Hukum Perayaan Maulid Nabi adalah Bid'ah, Tanya Jawab seputar Maulidan, Hukum Puasa Maulid, Sejarah Maulid
Tanya Jawab Tentang Acara Maulid Nabi
[1] HUKUM PERAYAAN MAULID NABI (FATWA SYAIKH IBNU UTSAIMIN)
Fadhilatusy Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin rahimahullah ta’ala ditanya: Bagaimana hukum perayaan maulid Nabi?
Beliau menjawab:
Pertama:
Malam kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam tidaklah diketahui dengan pasti. Bahkan sebagian ‘ulama yang datang belakangan menetapkan bahwa malam maulid beliau adalah malam kesembilan Rabi’ul ‘Awwal, bukan malam kedua belas. Dengan demikian, menjadikan perayaan tersebut pada malam kedua belas Rabi’ul ‘Awwal tidaklah ada asalnya dari sisi sejarah.
Kedua:
Dari sisi syar’i, perayaan maulid tersebut juga tidak ada asalnya. Karena seandainya perayaan tersebut termasuk dari syariat Allah, pastilah Nabi shallallahu ‘alaihi was salam telah melakukannya atau menyampaikannya kepada umatnya. Dan seandainya beliau melakukannya atau telah menyampaikannya, sungguh hal itu pastilah akan selalu terjaga, karena Allah ta’ala telah berfirman:
إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan adz-Dzikra (al-Qur’an) dan Kami benar-benar akan menjaganya.”
Tatkala tidak ada sedikitpun dari hal itu, nyatalah diketahui bahwa perayaan maulid tersebut bukanlah bagian dari agama Allah. Apabila bukan bagian dari agama Allah, maka kita tidak diperbolehkan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah dengan perkara tersebut. Jika Allah ta’ala telah meletakkan jalan yang sudah ditentukan untuk sampai kepada-Nya yaitu syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam, maka bagaimana mungkin kita -selaku hamba – diperbolehkan untuk mendatangkan jalan tersendiri dari sisi kita untuk menyampaikan diri kita kepada-Nya? Ini merupakan kejahatan terhadap hak Allah ‘Azza wa Jalla; kita mensyari’atkan dalam agama-Nya sesuatu yang bukan bagian darinya sebagaimana hal itu juga mengandung sikap mendustakan terhadap firman Allah ‘Azza wa Jalla:
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku kepada kalian.”
Maka kita katakan: Perayaan maulid ini, apabila termasuk dari kesempurnaan agama, maka harus ada sebelum meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam. Namun bila bukan bagian dari kesempurnaan agama, maka tidak mungkin akan menjadi bagian dari agama karena Allah telah berfirman: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian.”
Dan siapa yang meyakini bahwa perayaan tersebut merupakan bagian dari kesempurnaan agama, maka sungguh dia telah mengada-adakan syariat setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam karena ucapannya tersebut mengandung sikap mendustakan terhadap ayat yang mulia ini. Tidak diragukan lagi bahwa mereka yang mengadakan perayaan maulid Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam hanyalah ingin mengagungkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam, menampakkan kecintaan kepada beliau, dan memompa semangat atas simpati yang didapati dari sebagian mereka dalam perayaan tersebut terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi was salam. Sedangkan semua ini termasuk dari bentuk ibadah.
Kecintaan kepada Rasulullah adalah ibadah.
Bahkan keimanan itu tidaklah sempurna hingga Rasulullah lebih dicintai oleh seorang insan dari pada dirinya sendiri, anaknya, orang tuanya, dan manusia seluruhnya. Mengagungkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam juga termasuk ibadah. Demikian juga dengan mengobarkan rasa simpati (kasih sayang) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi was salam juga merupakan ibadah karena padanya terdapat kecenderungan kepada syariatnya.
Oleh karena itu, perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi was salam dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dan mengagungkan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi was salam merupakan suatu bentuk ibadah. Apabila hal itu adalah suatu ibadah, maka selama-lamanya tidak diperbolehkan mengada-adakan sesuatu yang baru dalam agama Allah yang bukan bagian darinya. Jadi, perayaan maulid adalah suatu kebid’ahan dan diharamkan. Kemudian kita mendengar bahwa di dalam perayaan ini didapati sebagian kemungkaran-kemungkaran besar yang tidak diakui oleh syariat, tidak oleh hissi (panca indra), dan tidak juga oleh akal. Mereka bernyanyi-nyanyi mendendangkan qasidah yang berisikan sikap ghuluw (ekstrim) kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam, bahkan mereka sampai mengangkat beliau lebih tinggi dari Allah ta’ala -kita berlindung kepada Allah darinya-.
