Penjelasan Syaikh Hasan bin Abdul Wahhab al-Banna dan Syaikh Ali bin as-Sayyid al-Washify tentang fitnah shaafiqah
PENJELASAN SIKAP ULAMA MESIR TERHADAP FITNAH SHA'AFIQAH YANG DIKOBARKAN DR. MUHAMMAD BIN HADY DAN DUKUNGAN MEREKA TERHADAP BERBAGAI UPAYA ASY-SYAIKH RABI' BIN HADY UNTUK MEMADAMKANNYA
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، أما بعد:
Saya, asy-Syaikh Ali bin as-Sayyid al-Washify telah berkumpul bersama asy-Syaikh al-Allamah Hasan bin Abdul Wahhab al-Banna di kediaman beliau di kota asy-Syaikh Zayid di Giza (Mesir –pent), dan kami menelaah kembali perkara-perkara pokok yang menyebabkan fitnah yang terjadi antara asy-Syaikh Muhammad bin Hady dengan saudara-saudaranya para Masyayikh Salafiyyun serta akibat-akibat negatif yang timbul karenanya yang pengaruhnya telah menyebar luas di banyak negeri-negeri di dunia ini.
Dan kami telah sepakat atas semua pokok-pokok penting yang terdapat dalam penjelasan ini yang kami memohon kepada Allah Ta'ala agar menjadi sesuatu yang melenyapkan kebingungan dan menjelaskan hal-hal yang harus diikuti pada hari-hari yang mendatang berupa perdamaian dan saling mencintai diantara saudara-saudara kita sesama Salafiyyun.
Maksud dan tujuan kami adalah menjaga madrasah salafiyyah yang diberkahi ini agar jangan sampai ditimpa oleh sesuatu yang tidak disukai atau ditimpa oleh hal-hal yang menimpa kelompok-kelompok yang menyimpang sebelum kita, kita memohon kepada Allah kekokohan di atas kebenaran.
Adapun setelah itu; saya belum lama kemarin telah menyebarkan penjelasan yang khusus berkaitan dengan sebagian ikhwah yang mulia dari kalangan para penuntut ilmu senior yang telah mentahdzir Masyayikh Mesir disebabkan lambatnya mereka dalam menampakkan sikap mereka terhadap fitnah yang terjadi antara asy-Syaikh Muhammad bin Hady al-Madkhaly dengan sebagian Masyayikh Salafiyyun dan para penuntut ilmu yang dikenal sebagai Salafiyyun dan membela dakwah salafiyyah sejak lama.
Tidak diragukan lagi bahwa orang yang benar berhak untuk berbicara, dan wajib atas orang yang terzhalimi untuk membantah orang yang menzhaliminya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُوْمًا.
"Tolonglah saudaramu yang zhalim atau yang terzhalimi!"
Karena tersebarnya fitnah tersebut dan meluasnya pengaruh-pengaruhnya di dunia serta terpengaruhnya sekian banyak para penuntut ilmu dengan fitnah tersebut, maka wajib atas kami untuk menjelaskan sikap kami terhadapnya, agar kami tidak termasuk kelompok yang diam saja atau menyembunyikan hal-hal yang wajib untuk kami katakan berupa kebenaran dan membela orang-orang yang berpegang teguh dengannya.
Hanya saja hal itu berkaitan erat dengan penggambaran fakta dan hal-hal yang belum jelas duduk perkaranya yang meliputi permasalahan tersebut hingga sampai pada batasan semacam ini. Dan termasuk perkara yang diketahui adalah bahwa para dai di kalangan kami di Mesir sama sekali tidak mengetahui permasalahan tersebut secara terperinci kecuali sedikit, sebagaimana mereka juga takut merusak perjuangan dakwah dan mencerai beraikan persatuan jika mereka sampai mengobarkan permasalahan tersebut, inilah udzur mereka ketika diam tidak membicarakannya.
Dan tidak tersamar bahwa para Masyayikh tersebut percaya sepenuhnya kepada sikap al-Allamah asy-Syaikh Rabi', sehingga mereka pun mendukung beliau karena keilmuan, kedudukan, kebenaran ijtihad, kejujuran dalam mengadili pihak-pihak yang berselisih, keadilan dalam membela orang yang terzhalimi, serta baiknya tujuan beliau dalam mengatur urusan.
Dan para ulama tersebut tidak taqlid kepada beliau dalam permasalahan tersebut, karena beliau menetapkan vonis berdasarkan hal-hal yang ditunjukkan kepada beliau dan mereka ridha dengan vonis beliau. Ini merupakan kaidah-kaidah penting yang tidak bisa tidak dibutuhkan untuk mengetahui kebenaran, dan yang benar –menurut persangkaan kami dan Allah yang menilai mereka– mereka bertujuan agar Salafiyyun bersatu dan saling mencintai di atas kebenaran serta melenyapkan kebathilan sejelas-jelasnya. Dan mereka insyaallah mendukung siapa saja yang berusaha untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut maka kami katakan: sesungguhnya diamnya kami dari membantah asy-Syaikh Muhammad bin Hady al-Madkhaly tidak berarti kami meridhai jalan yang dia tempuh dan cara-caranya dalam perselisihan tersebut.
Saya, Hasan Abdul Wahhab, telah menjelaskan bahwa Muhammad bin Hady keliru dalam caranya ini ketika menuduh saudara-saudaranya Salafiyyun tanpa hujjah dan bukti dan bahwasanya kebenaran bersama asy-Syaikh Rabi', dan penjelasan tersebut sifatnya masih global.
Jadi cara Muhammad bin Hady tidak kita jumpai dari para imam Salaf terdahulu dalam bermuamalah dengan Ahlus Sunnah jika mereka keliru dalam sebuah permasalahan atau keluar dari jalan yang benar dalam sebuah permasalahan.
