliau tetap melanjutkan perjalanannya bersama sekelompok kecil orang yang telah bersamanya (semenjak meninggalkan Makkah).
AL HUSAIN SAMPAI DI KARBALA DAN KEMATIANNYA
Sampailah Al Husain di Karbala dekat dengan Kufah. Mereka dihadapi oleh pasukan besar yang telh disiapkan oleh Ubaidullah bin Ziyad yang dipimpin oleh Umar bin Sa'd bin Abi Waqash. Tidak ada perbandingan antara pasukan Al Husain yang jumlahnya tidak mencapai 100 dengan lawannya yang mencapai 4.000 orang. Juga tidak selayaknya dikatakan sebagai perang antara dua pasukan.
Terjadilah pertemuan antara Al Husain denegan Umar bin Sa'd. Al Husain menawarkan beberapa opsi sebagai jaminan untuk menahan perang dan saling membunuh. Diriwayatkan bahwa beliau mengatakan: "Pilihlah salah satu dari tiga pilihan yang aku ajukan.
- Aku kembali ke tempat yang aku datang darinya.
- Atau aku meletakkan tanganku (baiat) terhadap Yazid lalu ia akan menentukan pendapatnya.
- Kalian menempatkan aku di perbatasan kaum muslimin yang kalian inginkan, lalu aku menjadi salah satu dari kalangan kaum muslimin yang ada di sana, hak dan kewajibanku sama dengan mereka."
Umar dan pasukannya shalat di belakang Al Husain (menjadi makmumnya-pen) ketika mereka menunggu jawaban dari Ibnu Ziyad. Beliau juga segera mengirimkan surat kepada Ibnu Ziyad menawarkan apa yang telah beliau dapatkan. Ketika Ibnu Ziyad membaca suratnya, dia mengatakan : "Ini adalah sebuah surat dari seorang pemberi nasihat bagi pemimpinnya, dan seorang yang sayang terhadap kaumnya. Ya aku terima (tawaran ini).
Yang demikian adalah sebuah petunjuk yang sangat jelas atas bagusnya niatan mereka dan tidak adanya keinginan pada diri mereka untuk menyulutkan api fitnah dan perselisihan.
Akan tetapi, seorang provokator / penggerak kejahatan dan fitnah yang disebut dengan Syamr bin Dzil Jusyan mengubah pemikiran yang bagus ini. Dia mengatakan kepada Ibnu Ziyad :
"Apakah engkau mau menerima tawaran ini darinya, padahal dia telah masuk ke wilayahmu dan seudah berada di hadapanmu? Demi Allah, bila dia (Al Husain) pergi meninggalkan negerimu dalam keadaan tidak meletakkan tangannya di tanganmu, maka dia adalah seorang yang lebih berhak untuk mendapatkan kekuatan dan kedudukan. Sedangkan engkau adalah orang yang lemah dan loyo. Oleh karena itu, jangan engkau berikan kedudukan ini kepadanya. Karena hal ini akan menjadi kelemahan bagimu. Hendaklah engkau memutuskannya dan pasukannya sesuai dengan hukummu. Bila engkau menghukum mereka, maka engkau adalah penguasa yang memiliki hukum. Bila engkau mengampuni mereka yang demikian adalah hakmu."
Ibnu Ziyad pun terpengaruh oleh pandangan laki-laki jahat lagi pendosa ini. Kemudian dia mengirim utusan kepada Umar bin Sa'd dengan apa yang diusulkan laki-laki tadi. Yang demikian adlaah kesalahan dari Ibnu Ziyad, juga bentuk kesewenangan dan kezhalimannya.
Ibnu Sa'd melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Ibnu Ziyad, meminta kepada Al Husain untuk menyerah tanpa syarat sampai kemudian Ibnu Ziyad yang akan memutuskannya. Akan tetapi Al Husain tidak menerimanya karena belia berkeyakinan bahwa yang demikian adlaah kehinaan dan kerendahan. Sehingga peperangan dan saling membunuh harus terjadi.
Ibnu Sa'd melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Ibnu Ziyad, meminta kepada Al Husain untuk menyerah tanpa syarat sampai kemudian Ibnu Ziyad yang akan memutuskannya. Akan tetapi Al Husain tidak menerimanya karena belia berkeyakinan bahwa yang demikian adlaah kehinaan dan kerendahan. Sehingga peperangan dan saling membunuh harus terjadi.
Pada hari kesepuluh bulan Muharram 61 H berkecamuklah perang antara pasukan Iraq yang berjumlah lebih dari 4.000 personil dengan pengikut Al Husain yang tidak lebih dari 80 orang. Buku-buku sejarah telah mencatat jiwa kesatria yang ditunjukkan oleh pengikut Al Husain.
Beliau meminta kepada mereka (para pengikutnya) agar meninggalkanna dan mencari jalan selamat sendiri-sendiri. Akan tetapi mereka tidak setuju dengan permintannya dan tetap berada di sisi beliau mengorbankan nyawa mereka di hadapannya satu persatu. Tidak ada satupun di antara mereka yang tewas kecuali dalam keadaan tegar menghadapi lawan, tidak lari, mencurahkan segenap kekuatannya dan melepaskan diri mereka dari tanggung jawab di hadapan Allah.