Diantaranya juga kita mendengar tentang kedunguan sebagian orang yang mengadakan perayaan tersebut bahwa bila seorang pembaca sudah membacakan kisah maulid kemudian sampai kepada ucapannya “Musthafa (Muhammad) telah lahir” maka mereka seluruhnya berdiri serempak! sembari mengatakan “Sesungguhnya ruh Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam telah hadir sehingga kita berdiri sebagai bentuk penghormatan kepada ruh beliau.” Ini merupakan suatu kedunguan, selain itu juga bukan termasuk adab untuk mereka berdiri, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam membenci seorang yang berdiri untuk beliau.
Dan para shahabat beliau radhiyallahu ‘anhum adalah manusia yang paling besar kecintaan dan pengagungannya kepada beliau shallallahu ‘alaihi was salam, namun mereka tidak pernah berdiri untuk (menghormati) beliau karena mereka telah melihat ketidaksukaan beliau terhadap perbuatan tersebut padahal beliau ketika itu masih hidup, lantas bagaimana dengan khayalan-khayalan ini?!
Dan bid’ah ini -yaitu bid’ah maulid – muncul setelah berlalunya tiga generasi yang utama. Dan dalam perayaan ini, muncul juga berbagai perkara kemungkaran yang menyertainya yang sampai menerjang pokok agama. Ditambah lagi apa yang terjadi di dalamnya dari adanya ikhtilath (campur baur) antara lelaki dan perempuan serta berbagai kemungkaran yang lainnya.
Fatawa Arkanul Islam (206 -208)
Alih bahasa: Syabab Forum Salafy
http://forumsalafy.net/hukum-perayaan-maulid-nabi/
[2] HUKUM MERAYAKAN MAULID NABI (FATWA SYAIKH SHALIH AL FAUZAN)
Asy-Syaikh al-‘Allamah Sholih bin Fauzan al-Fauzan حفظه اللّٰه berkata:
“… Sesungguhnya merayakan maulid Rasul -ﷺ- adalah perkara yang batil dan diharamkan dari beberapa sisi:
Yang pertama:
Bahwasanya perayaan tersebut merupakan kebidahan dalam agama, dan setiap bidah adalah sesat, dan orang-orang yang berpendapat bolehnya untuk merayakannya tidak mampu untuk mendatangkan dalil dari syariat.
Yang kedua:
Bahwasanya perayaan tersebut merupakan sikap menyerupai orang-orang Nashara dalam perayaan mereka terhadap maulid al-Masih (Isa) 'alaihissalam, dan sungguh kita dilarang dari menyerupai mereka.
Yang ketiga:
Bahwasanya sering terjadi pada perayaan tersebut perkara-perkara yang mungkar dan diharamkan dan kemungkaran terbesar yang terjadi padanya ialah kesyirikan kepada Allah berupa memanggil-manggil Rasul -ﷺ- dan beristighatsah (meminta pertolongan) kepada beliau serta melantunkan qashidah-qashidah yang mengandung kesyirikan dalam memuji beliau seperti Qashidah al-Burdah dan semisalnya.
Yang keempat:
Bahwasanya tidak ada dalam Islam melainkan dua hari raya yaitu Idul Adha dan Idul Fithri yang diberkahi, maka barangsiapa yang mengada-adakan hari raya yang ketiga maka sungguh ia telah mengada-adakan dalam islam sesuatu yang bukan bagian darinya.”
Sumber: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/13811
[3] PUASA DI HARI MAULID
BOLEHKAH BERPUASA PADA HARI MAULID NABI ?
JAWABAN
Oleh Asy Syaikh Al 'Allamah Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah
Tidak boleh. Puasa itu apa yang disyariatkan oleh Allah dan rasul-Nya, sementara Allah tidak mensyariatkan kepada kita untuk berpuasa (pada hari maulid).
Iya, hari Senin engkau boleh berpuasa padanya, bukan dikarenakan bertepatan dengan 12 Rabi'ul Awwal. Engkau berpuasa di hari Senin pada tiap pekan, ini sunnah.