Banyak para mujtahid dari ulama Salaf dan ulama belakangan –sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam– yang telah terjatuh dalam bid'ah karena sebab-sebab yang telah diketahui, walaupun demikian bantahan terhadap mereka hanya terbatas dalam lingkup ilmu dan penjelasan hakekat yang sebenarnya, dan tidak masuk ke ranah vonis, penyematan sifat-sifat tertentu, atau memberikan julukan-julukan yang buruk –sebagaimana yang dilakukan oleh ahli bid'ah yang menuduh Ahlus Sunnah sebagai kelompok mujassimah atau hasyawiyyah– yang hal itu menyebabkan bahaya yang besar terhadap umat. Dan hal itu berkaitan erat dengan rambu-rambu yang rumit yang diketahui oleh para ulama besar seperti asy-Syaikh al-Allamah Rabi' dan yang semisal dengan beliau.
Kami dikejutkan oleh asy-Syaikh Muhammad bin Hady al-Madkhaly yang mencomot sebuah julukan buruk yang disematkan oleh al-Imam asy-Sya'by kepada ahli bid'ah asli yang suka menetapkan hal-hal yang dinafikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan sebaliknya suka menafikan hal-hal yang ditetapkan oleh beliau dengan berbagai penakwilan yang nyleneh, yaitu dengan menyebut mereka sebagai Sha'fiqah yang bodoh –yaitu orang-orang yang pergi ke pasar tanpa memiliki uang dan harta benda–, jadi asy-Syaikh Muhammad bin Hady menyematkan julukan buruk tersebut kepada para Masyayikh Salafiyyun senior sehingga menanggalkan ilmu dari mereka dengan dalih karena mereka memiliki berbagai kesalahan.
Ini juga merupakan bahaya besar dan sikap berlebihan yang memalukan yang bisa saja menghabisi tokoh-tokoh dakwah as-Sunnah as-Salafiyyah di seluruh penjuru dunia, karena tidak ada seorangpun yang luput dari kesalahan, baik Muhammad bin Hady maupun salah seorang dari Salafiyyun di dunia ini.
Dan tidak mungkin sebuah kesalahan atau beberapa kesalahan yang muncul dari ijtihad salah seorang ulama yang dipersaksikan keilmuan dan pengetahuannya bisa mencabut ilmunya begitu saja dan menyematkan kepadanya julukan Sha'afiqah yang artinya orang yang tidak memiliki ilmu, sebagaimana yang disematkan kepada orang-orang filsafat dan ahli bid'ah yang asli.
Oleh karena itulah tidak ada seorangpun yang menyebut asy-Syaikh Muhammad bin Hady sebagai Sha'afiqah, padahal mereka mengetahui kesalahan-kesalahannya, hal itu untuk menjaga agar diri mereka tidak terjatuh dan terhina karena ketergelinciran yang membahayakan ini.
Jadi, di sana terdapat perbedaan antara menyikapi ahli bid'ah dengan menyikapi Ahlus Sunnah ketika mereka jatuh dalam kesalahan. Oleh karena itu kami bersabar terhadapnya dengan harapan agar dia bertaubat, namun kenyataannya dia tidak mau bertaubat. Kami juga telah menasehatinya, namun dia tidak mau menerima nasehat dan terus menerus tidak mau bersatu dengan Salafiyyun yang lain.
Kelakuan-kelakuannya ini telah mengakibatkan fitnah dahsyat dan keburukan besar yang pengaruhnya telah menyebar luas di seluruh penjuru dunia Islam, menimbulkan kebencian, menceraiberaikan persatuan, mengkotak-kotak para pemuda hingga mereka terpecah belah menjadi beberapa kelompok secara membabibuta, atas nama al-wala' wal bara' (loyalitas dan permusuhan) karena Allah, dan nampaklah kebodohan banyak para penuntut ilmu pemula tentang rambu-rambu dalam membantah orang-orang yang menyelisihi kebenaran, belum lagi ketidaktahuan mereka sama sekali tentang adab-adab ketika terjadi perbedaan pendapat dan akhlak-akhlaknya.
Tentang fitnah tersebut kami memiliki 9 catatan berkaitan dengan asy-Syaikh Muhammad bin Hady yang akan kami paparkan untuk menjelaskan duduk perkaranya dan mendekatkan hakekat yang sebenarnya.
Mudah-mudahan denganya Allah akan menyatukan hati-hati kita dan mendamaikan pihak-pihak yang berselisih, hingga persatuan dan kecintaan terus menerus ada sebagai ganti dari meluasnya ruang perselisihan dan perpecahan.
Dan kunci segala kebaikan adalah berpegang teguh dengan as-Sunnah dan menjaga persatuan, dan serigala hanyalah akan memangsa kambing yang menyendiri dari rombongannya.
bantahan-ulama-mesir-terhadap-fitnah-shaafiqah |
1⃣ Asy-Syaikh Muhammad bin Hady ketika menunjukkan kasusnya kepada al-Imam al-Allamah Rabi' al-Madkhaly hafizhahullah –dan beliau adalah pembawa panji al-jarh wa at-ta'dil di masa ini berdasarkan pengakuan untuk beliau dari al-Imam al-Albany rahimahullah– dia menunjukkannya kepada beliau dengan menganggap beliau seperti seorang hakim agar mengadili antara dirinya dan orang yang berselisih dengan dirinya, dan dia tidak menunjukkannya kepada beliau seperti seorang yang posisinya sebagai lawan atau saksi. Tentunya peran seorang hakim adalah bersikap netral, meneliti bukti-bukti yang diajukan, memberikan hak kepada semua pihak yang memiliki hak, dan menetapkan vonis dengan adil. Dan al-Allamah Rabi' telah melakukannya dengan membaca bukti-bukti yang ditunjukkan oleh asy-Syaikh Muhammad bin Hady huruf demi huruf, menelitinya kembali kata demi kata, dan beliau mengeluarkan vonis yang memutuskan bahwa: asy-Syaikh Muhammad bin Hady tidak memiliki dalil-dalil, bukti-bukti, dan sebab-sebab yang bisa dijadikan alasan untuk perselisihan tersebut dan mencela Salafiyyun.
