Definisi Mu'tazilah, Siapa itu kelompok Mu'tazilah yang sesat, siapa pendirinya? Inilah jawabannya.
Bahaya Nimbrung dalam Hal yang Tidak Diilmui dan Dikuasai
(Petikan Ibroh dari Tersesatnya Pentolan Utama Mu’tazilah)
Semoga Allah menganugerahkan kebaikan untuk Anda, seorang penanya berkata:
“Siapakah mu’tazilah itu? Kenapa mereka disebut demikian?”
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-fauzan hafizhahullah menjawab:
“al-mu’tazilah adalah pengikut washil bin ‘atho’, murid al-Hasan al-Bashri. Dia dahulunya murid al-Hasan al-Bashri –rahimahullah- imamnya tabi’in.
Ketika al-Hasan al-Bashri ditanya (di majelisnya) tentang pelaku dosa besar “apakah ia mukmin atau kafir?” Beliau rahimahullah menjawab:
“Pelaku dosa besar adalah fasik dan tidak kafir. Mukmin namun kurang kadar keimanannya. Bukan kafir.”
Washil bin ‘atho yang ia (saat itu) murid beliau berkata(menyela):
“Adapun aku maka aku katakan “tidak muslim dan tidak kafir”. Dia berada pada satu kedudukan di antara dua kedudukan.”
Maka ia membuat madzhab ini :
المنزلة بين المنزلتين
“Suatu kedudukan di antara dua kedudukan (yaitu bukan mukmin bukan kafir,pent,)”
Apakah ada satu makhluk yang ia bukan muslim dan bukan kafir? Suatu kemestian seseorang itu muslim atau kafir.
Adapun seorang muslim terkadang kurang keimanannya dan terkadang sempurna.
Kemudian ia melakukan i’tizal (menyepi) dari majelis al-Hasan. Dan pengikutnya ikut bergabung bersamanya. Mereka pun disebut mu’tazilah sebab mereka menyepi dari majelis al-Hasan al-Bashri. Demikian.
Sumber Audio: https://soundcloud.com/abd-errahim/0f75geilit6e
-----------------------------------------------------
https://soundcloud.com/abd-errahim/0f75geilit6e
Petikan faidah dan hikmah dari kisah ini:
1. Seorang mukmin tidak menjadi kafir dengan sebab kemaksiatan yang ia lakukan. Walaupun termasuk jenis dosa besar.
2. Pentingnya bertanya tentang hal yang tidak diketahui. Terkhusus permasalahan yang terkait dengan amalan penyebab masuk surga dan neraka.
3. Bertanya kepada ahlul ilmi yang diakui keilmuannya.
4. Bahaya berbicara tanpa ilmu. Lihatlah atho’ yang ikut berfatwa seolah-olah ia orang yang lebih tahu dari gurunya.
5. Bahaya beradab jelek terhadap orang yang berilmu. Lihatlah atho’ ikut menjawab pertanyaan padahal yang ditanya adalah gurunya yang jelas lebih berilmu darinya.
6. Bahaya ikut campur dalam urusan dakwah yang ia tidak memiliki ilmu di dalamnya.
7. Bahaya ilmu yang tidak kokoh.
8. Bahaya ikut nimbrung dalam urusan yang tidak dikuasai.
9. Bahaya menonjolkan pendapat pribadi daripada ucapan yang berdasar dalil.
10. Bahaya masuk ke dalam dialog ilmiah yang ia tidak mampu mencerna faidah di dalamnya. Kemudian berkomentar dengan ketidakpahamannya.
11. Bahaya berprasangka jelek terhadap orang yang berilmu. Dan menyangka dirinya lebih memahami agama Allah.
12. Bahaya tidak ikhlash dalam mencari ilmu.
13. Bahaya tidak menahan lisan di majelis ilmu.
Alih bahasa: Al ustadz Abu Yahya Abdullah حفظه الله.
Dikutip dari: Group WA salafiy Sumatera.
Turut mempublikasikan:
➡Telegram.me/salafycurup
➡Salafycurup.com
(Petikan Ibroh dari Tersesatnya Pentolan Utama Mu’tazilah)
Siapa itu Mu'tazilah? / Asal Nama Mu'tazilah
Pertanyaan:Semoga Allah menganugerahkan kebaikan untuk Anda, seorang penanya berkata:
“Siapakah mu’tazilah itu? Kenapa mereka disebut demikian?”
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-fauzan hafizhahullah menjawab:
“al-mu’tazilah adalah pengikut washil bin ‘atho’, murid al-Hasan al-Bashri. Dia dahulunya murid al-Hasan al-Bashri –rahimahullah- imamnya tabi’in.