Adapun tanggal 12 Rabi'ul Awwal jika bertepatan dengan hari Senin lantas engkau bergembira dikarenakan itu adalah hari maulid, maka tidak, tidak boleh ini˝.
Sumber ||
http://www.alfawzan.af.org.sa/sites/default/files/2314.mp3
Arsip WALIS » http://walis-net.blogspot.com/2016/12/bolehkah-berpuasa-pada-hari-maulid-nabi_9.html
[4] SIAPA YANG AWAL MULA MENGADA-ADAKAN BID’AH MAULID?
Mereka adalah orang-orang Bani ‘Ubaidiyyah dan Rafidhah.
Al-Miqrizi rahimahullah berkata di dalam kitabnya “al-Khuthath” (1/hal. 490 dan yang setelahnya):
”Penyebutan hari-hari dimana para khalifah Dinasti Fathimiyah menjadikannya sebagai hari-hari raya dan peringatan…”
Beliau berkata: “Para khalifah Dinasti Fathimiyah memiliki berbagai hari raya dan peringatan dalam sepanjang tahunnya. yaitu:
■ Peringatan penghujung tahun,
■ Peringatan awal tahun,
■ Hari ‘Asyura’,
■ Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi was salam,
■ Maulid ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,
■ Maulid al-Hasan dan al-Husein ‘alihimas salam,
■ Maulid Fathimah az-Zahra ‘alihas salam,
■ Maulid khalifah yang tengah berkuasa,
■ Malam awal Rajab,
■ Malam pertengahan Rajab,
■ Peringatan malam Ramadhan,
■ Awal Ramadhan,
■ Hidangan Ramadhan,
■ Malam penutupan,
■ Peringatan ‘Idul Fithri,
■ Peringatan ‘Idul ‘Adhha,
■ ‘Idul Ghadir,
■ Kiswah (pakaian) musim panas,
■ Kiswah musim dingin,
■ Peringatan Fathul Khalij (pembukaan teluk),
■ Hari an-Nauruz,
■ Hari al-Ghithas,
■ Hari Masehi,
■ Khamis al-‘adas,
■ dan hari-hari kendaraan.”
Selesai penukilan dari beliau.
Saya (asy-Syaikh Usamah bin Sa’ud al-‘Amri) mendengar syaikh kami ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahullah mengatakan:
Mereka mengada-adakan enam maulid:
● Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi was salam
● Maulid ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
● Maulid Fathimah radhiyallahu ‘anha
● Maulid al-Hasan radhiyallahu ‘anhu
● Maulid al-Husein radhiyallahu ‘anhu
● Maulid penguasa yang sedang berkuasa di zaman mereka
Sumber: https://telegram.me/Osamasaud
@ashshorowaky | salafysorowako.com/siapa-yang-mengada-adakan-bidah-maulid/?relatedposts_hit=1&relatedposts_origin=1633&relatedposts_position=2
[5] HUKUM MAKAN MAKANAN PERAYAAN MAULID
Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah.
Pertanyaan: Bolehkah memakan makanan ahli bidah? Dalam keadaan diketahui kalau mereka membuat makanan ini untuk kebid'ahan ini, seperti membuat makanan untuk acara maulid nabi?
Jawaban:
Yang wajib adalah mengingatkan mereka agar mereka menjauhi kebid'ahan, dan tidak melakukan perkara-perkara haram. Wajib atas seorang insan untuk tidak makan makanan yang dibuat untuk perkara-perkara bid'ah dan perkara-perkara haram. Tidak sepantasnya seorang insan untuk menggunakan makanan ini.
Hanya saja ia wajib mengingatkan dan memperingatkan dari terjatuh dalam perkara yang diharamkan ini.
Sumber || http://cdn.top4top.co/m_559sinmmjj1.mp3
Kunjungi || http://forumsalafy.net/hukum-makan-makanan-perayaan-maulid/
WhatsApp Salafy Indonesia
Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy
[6] BENARKAH YANG MERAYAKAN 'MAULID NABI' PERTAMA KALI ADALAH RAJA AL-MUZHAFFAR, PENGUASA KOTA IRBIL?!