Di samping itu dari sisi yang lain asy-Syaikh Hasan telah menunjukkan tulisan berjudul "Nadzirush Sha'iqah" –yang padanya terkumpul sebagian bukti-bukti asy-Syaikh Muhammad bin Hady– kepada asy-Syaikh Rabi', lalu beliau membacanya kata demi kata, lalu beliau bertanya, "Siapa penulisnya?" Orang-orang menjawab, "Tidak diketahui." Maka jawabannya beliau, "Penulisnya tidak diketahui dan metodenya gak bermutu."
Termasuk hal yang wajib atas asy-Syaikh Muhammad bin Hady adalah ridha dengan vonis al-Allamah Rabi', berhenti, dan mengakhiri mengobarkan permasalahan tersebut diantara orang-orang awam dan para penuntut ilmu.
Adapun dengan keluar untuk melemparkan anggapan bahwa asy-Syaikh Rabi' tidak membaca bukti-bukti yang dia tunjukkan dan tidak menelitinya, serta sebagian murid-murid yang dekat dengan beliau mengklaim bahwa asy-Syaikh Rabi' melemparkan bukti-bukti yang dia tunjukkan tersebut ke tanah dan tidak membacanya, maka ini merupakan celaan terang-terangan dan cercaan terhadap asy-Syaikh Rabi', menuduh beliau berpaling dari kebenaran, dan mendustakan kabar yang beliau sampaikan.
Dia wajib didudukkan di hadapan beliau dan dimintai pertanggungjawaban dengan serius, karena dia telah menolak keputusan pengadil dalam sebuah permasalahan tanpa alasan yang benar, dan dia juga meminta bantuan kepada murid-muridnya untuk menyebarkan isu tersebut.
Seandainya kita tetapkan untuknya hak untuk memulai kembali untuk menunjukkan bukti-bukti kedua kalinya, tentu hal itu boleh dia lakukan. Bisa dengan cara mengumpulkannya semua dengan tersusun rapi dan menyerahkannya kepada asy-Syaikh Rabi', atau menunjukkannya kepada al-Imam al-Allamah asy-Syaikh Ubaid, atau kepada asy-Syaikh Professor Doktor Abdullah al-Bukhary hafizhahumullah, seperti keadaan setiap orang yang menuduh dalam kasus apapun, tetapi dia tidak melakukan hal itu.
Bahkan dia tidak melakukan seperti yang dilakukan oleh Khawarij ketika Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma menuntut mereka untuk menunjukkan alasan-alasan untuk menyerang Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, lalu mereka pun menjawab, "Dia memerangi namun tidak menawan musuh yang tertangkap, menjadikan manusia sebagai pemutus perkara dalam urusan agama Allah, dan menghilangkan gelar amirul mu'minin."
Sebenarnya itu hanya pada beberapa poin saja, namun dia tidak mau melakukannya, tetapi yang dia lakukan hanya meninggalkan asy-Syaikh Rabi' dan menjauh dari beliau serta cenderung memilih pembenaran dari murid-murid dan orang-orang awam yang menjadi teman duduknya agar permusuhan semakin parah, serta menuduh orang yang dia musuhi dan siapa saja yang mendukung mereka sebagai orang bodoh dan Sha'afiqah, dan dia membiarkan manusia mencari bukti di lautan yang dalam yang kegelapannya bertumpuk-tumpuk, seakan-akan mereka mencari air di fatamorgana, dan dia mengatakan kepada mereka, "Itu adalah bukti-bukti." Dan dia membuka peluang bagi sebagian orang-orang yang majhul atau tidak dikenal untuk mengungkapkan apa yang mendidih dalam hatinya berupa berbagai perasaan dan celaan terhadap Salafiyyun.
Sampai sekarang dia tidak menunjukkan bukti selain dengan mencabut dari kata-kata yang dia petik dari rekaman suara dari ucapan yang tidak disengaja untuk dia jadikan sebagai bukti untuk menyerang orang yang dia musuhi, sebagaimana yang dilakukan oleh semua orang-orang awam terhadap para ulama besar.
Tanpa diragukan lagi bahwa seorang ulama terkadang keliru ketika dia mengucapkan sesuatu tanpa sadar karena lisannya mendahului maksudnya, tetapi dia tidak meyakininya.
Walaupun hal itu muncul dari orang yang dimusuhi oleh asy-Syaikh Muhammad bin Hady, hal itu juga muncul dari Muhammad bin Hady sendiri, dan hal itu telah diingatkan oleh muridnya yang bernama Abdul Aziz al-Jazairy. Dalam sebuah penjelasan kitab dia pernah mengatakan bahwa "al-Qur'an adalah makhluk" namun dipastikan dia tidak memaksudkan hal itu dan tidak meyakininya, tetapi hanya salah ucap.
Seharusnya demikianlah dalam menilai orang yang dia musuhi pada kesalahan-kesalahan yang dia kritikkan terhadap mereka, karena hukum asalnya mereka di atas Sunnah dan tauhid.
Jadi sebagaimana dia telah menyampaikan udzur karena salah ucap semacam tadi, maka asy-Syaikh Abdullah bin Shalfiq azh-Zhafiry juga telah mengingkari bahwa beliau pernah mengatakan, "Mizan termasuk salah satu dari sifat-sifat Allah." Walaupun hal itu ada bukti dari rekaman suara beliau, tetapi beliau tidak mengetahui tentangnya ketika beliau mengingkarinya, sehingga ini menunjukkan bahwa itu hanya salah ucap, tidak memiliki tempat dalam ingatan untuk menjadi keyakinan yang dibela.
Maka kesempatan masih terbuka lebar di hadapan asy-Syaikh Muhammad bin Hady jika dia memang tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela dalam menjalankan agama Allah dan tidak ada tekanan-tekanan dari pihak manapun agar dia terus berselisih dengan saudara-saudaranya, untuk mengumpulkan bukti-bukti yang dia miliki semuanya, dan pintu asy-Syaikh Rabi' selalu terbuka, di samping berdamai itu lebih baik dibandingkan bermusuhan.