Beliau meminta kepada mereka (para pengikutnya) agar meninggalkanna dan mencari jalan selamat sendiri-sendiri. Akan tetapi mereka tidak setuju dengan permintannya dan tetap berada di sisi beliau mengorbankan nyawa mereka di hadapannya satu persatu. Tidak ada satupun di antara mereka yang tewas kecuali dalam keadaan tegar menghadapi lawan, tidak lari, mencurahkan segenap kekuatannya dan melepaskan diri mereka dari tanggung jawab di hadapan Allah.
Demikianlah, mereka jatuh meninggal satu per satu di hadapan Al Husain hinggal beliau tinggal sendirian. Meskipun demikian beliau tidak mau tunduk terhadap lawannya, bahkan yang beliau lakukan adalah menghunus pedangnya dan berperang sebagaimana seorang penunggang kuda yang ahli dan pemberani.
Sampai pada akhirnya beliau gugur di hadapan sejumlah tebasan pedang yang berturut-turut menebasnya. Juga di hadapan kekuatan besar yang mengepungnya dari segala arah.
Pasukan Ibnu Ziyad yang meninggal berjumlah 87 orang. Al Husain meninggal pada usia 57 tahun. Tidak ada dari pengikutnya yang selamat kecuali lima orang, yaitu : anaknya yang bernama Ali Zainal Abidin. Ketika itu beliau sedang sakit sehingga tidak bisa ikut hadir dalam peperangan. Bibinya yang bernama Zainab binti Ali, adiknya yang bernama Umar, dan dua saudara perempuannya yang bernama Fathimah dan Sukainah.
Umar bin Sa'd mengirim kepala Al Husain dan para pengikutnya kepada Ibnu Ziyad. Kemudian kembali ke Kufah dengan membawa anak-anak Al Husain. Ibnu Ziyad memberikan pemuliaan dan pelayanan yang baik terhadap mereka. Lalu Ibnu Ziyad mengirim mereka ke Syam bersama kepala Al Husain.
Ketika Yazid melihat mereka, bercucuran air matanya sampai mengatakan : "Sebenarnya aku telah senang terhadap ketaatan kalian tanpa pembunuhan terhadap Al Husain. Akan tetapi semoga Allah melaknat Ibnu Sumayyah (yang dimaksud adalah Ubaidullah bin Ziyad), demi Allah kalau saja aku yang menghadapinya, maka sungguh aku akan memaafkan mereka."
Ketika Yazid melihat mereka, bercucuran air matanya sampai mengatakan : "Sebenarnya aku telah senang terhadap ketaatan kalian tanpa pembunuhan terhadap Al Husain. Akan tetapi semoga Allah melaknat Ibnu Sumayyah (yang dimaksud adalah Ubaidullah bin Ziyad), demi Allah kalau saja aku yang menghadapinya, maka sungguh aku akan memaafkan mereka."
Yazid memerintahkan kepada kerabat Al Husain yang wanita untuk masuk ke rumahnya. Dan anak-anak Al Husain dimasukkan dalam tanggungannya. Kaum wanita dari kalalangan Bani Umayyah berkabung atas jenazah Al Husain selama tiga hari dan juga ikut merasakan musibah yang menimpa keluarganya. Kemudian Yazid menjamu mereka semua dengan baik dan memberikan harta yang banyak kepada mereka, selanjutnya beliau memulangkan mereka ke Madinah.
Tidak diragukan lagi bahwa peristiwa terbunuhnya Al Husain bin Ali di Karbala adalah sebuah tragedi yang menggoncang kerajaan Bani Umayyah dan mengancam kekuasaannya. Kalangan yang dengki dan benci terhadap Islam dari kelompok Syiah Rafidhah dan yang lainnya menjadikan peristiwa ini sebagai peluang untuk mengobarkan api fitnah dan menanamkan rasa kedengkian di kalangan kelompok mereka sendiri sampai-sampai gugurnya Al Husain bagi mereka adalah lebih besar daripada musibah meninggalnya Rasulullah, pembunuhan Umar, Utsman, dan Ali.
Mereka (sekte Rafidhah) mengadakan peringatan kematian Al Husain pada tiap tahun sehingga mereka melakukan sekian banyak kejelekan dan celaan terhadap para sahabat. Mereka juga mencaci dan mencela Bani Umayyah, disertai dengan membuat sekian kedustaan dan kebohongan yang bisa membuat rambut kepala beruban (sebelum waktuna-pen).
Sampai kemudian mereka menjadi sumber fitnah yang terjadi di kalangan Bani Umayyah dan sebab utama lemahnya kerajaan Bani Umayyah di hadapan musuh-musuhnya. Bahkan mereka (Syiah Rafidhah) menjadi sumber fitnah (huru-hara) dan penyimpangan di sepanjang masa.
Sekte ini berhasil menancapkan kuku-kuku makarnya. Mereka mengubah sejarah dan sejumlah sunnah (hadits) dan memenuhi keduanya dengan sekian banyak kedustaan dan kepalsuan. Semoga Allah menjaga kaum muslimin dari kejahatan Syiah Rafidhah dengan apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.
Sekte ini berhasil menancapkan kuku-kuku makarnya. Mereka mengubah sejarah dan sejumlah sunnah (hadits) dan memenuhi keduanya dengan sekian banyak kedustaan dan kepalsuan. Semoga Allah menjaga kaum muslimin dari kejahatan Syiah Rafidhah dengan apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.
Dikutip dari Buku Trilogi Al Khilafah Al Islamiyah Penerbit Hikmah Ahlussunnah, 2018
KOMENTAR