Ketika al-Hasan al-Bashri ditanya (di majelisnya) tentang pelaku dosa besar “apakah ia mukmin atau kafir?” Beliau rahimahullah menjawab:
“Pelaku dosa besar adalah fasik dan tidak kafir. Mukmin namun kurang kadar keimanannya. Bukan kafir.”
Washil bin ‘atho yang ia (saat itu) murid beliau berkata(menyela):
“Adapun aku maka aku katakan “tidak muslim dan tidak kafir”. Dia berada pada satu kedudukan di antara dua kedudukan.”
Maka ia membuat madzhab ini :
المنزلة بين المنزلتين
“Suatu kedudukan di antara dua kedudukan (yaitu bukan mukmin bukan kafir,pent,)”
Apakah ada satu makhluk yang ia bukan muslim dan bukan kafir? Suatu kemestian seseorang itu muslim atau kafir.
Adapun seorang muslim terkadang kurang keimanannya dan terkadang sempurna.
Kemudian ia melakukan i’tizal (menyepi) dari majelis al-Hasan. Dan pengikutnya ikut bergabung bersamanya. Mereka pun disebut mu’tazilah sebab mereka menyepi dari majelis al-Hasan al-Bashri. Demikian.
Sumber Audio: https://soundcloud.com/abd-errahim/0f75geilit6e
-----------------------------------------------------
❓السؤال:أحسن الله إليكم يقول السائل: من هم المعتزلة؟ ولماذا سموا بذلك؟
🎙الجواب:
المعتزلة أتباع واصل بن عطا تلميذ الحسن البصري كان من تلميذ الحسن البصري رحمه الله إمام التابعين، فلما سُئُل الحسن البصري عن مرتكبي الكبيرة هل هو كافر أو مؤمن؟ قال رحمه الله: مرتكب الكبيرة فاسق وليس بكافر، مؤمن لكنه ناقص الإيمان، وليس بكافر، قال واصل بن عطا وهو تلميذه أما أنا فأقول ليس بمسلم ولا بكافر هو في المنزلة بين منزلتين فأحدث هذا المذهب المنزلة بين المنزلتين لا مسلم ولا كافر، هل هو أحد من الخلق ليس بمسلم ولا كافر؟ لابد أنه إما مسلم وإما كافر، والمسلم قد يكون ناقص الإيمان وقد يكون كامل الإيمان فاعتزل مجلس الحسن وانضم إليه أتباعه وسموا بالمعتزلة لأنهم اعتزلوا مجلس الحسن البصري، نعم.
https://soundcloud.com/abd-errahim/0f75geilit6e
Petikan faidah dan hikmah dari kisah ini:
1. Seorang mukmin tidak menjadi kafir dengan sebab kemaksiatan yang ia lakukan. Walaupun termasuk jenis dosa besar.
2. Pentingnya bertanya tentang hal yang tidak diketahui. Terkhusus permasalahan yang terkait dengan amalan penyebab masuk surga dan neraka.
3. Bertanya kepada ahlul ilmi yang diakui keilmuannya.
4. Bahaya berbicara tanpa ilmu. Lihatlah atho’ yang ikut berfatwa seolah-olah ia orang yang lebih tahu dari gurunya.
5. Bahaya beradab jelek terhadap orang yang berilmu. Lihatlah atho’ ikut menjawab pertanyaan padahal yang ditanya adalah gurunya yang jelas lebih berilmu darinya.
6. Bahaya ikut campur dalam urusan dakwah yang ia tidak memiliki ilmu di dalamnya.
7. Bahaya ilmu yang tidak kokoh.
8. Bahaya ikut nimbrung dalam urusan yang tidak dikuasai.
9. Bahaya menonjolkan pendapat pribadi daripada ucapan yang berdasar dalil.
10. Bahaya masuk ke dalam dialog ilmiah yang ia tidak mampu mencerna faidah di dalamnya. Kemudian berkomentar dengan ketidakpahamannya.
11. Bahaya berprasangka jelek terhadap orang yang berilmu. Dan menyangka dirinya lebih memahami agama Allah.
12. Bahaya tidak ikhlash dalam mencari ilmu.
13. Bahaya tidak menahan lisan di majelis ilmu.
Alih bahasa: Al ustadz Abu Yahya Abdullah حفظه الله.
Dikutip dari: Group WA salafiy Sumatera.
Turut mempublikasikan:
➡Telegram.me/salafycurup
➡Salafycurup.com
KOMENTAR