2⃣ Sesungguhnya asy-Syaikh Muhammad bin Hady mengetahui besarnya kedudukan al-Allamah asy-Syaikh Rabi' di dunia Islam, demikian juga dia mengetahui bagaimana pemuliaan para ulama besar terhadap beliau, ilmu, kesungguhan, dan perjuangan beliau dalam menghadang ahli bid'ah di dunia Islam, dan juga mengetahui besarnya peperangan yang beliau terjun di medannya serta besarnya permusuhan yang beliau hadapi.
Dia juga mengetahui bahwa beliau memiliki kedudukan besar dalam bidang ilmu hadits, as-Sunnah, aqidah, dan jarh wa ta'dil yang tidak mungkin akan bisa ditanduk oleh asy-Syaikh Muhammad bin Hady. Dan seandainya bukan karena kedudukan asy-Syaikh Rabi' dan perjuangan beliau, niscaya Muhammad bin Hady tidak akan memiliki kedudukan di sisi para murid asy-Syaikh Rabi' di dunia Islam.
Maka, apakah layak terhadap seseorang yang dakwahnya sampai ke segala penjuru dunia untuk dihadang secara lancang oleh Muhammad bin Hady dengan fitnah semacam ini yang tidak ada dasarnya sama sekali yang menyibukkan beliau dan menyibukkan dunia Islam dengan permasalahan yang tidak ada harganya tersebut?!
Wahai Syaikh Muhammad bin Hady, apakah engkau ingin menghancurkan dakwah tersebut agar dakwah menjadi seperti kemarin dan melenyapkan perjuangan yang telah dicurahkan sekian tahun lamanya hanya gara-gara hal-hal yang remeh dan kata-kata yang dibesar-besarkan?!
Tidak ada seorangpun selamanya dari para ulama yang bergembira dengan apa yang engkau lakukan wahai Syaikh Muhammad. Yang bergembira dengannya dan menari kegirangan adalah musuh-musuh dakwah yang ingin menghancurkannya melalui tangan-tangan orang-orang yang memperjuangkannya sendiri agar medan dakwah lapang bagi mereka sehingga mereka bisa mengatakan apa saja semau mereka dengan aman dan tenang tanpa ada seorangpun yang membantah atau mengkritisi mereka.
Engkau telah menampakkan kepada manusia seorang ulama besar dengan gambaran seseorang yang ragu-ragu dan bingung yang tidak mengadili perkara dengan benar dan tidak mau meneliti bukti-bukti yang diajukan, hingga engkau memberi kesempatan bagi semua ahli bid'ah terdahulu untuk menggugurkan vonis-vonis ulama ini terhadap mereka, yaitu vonis-vonis yang dibangun di atas dalil-dalil, bukti-bukti, dan indikasi-indikasi yang kuat. Agar mereka (ahli bid'ah) bisa mengatakan, "Dia (asy-Syaikh Rabi') memvonis kami dengan hal-hal yang tidak ada pada kami dan menuduh kami dengan hal-hal yang kami bersih darinya."
Sungguh engkau telah mewujudkan impian mereka yang tidak pernah mampu mereka raih sekian tahun lamanya. Hal itu dengan cara engkau masuk menyerang murid-murid beliau dengan mensifati mereka dengan sifat-sifat yang buruk dan engkau mengobarkan permusuhan yang tidak beralasan kecuali karena dorongan-dorongan jiwa dan perselisihan pribadi yang sama sekali tidak memiliki hubungan dengan aqidah, tauhid, maupun manhaj.
Seandainya dipastikan muncul sebagian kesalahan dari para dai Salafiyyun pada hal-hal yang telah lalu sebagaimana yang engkau klaim, maka urusannya jika ditangani dengan cara memperbaiki mereka akan lebih ringan dan lebih mudah dibandingkan dengan memperbaiki ahli bid'ah yang asli.
Pada kelembutan akan datang kebaikan semuanya, dan ilmu itu sifatnya membawa kasih sayang di tengah-tengah orang-orang yang mengamalkannya.
3⃣ Wahai Syaikh, engkau telah membangkitkan permusuhan diantara Salafiyyun melalui sebagian twitt di media yang disebut dengan situs-situs media sosial –twitter dan facebook– dan engkau menerapkannya terhadap dirimu dan engkau mengatakan bahwa yang mereka maksudkan dengannya adalah dirimu dan menuduh dirimu dengan kezhaliman, penyerangan, masuk kedalam manhaj yang rusak, serta tuduhan yang lainnya yang hanya berdasarkan dugaan dan kesalahpahaman.
Mereka telah mengingkari dan bersumpah, dan seandainya kita tetapkan benarnya apa yang engkau lakukan berupa menjatuhkan vonis kepada orang lain hanya berdasarkan persangkaan dan kesalahpahaman, serta membangkitkan pertikaian dan permusuhan dan mencela manusia berdasarkan itu semua, niscaya kami juga akan menjatuhkan vonis terhadap dirimu berdasarkan kaidah-kaidah itu yang sama yang engkau gunakan untuk menuduh Salafiyyun.
Hal itu karena engkau telah mengucapkan perkataan yang sifatnya umum yang berisi berbagai celaan yang tidak ada penjelasannya kecuali engkau memaksudkan dengannya adalah asy-Syaikh Rabi' dan asy-Syaikh Ubaid serta yang lainnya. Hanya saja orang-orang yang berakal tidaklah menelusuri bukti-bukti dan sebab-sebab dan kaidah semacam itu, mereka hanya mengambil ucapan-ucapan yang jelas dan tegas serta mengutamakan hak-hak Allah dan tidak memikirkan hak-hak diri mereka sendiri, bahkan mereka mengorbankan hak-hak mereka dan memaafkan orang yang merusak kehormatan mereka demi membela agama dan as-Sunnah serta untuk meredam fitnah. Dan pada riwayat-riwayat dari Salaf telah mencukupi kita untuk menjelaskan hal itu.