[7] Hukum Hadirnya Sebagian Ulama Pada Acara Maulid
oleh Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah:
Pertanyaan:
Perayaan maulid nabi diadakan di negeri-negeri yang jauh tersebut lalu dilihat oleh penduduknya dan mereka mendengarkannya tanpa disebar luaskan, akan tetapi sekarang disiarkan melalui channel-channel televisi ke negeri-negeri lain lalu acara tersebut dilihat oleh anak-anak kita di rumah-rumah lalu dihadiri oleh orang yang terfitnah di negeri-negeri tersebut dan para pemimpinnya (tokoh), maka bagaimanakah seharusnya bertindak?
Wahai Syeikh apa yang harus aku lakukan?
Penanya: apa komentar anda terhadap ini?
Jawab:
Komentarku terhadap ini bahwa itu adalah salah, dan para ulama tersebut jika mereka mengetahui bahwa perkara tersebut adalah bid'ah maka mereka berdosa - wal iyadzu billah- , dan yang wajib atas mereka adalah mereka menjelaskan kepada manusia bahwa perkara ini adalah bid'ah dan mereka tidak boleh menghadirinya. Akan tetapi aku katakan pada acara ini:
Ulama itu ada tiga pembagian:
Ulama negara, ulama umat, dan ulama agama.
Ulama negara:
Adalah ulama yang melihat kepada apa yang diinginkan oleh negara lalu ia memberikan fatwa kepada mereka secara langsung, ia melihat kepada apa yang dikatakan oleh presiden atau menteri dan yang semisal itu, dan apa yang ia (presiden atau menteri) haramkan maka itu haram, ini adalah ulama negara.
Ulama umat:
Adalah ulama yang mengikuti apa yang menjadi ketenteraman umat walaupun perkara tersebut menyelisihi al-haq yang ada padanya, ini adalah seorang ulama akan tetapi ia mengikuti (kemauan) umat, dan ini seperti yang pertama ia tetap mendapatkan dosa dan ilmunya adalah petaka atasnya.
Ketiga: ulama agama,
Ia tidak peduli dengan negara dan umat ia tetap memberikan fatwa berdasarkan apa yang telah ditunjukkan oleh al-kitab dan as-sunnah, manusia pun murka (menolak) ataupun mereka ridha (menerima), inilah sebenarnya ulama, inilah ulama rabbani,
Dan wajib atas setiap orang yang berilmu terhadap syariat Allah ia menjadi ulama agama, dan ia tidak peduli dengan manusia, dia kelak keluar dari dunia ini dengan membawa kafan dan hanuthnya (wewangian yang dituangkan di atas kafannya dan lain-lain) saja, dan manusia tidak memberikan manfaat kepadanya sedikitpun
إذ تبرأ الذين اتبعوا من الذين اتبعوا ورأوا العذاب
"Ketika orang-orang yang diikuti berlepas diri dari orang-orang yang mengikuti." [Al-baqarah: 166]
وقالوا ربنا إنا أطعنا سادتنا وكبراءنا فأضلونا السبيلا
"Dan mereka berkata: wahai Rabb kami, sesungguhnya kami menaati pemimpin-pemimpin kami dan pembesar-pembesar kami lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang lurus." [Al-ahzab: 67]
Kalau seandainya ia adalah ulama umat dan mendapatkan kehormatan disisi umat maka segala sesuatu ini akan sirna dengan kematiannya, akan tetapi jika ia adalah ulama agama niscaya Allah akan mengangkat namanya di dunia setelah ia meninggal, dan akan tercapai keberkahan di dalam ilmunya, maka oleh karena itu aku berharap dari saudara-saudaraku penuntut ilmu agar mereka termasuk dari jenis ini, yakni dari ulama agama; agar mereka menjelaskan al-haq sebagaimana yang Allah perintahkan mereka dengan itu dan Dia telah mengambil perjanjian atas mereka:
وإذ أخذ الله ميثاق الذين أوتوا الكتاب لتبيننه للناس ولا تكتمونه
"Dan tatkala Allah mengambil perjanjian orang-orang yang diberi al-kitab sungguh kalian akan menjelaskannya kepada manusia dan kalian tidak menyembunyikannya." [Ali Imran: 187].
Dan ini sebagaimana mencakup yahudi dan nasrani mencakup pula orang yang diberi al-kitab (ilmu) dari umat ini.
