Kisah dakwah kepada Orang Tua, Usaha agar orang tua mendapatkan hidayah manhaj salaf Ahlus Sunnah
Menanti Hidayah Untuk Orang Tua
Arsip Instagram Happy Islam |
Semua hidayah ini berawal ketika saya kuliah. Bermula ketika saya aktif mengikuti pengajian di kampus di awal- awal semester. Sejak itulah penampilan dan pergaulan saya berubah. Tidak berselang lama, sekitar bulan Oktober 2010 saya mengenal dakwah salaf. Mengenal kebenaran dari dakwah ini semakin mengokohkan perubahan itu.
Akan tetapi, demi melihat perubahan sikap dan cara berpakaian saya, keluarga mulai gencar mempertanyakannya. Mereka khawatir saya bergabung dengan kelompok-kelompok teroris atau jamaah tabligh yang telah mereka ketahui kabar-kabar buruknya. Mereka bahkan khawatir saya telah "dicuci otak" oleh kelompok-kelompok tertentu. Namun saya tidak tinggal diam.
Saya selalu berusaha menjelaskan kepada mereka bahwa apa yang saya jalankan adalah kebenaran. Saya sampaikan kepada mereka bahwa perubahan pada diri saya ini seharusnya disyukuri karena perubahan itu menuju ke arah yang lebih baik, seperti salat jama'ah di masjid, menjaga pergaulan, dan lain-lain.
Akan tetapi keluarga saya tetap belum bisa menerima semua penjelasan itu. Tidak hanya dari keluarga dekat, bahkan kemudian kerabat lain dan tetangga ikut memberikan komentar. Namun semua itu tidak terlalu membuat saya pusing. Saya tetap cuek tidak mempedulikan komentar mereka dan tetap menjalankan apa yang saya yakini benar. Dan jika mereka mempertanyakannya maka saya siap menjawab.
Seiring berjalannya waktu, tepatnya di awal tahun 2014, saya mengutarakan keinginan untuk menikah kepada kedua orangtua. Saya mengutarakan bahwa saya ingin menikah dengan seorang wanita yang berhijab syar'i menggunakan penutup wajah (bercadar). Spontan kedua orang tua saya kaget dan tidak menyetujui rencana itu. Mungkin mereka malu dengan tetangga mempunyai menantu wanita bercadar karena memang hal sangat asing di mata mereka. Namun saya tidak berputus asa untuk terus menjelaskan dan memberikan pengertian kepada mereka, terutama bapak, karena beliau yang paling menentang.
Setelah beberapa minggu dan melalui negosiasi yang alot bahkan sampai membuat saya menangis berkali-kali di hadapan mereka, akhirnya mereka menyetujui dengan berat hati. Konsekuensinya, mereka memberi syarat resepsi pernikahan harus sesuai adat setempat. Tidak ada pilihan lain bagi kami ketika itu kecuali harus menyetujuinya. Meskipun kami juga mengajukan syarat balik, jika proses resepsi itu sudah melampaui batas kami tidak bersedia menjalaninya.
Akhirnya, bi idznillah, akad nikah terjadi di pertengahan tahun 2014. Setelah akad nikah, acara dilanjutkan dengan prosesi adat selama 3 hari. Prosesi itu kami jalani dengan penuh
tangis karena selama berlangsungnya penuh dengan perdebatan dan negosiasi yang tidak menemukan titik temu. Semua berjalan tidak sesuai yang kami harapkan, banyak pelanggaran syariat.
Setelah menikah, saya dan istri tinggal di rumah orang tua. Setelah tinggal kurang lebih selama 4 bulan mengutarakan kepada orang tua keinginan untuk tinggal lingkungan ma'had. Perlu diketahui, keinginan bukan lah baru terlintas di benak saya saat itu, bahkan sejak mengenal manhaj salaf, saya selalu berangan- angan tinggal di lingkungan mahad.
Lingkungan tempat tinggal kami jauh dari cahaya ilmu syar'i, terlalu kuat memegang adat, banyak kemaksiatan dan sering terjadi peristiwa kriminal. Kami ingin membangun rumah tangga dan membina keluarga di lingkungan yang dipenuhi ilmu.
Namun, keinginan itu ditolak mentah-mentah oleh bapak dengan alasan apapun. Beliau sangat marah dan tidak ingin kami hidup berbeda dengan keumuman masyarakat. Bahkan beliau sempat menyampaikan bahwa selama ini saja beliau sudah merasa malu karena kami berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Beliau juga mengatakan, kami boleh pindah dari rumah tapi jangan kembali lagi. Hati saya sedih mendengar ucapan itu, namun Alhamdulillah tidak tebersit sedikitpun dalam hati saya kebencian kepada bapak. Walaupun akhirnya, setelah beberapa jam kami berusaha menjelaskan dan meminta izin kepada beliau, tetap saja beliau berada pada pendiriannya, tidak mengizinkan kami pindah rumah.
Akhirnya, saya membulatkan tekad untuk pindah ke lingkungan ma'had. Jika terlalu lama di rumah orang tua, kami khawatir manhaj kami terkikis oleh lingkungan dan tuntutan orang tua. Seperti misalnya, bapak selalu meminta agar istri saya melepaskan hijabnya ketika di lingkungan rumah dan permintaan-permintaaan lain yang tidak sesuai tuntunan agama. Saya berpikir, dan berharap bahwa hubungan ini bisa diperbaiki sambil berjalannya waktu.
Sebulan kemudian, baru lah kami benar-benar pindah dari rumah untuk tinggal di lingkungan ma'had. Kami pindah pada saat bapak tidak sedang di rumah. Hanya ibu yang sedang di rumah menangisi kepergian kami. Tak urung hati kami pun tersayat dengan kejadian itu. Akan tetapi saya dan istri kembali menjelaskan kepada ibu bahwa tidak perlu ada yang dikhawatirkan karena kami pindah ke lingkungan yang lebih baik.
Memang sangat berat rasanya meninggalkan rumah yang di dalamnya ada seorang wanita yang sedang menangisi kita apalagi ia adalah yang melahirkan kita. Tapi saya kuatkan hati ini, karena yakin bahwa kepindahan ini adalah demi kebahagiaan saya dan istri yang kelak kebahagiaan ini pun bisa dirasakan oleh kedua orang tua saya. Hampir setahun kami tinggal di lingkungan mahad, namun keluarga besar saya belum pernah berkunjung. Hanya ibu yang sudah berkunjung itupun cuma sekali setelah beberapa kali saya memohon kepada beliau sambil menangis di hadapannya. Saya terus memohon kepadanya agar sudi menengok kami walau hanya satu jam saja. Tentu kami masih ingin dianggap sebagai anak dan menantu. Saya malu kepada keluarga istri, kerena mereka sudah sering berkunjung sedangkan keluarga saya belum pernah berkunjung.
Hingga saat ini, restu orang tua belum saya dapatkan untuk menjalani hidup sesuai yang saya inginkan (hidup di atas manhaj ahlussunnah wal jamaah). Saya tidak menyalahkan mereka. Saya berbaik sangka bahwa semua ini sebenarnya adalah salah satu bentuk kasih sayang mereka. Mereka tidak ingin anaknya salah jalan (sesat). Hanya saja mereka belum mengetahui tentang kebenaran yang sesungguhnya. Yang saya bisa lakukan saat ini hanya berdoa agar kedua orang tua saya diberi bisa bersama-sama di atas jalan yang Allah ridhai. Aamiin.
Diambil dari Majalah Qudwah Edisi 33 Vol 03 2015 - Disalin oleh Happy Islam
KOMENTAR