Syaikh Muhammad bin Hady, engkau telah memberikan julukan yang buruk kepada sekian banyak para penuntut ilmu Salafiyyun senior dari para murid ulama besar di Kerajaan Arab Saudi seperti asy-Syaikh Rabi', asy-Syaikh Ubaid, asy-Syaikh Abdullah al-Bukhary serta yang lainnya dengan sebutan Sha'afiqah, orang-orang bodoh dan tidak berilmu. Padahal para ulama tersebut masih mentazkiyah para penuntut ilmu senior tersebut, memuji, dan membela mereka.
Apakah engkau ingin menjatuhkan mereka semuanya agar para ulama itu sendirian tanpa memiliki murid-murid, tanpa perjuangan, dan tanpa dakwah?!
Apakah engkau ingin menjatuhkan perjuangan para ulama itu di tahun-tahun yang lalu dengan peperangan yang padanya engkau tidak mempedulikan kekerabatan, hubungan bertetangga, dan kesamaan dalam manhaj dan di atas as-Sunnah?! Seakan-akan engkau memerangi ahli bid'ah tulen yang tidak memiliki kemuliaan. Semua itu hanya gara-gara perselisihan dan kejadian-kejadian yang membutuhkan bukti-bukti, para saksi, dan indikasi-indikasi kuat yang engkau tidak mampu untuk menunjukkannya.
Di samping itu engkau tidak mengecualikan seorangpun dari mereka ada yang memiliki ilmu, pemahaman, dan pengetahuan. Maka jika demikian siapakah yang tersisa jika murid-murid dari para imam tersebut seperti ini sifatnya?! Siapakah yang bisa diambil ilmunya dan siapakah yang akan menyebarkan dakwah?!
Kita memahami masalah-masalah membantah orang-orang yang menyimpang harus berdasarkan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah terperinci dan ilmu yang kokoh dengan harapan agar mereka mendapatkan hidayah dan kembali kepada kebenaran, sebagaimana hal itu merupakan kebiasaan para imam Salaf sejak dahulu.
Kami tidak paham bagaimana keadaanmu hingga sampai berusaha untuk menghancurkan madrasah tersebut secara keseluruhan, seakan-akan itu adalah madrasah milik al-Amidy yang dia dirikan di kota Akko untuk mengajarkan filsafat, ilmu manthiq, dan ilmu kalam.
Wahai Fadhilatus Syaikh, sesungguhnya engkau tidak membantah dengan ilmu yang teliti dan terperinci, tetapi engkau hanya memberi julukan-julukan yang buruk, dan engkau menuduh orang-orang yang engkau musuhi pukul rata dengan sifat-sifat tercela. Engkau tuduh mereka dengan sifat bodoh, biadab, pendusta, dan suka berganti-ganti warna.
Kemudian engkau banyak bersumpah dengan nama Allah pada semua perkara yang besar dan kecil, dan engkau menjadikan Allah sebagai saksi atas ucapan-ucapanmu, seakan-akan engkau sedang bermubahalah (saling mendoakan laknat) dalam masalah aqidah atau as-Sunnah. Engkau mengatakan bahwa engkau di atas kebenaran dan engkau tidak mengucapkan kecuali kebenaran. Saya tidak menganggap dan tidak ada seorangpun yang menganggap bahwa dirimu ma'shum (terjaga) dari kesalahan, lupa, dan lalai. Demikian juga saya tidak menganggap bahwa orang-orang yang engkau tuduh dengan sifat-sifat itu mereka semuanya terjatuh padanya. Tidak ada seorangpun yang berakal yang menyangka demikian.
Engkau menuduh sebagian orang sebagai pendusta kemudian menggabungkan semuanya ke dalam kelompok Sha'afiqah dan engkau katakan, "Mereka adalah para pendusta, demi Allah mereka pendusta, demi Allah mereka orang yang suka berganti-ganti warna."
Engkau menuduh orang-orang yang tidak bersalah tanpa kejahatan yang mereka lakukan, padahal Allah Ta'ala tidak menghukum seseorang dengan dosa yang dilakukan oleh orang lain, sebagaimana firman-Nya:
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى.
"Seseorang yang berbuat dosa tidak akan menanggung dosa orang lain." (QS. az-Zumar: 7)
Ketika saudara-saudaranya Yusuf alaihis salam berkata kepadanya:
فَخُذْ أَحَدَنَا مَكَانَهُ.
"Ambillah salah seorang dari kami untuk menggantikan posisinya." (QS. Yusuf: 78)
Maka Yusuf menjawab:
ﻣَﻌَﺎﺫَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻥ ﻧَّﺄْﺧُﺬَ ﺇِﻻَّ ﻣَﻦ ﻭَﺟَﺪْﻧَﺎ ﻣَﺘَﺎﻋَﻨَﺎ ﻋِﻨﺪَﻩُ ﺇِﻧَّـﺂ ﺇِﺫًﺍ ﻟَّﻈَﺎﻟِﻤُﻮﻥَ.
"Kami berlindung kepada Allah dari menghukum kecuali seseorang yang kami temukan barang kami ada pada dirinya, jika sampai demikian maka sungguh kami adalah orang-orang yang zhalim." (QS. Yusuf: 79)
Sesungguhnya menjatuhkan para penuntut ilmu di sebuah madrasah secara keseluruhan dengan sebutan Sha'afiqah tidaklah seperti menjatuhkan sebagian mereka. Dan tidak ada alasan maupun tujuan yang bisa dipahami darinya selain ingin menjatuhkan madrasah tersebut dan para gurunya, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Aqil:
ما أراد الروافض من الطعن في أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا الطعن في الشريعة، لأنه إذا كان حملة الشريعة كفارا فالشريعة باطلة.