فنبذوهم وراء ظهورهم واشتروا به ثمنا قليلا فبئس ما يشترون
"Lalu mereka membuangnya dibelakang punggung-punggung mereka dan mereka menjualnya dengan harga yang murah, maka itulah seburuk-buruk apa yang menjualnya." [Ali Imran: 187]
Sumber:
http://zadgroup.net/bnothemen/upload/ftawamp3/od_210_23.mp3
https://telegram.me/salafykolaka
[8] PERBEDAAN MENONJOL antara PEKAN SYAIKH MUHAMMAD bin ABDUL WAHHAB dengan PERAYAAN MAULID NABI shollallahu 'alaihi wasallam
Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin rohimahullah pernah ditanya;
”Tentang perbedaan “Pekan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rohimahullah dengan Perayaan Maulid Nabi, kok yang diingkari adalah orang yang melakukan acara kedua, bukan yang pertama?”
Beliau menjawab:
Perbedaan antara kedua (acara) tersebut -berdasarkan pengetahuan yang kami miliki- ada dua sisi:
1⃣ Sisi Yang Pertama:
Pekan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rohimahullah tidak dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah ’Azza waJalla. Maksud dan tujuan (di adakan acara tersebut) adalah untuk menghilangkan syubhat (atau kesalahpahaman) pada sebagian masyarakat tentang tokoh ini (yakni Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab).
2⃣ Sisi Yang Kedua:
Pekan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rohimahullah tidak diulang-ulang seperti perayaan-perayaan yang ada. Bahkan, itu adalah sebuah agenda yang jelas (yang telah ditetapkan oleh Kerajaan Saudi, pent). Dan telah ditulis beberapa makalah dari acara tersebut.
(Bisa dilihat format PDF-nya dalam link berikut:
http://waqfeya.com/book.php?bid=11183 , pent)
Dijelaskan dalam acara tersebut kedudukan tokoh ini (yaitu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, pent) yang belum pernah diketahui oleh kebanyakan masyarakat, kemudian setelah itu selesai acaranya.
(Selesai)
Sumber: Majmu’ Fatawa wa Rosail Al-‘Utsaimin (2/300, pertanyaan nomor 351)
Diterjemahkan Oleh: Al Ustadz Abdul Hadi Pekalongan
Warisan Salaf
https://bit.ly/warisansalaf
[9] SEBAB MUNCULNYA BID'AH NATAL (MAULID) RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM
Al-Allamah Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya :
" Siapakah orang yang pertama kali menggagas bid'ah Maulid Nabi, dan bagaimana hal itu bisa terjadi ?
Jawab : "Yang pertama kali menggagasnya adalah Dinasti Fathimiyyun (Syi'ah) di Mesir pada abad ke-4 hijriyyah. Kemudian dipopulerkan kembali oleh Raja Arbal di Iraq pada abad ke-7 hijriyyah. Lalu menyebarlah bid'ah tersebut di tengah kaum muslimin.
Adapun sebabnya, sebagaimana dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah didalam Kitab Iqtidha' ash-Shirat al-Mustaqim;
1). Karena kecintaan yang berlebihan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sehingga mereka mengira bahwa perayaan Maulid (Natal)Nabi adalah bukti rasa cinta.
2). Persaingan dengan Kristen. Karena orang kristen mereka merayakan Natal (Maulid) kelahiran Isa bin Maryam alaihimassalam.
Yang jelas, apapun sebab kemunculannya, tetap saja semua bid'ah adalah kesesatan".
Sumber || (Liqa' Bab al-Maftuh, 210)
Kunjungi || http://forumsalafy.net/sebab-munculnya-bidah-natal-maulid-rasulullah-shalallahu-alaihi-wa-sallam/
WhatsApp Salafy Indonesia
Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy
[10] BOLEHKAH JUAL-BELI KETIKA ADA ACARA BID'AH
Dijawab oleh : Al Ustadz Muhammad Afifuddin As Sidawi hafizhahullah.
Pertanyaan: Bolehkah jual-beli pada acara bid’ah (malam suro, maulid) di pasar malamnya?
083830XXXXXX
Jawaban: Jika sebagai pedagang dadakan, tidak boleh. Sebab, hal itu termasuk ta’awun di atas dosa.
Sumber: Tanya jawab ringkas Asy Syari'ah, edisi.100.
🌈@LilHuda🌈
KOMENTAR