Tauhid dalam Ibadah Haji, Makna Kalimat Talbiyah Haji dan Umroh, Esensi Haji Bagi Muslim
HAJI TEGAK DI ATAS TAUHID
Diantara syiar ibadah haji yang paling nampak ialah ucapan talbiyyah yaitu ucapan :"لبيك اللّٰهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك إن الحمد والنعمة لك والملك، لا شريك لك".
"Labbaikallahumma labbaik, labbaika laa syarika laka labbaik, innal hamda wanni'mata laka wal mulk, laa syarika lak".
Maka makna ucapan 'labbaikallahumma labbaik' yaitu seseorang yang bertalbiyyah menampakkan secara terus-menerus sikap menyambut seruan Allah untuk beribadah kepadaNya semata yang diantaranya ialah menyambut seruan Allah ketika Dia menyeru hamba-hambaNya untuk berhaji menuju Baitullah Al Haram.
Dan makna ucapan 'laa syarika lak' yaitu seseorang yang bertalbiyyah menampakkan bahwa tidak ada sekutu bagi Allah dalam rububiyyahNya, UluhiyyahNya dan nama- nama serta sifat-sifatNya, maka Dialah satu-satunya pencipta, pengatur, Yang menghidupkan, Yang mematikan dan Dialah yang berhak untuk diibadahi sehingga tidak berhak selainNya diibadahi bersamaNya baik dari kalangan para nabi, para wali, jin, kuburan, berhala dan selain itu, dan Dialah Dzat yang tidak ada sekutu bagiNya dalam nama-nama dan sifat-sifatNya dan tidak ada yang semisal bagiNya serta tidak ada tandingan bagiNya sebagaimana Allah berfirman :
ليس كمثله شيء وهو السميع البصير".
"Tidak ada yang semisal bagiNya dan Dialah Maha mendengar lagi Maha melihat".
Dan makna 'innal hamda wanni'mata laka wal mulka laa syarika lak' yaitu Engkaulah wahai Rabbku yang berhak terhadap seluruh pujian dikarenakan seluruh kesempurnaan milikMu dan dikarenakan seluruh kenikmatan dari sisiMu dan Engkau wahai Rabb adalah pemilik langit dan bumi dan pemilik dunia dan akhirat, tidak keluar sedikitpun di langit dan di bumi dari kekuasaanMu dan dari pengaturanMu maka tidak bisa aku beribadah kepada selainMu dan tidak bisa aku meminta kepada selainMu dikarenakan tidak ada sekutu bagiMu pada hal itu semua.
Foto : statue-bronze-street-statue | Sumber: Pixabay |
Thawaf tersebut bukanlah bentuk peribadatan kepada Baitullah dan bukan pula thawaf yang ditujukan kepada Baitullah namun thawaf ditujukan hanya kepada Allah.
Allah yang telah mensyariatkan kepada kita shalat dan puasa dan Dia pulalah yang mensyariatkan kepada kita thawaf di Baitullah sehingga kita thawaf di Baitullah dalam rangka menjalankan perintah Allah Ta'ala.
Oleh karena inilah kita tidak boleh melakukan thawaf di tempat manapun di muka bumi; dikarenakan Allah tidak mensyariatkan bagi kita thawaf yang lain selain di Baitullah maka kita tidak melakukan thawaf di masjid, di kuburan, di pohon, di bebatuan dan selain itu.
Demikian pula tatkala kita mencium Hajar Aswad atau menyentuhnya kita melakukannya dalam rangka meneladani sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan dalam rangka mentaati Allah yang telah memerintahkan kita untuk mentaati RasulNya shallallahu alaihi wasallam sehingga kita mencium Hajar Aswad dalam keadaan kita meyakini dengan sempurna bahwa tidak ada hajar (bebatuan) yang bisa memudharatkan dan mendatangkan manfaat.
Seandainya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak mensyariatkannya kepada kita niscaya kita tidak melakukannya sebagaimana yang dikatakan oleh shahabat 'Umar Al Faruq radhiallahu anhu.
Dari 'Abis Bin Rabi'ah dari 'Umar radhiallahu anhu bahwasanya beliau datang kepada Hajar Aswad lalu menciumnya dan mengatakan :
"إني أعلم أنك حجر لا تضر ولا تنفع، لولا أني رأيت رسول الله صلى اللّٰه عليه وسلم يقبلك ما قبلتك".
"Sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak memudharatkan dan tidak pula mendatangkan manfaat, seandainya aku tidak melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam menciummu niscaya aku tidak akan menciummu". Diriwayatkan oleh Al Bukhary.
Diantara syiar-syiar ibadah haji ialah menjadikan maqam Ibrahim sebagai mushalla (tempat shalat) sehingga disyariatkan bagi orang yang selesai dari melakukan thawaf untuk menjadikan maqam berada antara dia dengan Ka'bah lalu ia melakukan shalat dua raka'at apabila di tempat tersebut tidak terdapat desakan (kerumunan) manusia atau tidak mengganggu orang-orang yang sedang melakukan thawaf.
Dan maqam ialah batu yang Nabi Ibrahim alaihissalam selaku pemimpin orang-orang yang bertauhid berdiri di atasnya ketika beliau membangun Baitullah sehingga Allah menjaga jejak-jejak kedua telapak kakinya lalu Allah memerintahkan kita untuk menjadikannya mushalla (tempat shalat).
Maka hendaknya bagi orang yang berhaji dan orang yang melakukan umrah serta orang yang melakukan thawaf di Baitullah untuk berhenti dimana nash (dalil) berhenti sehingga ia tidak melebihi apa yang dituntunkan oleh nash (dalil) dikarenakan ia mentauhidkan Allah, tunduk kepadaNya dan mengikuti perintahNya sehingga ia tidak melebihi dari menjadikan maqam sebagai mushalla (tempat shalat); tidak dengan mencari berkah darinya dan tidak pula menyentuhnya dan selain itu dari apa yang dilakukan oleh sebagian manusia.
insyaallah bersambung...
Sumber : "Min Mazhahirit Tauhid Fil Hajj" tulisan Asy Syaikh Dr. Ali Bin Yahya Al Haddady hafizhahullah.
http://www.haddady.com/من-مظاهر-التوحيد-في-الحج-خطبة/
telegram.me/dinulqoyyim
KOMENTAR