"Tidaklah Syi'ah Rafidhah menginginkan dari celaan terhadap para shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kecuali untuk mencela syari'at, karena jika para pembawa syari'at dianggap kafir maka syari'at akan dianggap bathil."
4⃣ Saya tidak menyangka bahwa orang sepertimu tidak mengetahui daruratnya menimbang maslahat dan mafsadat serta akibat dari segala sesuatu, dan bahwa perintah dan larangan jika akan mengakibatkan kemungkaran yang lebih besar maka tidak boleh dilakukan berdasarkan ijma'. Hanya saja kami menjumpaimu dalam menghadapi sebagian Salafiyyun dan menuduh mereka sebagai Sha'afiqah, bodoh, suka berganti-ganti warna, dan pendusta, tanpa memperhatikan ukhuwwah, kekerabatan, dan manhaj, tidak memperhatikan maslahat dan mafsadat, dan engkau tidak memperhatikan bahwa mereka memiliki pengikut dan akan lari darimu.
Engkau tidak membedakan antara perselisihan karena urusan dunia dengan perselisihan karena agama, jadi engkau meletakkan yang ini di tempat yang itu sehingga menjadikan semua perselisihanmu seakan-akan karena agama, hingga muncullah kerusakan yang hanya diketahui oleh Allah besarnya, dan kebaikan yang engkau sangka ternyata tidak mendatangkan kecuali keburukan yang besar.
Engkau telah berusaha keras menghubungi dan berbicara dengan semua markiz ilmu yang mengikuti asy-Syaikh Rabi' dan madrasah beliau untuk menimbulkan perselisihan dan membangkitkan permusuhan diantara orang-orang yang tidak mengetahui masalah-masalah tersebut, hingga engkau menjadikan mereka berpecah belah dan berkelompok-kelompok serta membangkitkan permusuhan dan kebencian terhadap saudara-saudara mereka. Apakah engkau memiliki pendahulu dari para ulama bagi apa yang engkau lakukan?
Sungguh saya Hasan bin Abdul Wahhab al-Banna telah hidup dalam dakwah sekitar 70 tahun saya tidak melihat perselisihan diantara para ulama dan para penuntut ilmu seperti yang saya lihat darimu pada perselisihan tersebut.
Apakah engkau melihat orang seperti Ibnu Taimiyyah rahimahullah dan yang seperti beliau melakukan cara seperti yang engkau lakukan terhadap orang yang engkau anggap sebagai musuh dakwah, terlebih kepada para ulama Ahlus Sunnah yang sesungguhnya dengan menyebut mereka Sha'afiqah dan bodoh, seperti yang engkau lakukan terhadap saudara-saudaramu?!
Semua pelajaran yang engkau sampaikan telah berubah menjadi celaan terhadap saudara-saudaramu sesama Salafiyyun dan menjatuhkan mereka dengan julukan-julukan yang buruk. Padahal saya telah melarangmu darinya dan saya katakan kepadamu, "Gunakanlah kata-kata yang baik!" Tetapi engkau mempedulikan nasehatku dan tidak mau bertaubat. Sampai perkaranya hingga engkau melemparkan tuduhan qadzaf terhadap seseorang yang tidak bersalah pada kehormatannya dan engkau menuduhnya dengan ahir dan fujur di salah satu dari rumah-rumah Allah (masjid).
Apakah hal itu pantas bagi seorang dai besar Islam yang ingin menunjukkan manusia kepada kebenaran dan menyelamatkan mereka dari kebathilan?!
Sesungguhnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dahulu biasa membantah para imam Ahlus Sunnah dan para mujtahid –dan banyak dari mereka yang terjatuh dalam bid'ah tanpa sepengetahuan mereka– dengan menjelaskan kebenaran dan melenyapkan syubhat. Namun kita tidak melihat beliau mentahdzir atau mencela mereka, tetapi beliau bersikap lembut kepada mereka dan berusaha mencarikan udzur untuk mereka. Dan beliau mengetahui bahwa Allah mengampuni untuk umat ini pada kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja baik yang sifatnya ilmu atau amal. Jadi masalahnya bukan menjatuhkan vonis dan mencela manusia, tetapi masalahnya adalah menjelaskan kebenaran dengan dalil-dalil, kemudian meletakkan vonis dengan adil. Maka di manakah engkau dari hal-hal seperti itu?!
Sungguh Haddadiyyah telah bergembira dengan cara-cara dan jalanmu dalam mentahdzir dan menyusahkan Ahlus Sunnah jika salah seorang dari mereka terjatuh dalam kesalahan. Bahkan mereka telah menuntut asy-Syaikh Rabi' agar menuduh dirimu dengan tuduhan yang sama terhadap mereka (sebagai Haddadiyyah). Dan beliau sendiri telah menyebut mereka sebagai musuh-musuh as-Sunnah yang ekstrim karena memvonis para imam semuanya sebagai orang kafir, ahli bid'ah, dan sesat dengan cara yang bathil. Namun asy-Syaikh Rabi' masih bersabar terhadapmu, maka apa yang akan engkau katakan?!
3⃣ Wahai Syaikh, engkau telah membangkitkan permusuhan diantara Salafiyyun melalui sebagian twitt di media yang disebut dengan situs-situs media sosial –twitter dan facebook– dan engkau menerapkannya terhadap dirimu dan engkau mengatakan bahwa yang mereka maksudkan dengannya adalah dirimu dan menuduh dirimu dengan kezhaliman, penyerangan, masuk kedalam manhaj yang rusak, serta tuduhan yang lainnya yang hanya berdasarkan dugaan dan kesalahpahaman.
Mereka telah mengingkari dan bersumpah, dan seandainya kita tetapkan benarnya apa yang engkau lakukan berupa menjatuhkan vonis kepada orang lain hanya berdasarkan persangkaan dan kesalahpahaman, serta membangkitkan pertikaian dan permusuhan dan mencela manusia berdasarkan itu semua, niscaya kami juga akan menjatuhkan vonis terhadap dirimu berdasarkan kaidah-kaidah itu yang sama yang engkau gunakan untuk menuduh Salafiyyun.
Hal itu karena engkau telah mengucapkan perkataan yang sifatnya umum yang berisi berbagai celaan yang tidak ada penjelasannya kecuali engkau memaksudkan dengannya adalah asy-Syaikh Rabi' dan asy-Syaikh Ubaid serta yang lainnya. Hanya saja orang-orang yang berakal tidaklah menelusuri bukti-bukti dan sebab-sebab dan kaidah semacam itu, mereka hanya mengambil ucapan-ucapan yang jelas dan tegas serta mengutamakan hak-hak Allah dan tidak memikirkan hak-hak diri mereka sendiri, bahkan mereka mengorbankan hak-hak mereka dan memaafkan orang yang merusak kehormatan mereka demi membela agama dan as-Sunnah serta untuk meredam fitnah. Dan pada riwayat-riwayat dari Salaf telah mencukupi kita untuk menjelaskan hal itu.
Syaikh Muhammad bin Hady, engkau telah memberikan julukan yang buruk kepada sekian banyak para penuntut ilmu Salafiyyun senior dari para murid ulama besar di Kerajaan Arab Saudi seperti asy-Syaikh Rabi', asy-Syaikh Ubaid, asy-Syaikh Abdullah al-Bukhary serta yang lainnya dengan sebutan Sha'afiqah, orang-orang bodoh dan tidak berilmu. Padahal para ulama tersebut masih mentazkiyah para penuntut ilmu senior tersebut, memuji, dan membela mereka.
Apakah engkau ingin menjatuhkan mereka semuanya agar para ulama itu sendirian tanpa memiliki murid-murid, tanpa perjuangan, dan tanpa dakwah?!
Apakah engkau ingin menjatuhkan perjuangan para ulama itu di tahun-tahun yang lalu dengan peperangan yang padanya engkau tidak mempedulikan kekerabatan, hubungan bertetangga, dan kesamaan dalam manhaj dan di atas as-Sunnah?! Seakan-akan engkau memerangi ahli bid'ah tulen yang tidak memiliki kemuliaan. Semua itu hanya gara-gara perselisihan dan kejadian-kejadian yang membutuhkan bukti-bukti, para saksi, dan indikasi-indikasi kuat yang engkau tidak mampu untuk menunjukkannya.
Di samping itu engkau tidak mengecualikan seorangpun dari mereka ada yang memiliki ilmu, pemahaman, dan pengetahuan. Maka jika demikian siapakah yang tersisa jika murid-murid dari para imam tersebut seperti ini sifatnya?! Siapakah yang bisa diambil ilmunya dan siapakah yang akan menyebarkan dakwah?!
Kita memahami masalah-masalah membantah orang-orang yang menyimpang harus berdasarkan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah terperinci dan ilmu yang kokoh dengan harapan agar mereka mendapatkan hidayah dan kembali kepada kebenaran, sebagaimana hal itu merupakan kebiasaan para imam Salaf sejak dahulu.
Kami tidak paham bagaimana keadaanmu hingga sampai berusaha untuk menghancurkan madrasah tersebut secara keseluruhan, seakan-akan itu adalah madrasah milik al-Amidy yang dia dirikan di kota Akko untuk mengajarkan filsafat, ilmu manthiq, dan ilmu kalam.
Wahai Fadhilatus Syaikh, sesungguhnya engkau tidak membantah dengan ilmu yang teliti dan terperinci, tetapi engkau hanya memberi julukan-julukan yang buruk, dan engkau menuduh orang-orang yang engkau musuhi pukul rata dengan sifat-sifat tercela. Engkau tuduh mereka dengan sifat bodoh, biadab, pendusta, dan suka berganti-ganti warna.
Kemudian engkau banyak bersumpah dengan nama Allah pada semua perkara yang besar dan kecil, dan engkau menjadikan Allah sebagai saksi atas ucapan-ucapanmu, seakan-akan engkau sedang bermubahalah (saling mendoakan laknat) dalam masalah aqidah atau as-Sunnah. Engkau mengatakan bahwa engkau di atas kebenaran dan engkau tidak mengucapkan kecuali kebenaran. Saya tidak menganggap dan tidak ada seorangpun yang menganggap bahwa dirimu ma'shum (terjaga) dari kesalahan, lupa, dan lalai. Demikian juga saya tidak menganggap bahwa orang-orang yang engkau tuduh dengan sifat-sifat itu mereka semuanya terjatuh padanya. Tidak ada seorangpun yang berakal yang menyangka demikian.
Engkau menuduh sebagian orang sebagai pendusta kemudian menggabungkan semuanya ke dalam kelompok Sha'afiqah dan engkau katakan, "Mereka adalah para pendusta, demi Allah mereka pendusta, demi Allah mereka orang yang suka berganti-ganti warna."
Engkau menuduh orang-orang yang tidak bersalah tanpa kejahatan yang mereka lakukan, padahal Allah Ta'ala tidak menghukum seseorang dengan dosa yang dilakukan oleh orang lain, sebagaimana firman-Nya:
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى.
"Seseorang yang berbuat dosa tidak akan menanggung dosa orang lain." (QS. az-Zumar: 7)
Ketika saudara-saudaranya Yusuf alaihis salam berkata kepadanya:
فَخُذْ أَحَدَنَا مَكَانَهُ.
"Ambillah salah seorang dari kami untuk menggantikan posisinya." (QS. Yusuf: 78)
Maka Yusuf menjawab:
ﻣَﻌَﺎﺫَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﻥ ﻧَّﺄْﺧُﺬَ ﺇِﻻَّ ﻣَﻦ ﻭَﺟَﺪْﻧَﺎ ﻣَﺘَﺎﻋَﻨَﺎ ﻋِﻨﺪَﻩُ ﺇِﻧَّـﺂ ﺇِﺫًﺍ ﻟَّﻈَﺎﻟِﻤُﻮﻥَ.
"Kami berlindung kepada Allah dari menghukum kecuali seseorang yang kami temukan barang kami ada pada dirinya, jika sampai demikian maka sungguh kami adalah orang-orang yang zhalim." (QS. Yusuf: 79)
Sesungguhnya menjatuhkan para penuntut ilmu di sebuah madrasah secara keseluruhan dengan sebutan Sha'afiqah tidaklah seperti menjatuhkan sebagian mereka. Dan tidak ada alasan maupun tujuan yang bisa dipahami darinya selain ingin menjatuhkan madrasah tersebut dan para gurunya, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Aqil:
ما أراد الروافض من الطعن في أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا الطعن في الشريعة، لأنه إذا كان حملة الشريعة كفارا فالشريعة باطلة.
"Tidaklah Syi'ah Rafidhah menginginkan dari celaan terhadap para shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kecuali untuk mencela syari'at, karena jika para pembawa syari'at dianggap kafir maka syari'at akan dianggap bathil."
4⃣ Saya tidak menyangka bahwa orang sepertimu tidak mengetahui daruratnya menimbang maslahat dan mafsadat serta akibat dari segala sesuatu, dan bahwa perintah dan larangan jika akan mengakibatkan kemungkaran yang lebih besar maka tidak boleh dilakukan berdasarkan ijma'. Hanya saja kami menjumpaimu dalam menghadapi sebagian Salafiyyun dan menuduh mereka sebagai Sha'afiqah, bodoh, suka berganti-ganti warna, dan pendusta, tanpa memperhatikan ukhuwwah, kekerabatan, dan manhaj, tidak memperhatikan maslahat dan mafsadat, dan engkau tidak memperhatikan bahwa mereka memiliki pengikut dan akan lari darimu.
Engkau tidak membedakan antara perselisihan karena urusan dunia dengan perselisihan karena agama, jadi engkau meletakkan yang ini di tempat yang itu sehingga menjadikan semua perselisihanmu seakan-akan karena agama, hingga muncullah kerusakan yang hanya diketahui oleh Allah besarnya, dan kebaikan yang engkau sangka ternyata tidak mendatangkan kecuali keburukan yang besar.
Engkau telah berusaha keras menghubungi dan berbicara dengan semua markiz ilmu yang mengikuti asy-Syaikh Rabi' dan madrasah beliau untuk menimbulkan perselisihan dan membangkitkan permusuhan diantara orang-orang yang tidak mengetahui masalah-masalah tersebut, hingga engkau menjadikan mereka berpecah belah dan berkelompok-kelompok serta membangkitkan permusuhan dan kebencian terhadap saudara-saudara mereka. Apakah engkau memiliki pendahulu dari para ulama bagi apa yang engkau lakukan?
Sungguh saya Hasan bin Abdul Wahhab al-Banna telah hidup dalam dakwah sekitar 70 tahun saya tidak melihat perselisihan diantara para ulama dan para penuntut ilmu seperti yang saya lihat darimu pada perselisihan tersebut.
Apakah engkau melihat orang seperti Ibnu Taimiyyah rahimahullah dan yang seperti beliau melakukan cara seperti yang engkau lakukan terhadap orang yang engkau anggap sebagai musuh dakwah, terlebih kepada para ulama Ahlus Sunnah yang sesungguhnya dengan menyebut mereka Sha'afiqah dan bodoh, seperti yang engkau lakukan terhadap saudara-saudaramu?!
Semua pelajaran yang engkau sampaikan telah berubah menjadi celaan terhadap saudara-saudaramu sesama Salafiyyun dan menjatuhkan mereka dengan julukan-julukan yang buruk. Padahal saya telah melarangmu darinya dan saya katakan kepadamu, "Gunakanlah kata-kata yang baik!" Tetapi engkau mempedulikan nasehatku dan tidak mau bertaubat. Sampai perkaranya hingga engkau melemparkan tuduhan qadzaf terhadap seseorang yang tidak bersalah pada kehormatannya dan engkau menuduhnya dengan ahir dan fujur di salah satu dari rumah-rumah Allah (masjid).
Apakah hal itu pantas bagi seorang dai besar Islam yang ingin menunjukkan manusia kepada kebenaran dan menyelamatkan mereka dari kebathilan?!
Sesungguhnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dahulu biasa membantah para imam Ahlus Sunnah dan para mujtahid –dan banyak dari mereka yang terjatuh dalam bid'ah tanpa sepengetahuan mereka– dengan menjelaskan kebenaran dan melenyapkan syubhat. Namun kita tidak melihat beliau mentahdzir atau mencela mereka, tetapi beliau bersikap lembut kepada mereka dan berusaha mencarikan udzur untuk mereka. Dan beliau mengetahui bahwa Allah mengampuni untuk umat ini pada kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja baik yang sifatnya ilmu atau amal. Jadi masalahnya bukan menjatuhkan vonis dan mencela manusia, tetapi masalahnya adalah menjelaskan kebenaran dengan dalil-dalil, kemudian meletakkan vonis dengan adil. Maka di manakah engkau dari hal-hal seperti itu?!
Sungguh Haddadiyyah telah bergembira dengan cara-cara dan jalanmu dalam mentahdzir dan menyusahkan Ahlus Sunnah jika salah seorang dari mereka terjatuh dalam kesalahan. Bahkan mereka telah menuntut asy-Syaikh Rabi' agar menuduh dirimu dengan tuduhan yang sama terhadap mereka (sebagai Haddadiyyah). Dan beliau sendiri telah menyebut mereka sebagai musuh-musuh as-Sunnah yang ekstrim karena memvonis para imam semuanya sebagai orang kafir, ahli bid'ah, dan sesat dengan cara yang bathil. Namun asy-Syaikh Rabi' masih bersabar terhadapmu, maka apa yang akan engkau katakan?!
⚠️ BERSAMBUNG INSYAALLAH ⚠️
Sumber : https://t.me/jujurlahselamanya
KOMENTAR